Jumat, 06 April 2018

Dharma Wacana tentang Makna Hari Raya Nyepi

DHARMA WACANA
IMPLEMENTASI HARI RAYA NYEPI
Oleh : Eni Kusti Rahayu

Om Awighnam Asthu namo siddham, Om Swastyastu.
Yang disucikan para sulinggih
Yang terhormat Ketua STAH Dharma Nusantara jakarta.Yang saya Hormati Bapak-bapak, Ibu- Dosen serta teman- teman mahasiswa yang berbahagia.

Puji syukur mari kita panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas Astungkerta WaranugrahaNya pada kesempatan yang baik ini kita dapat berkumpul dalam ruangan ini dalam keadaan sehat. Tentu saya sangat senang sekali dapat bertemu dengan Bapak/Ibu dan umat sedharma, pada kesempatan ini izinkanlah saya membawakan pesan dharma dengan bahasan Hari Raya Nyepi. Bagi umat Hindu, Hari raya Nyepi mengandung makna nilai yang sangat mendasar. Pelaksanaan hari raya Nyepi ini sebagai upaya pencarian kesadaran akan hakekat individu sebagai makhluk ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kesadaran itu mereka akan mewujudkan suatu kehidupan yang  selaras, seimbang dan serasi antara jiwa dan raga, antara inidividu dengan masyarakat, antara manusia dangan Tuhan, serta dengan alam lingkungannya.
            Bapak/ibu, dan umat sedharma yang berbahagia
Mungkin pertanyaan pernah muncul dibenak kita mengapa perayaan Nyepi  tidak di rayakan dengan pesta yang ramai,meriah dan megah seperti perayaan-perayaan pada umumnya? Sebelum saya mencoba menjawab pertanyaan tersebut, maka terlebuh dahulu  kita ketahui arti kata Nyepi itu sendiri. Seperti yang kita tahu bahwa kata Nyepi itu sendiri berasal dari kata sepi, sipeng, yang berarti hening, sunyi, sepi dan senyap. Sehingga dimaksudkan agar perayaan Nyepi itu dilaksanakan secara hening  dan sepi agar kita belajar introspeksi diri dengan merenung, meditasi, dan evaluasi diri dan bertanya tentang diri kita, dan kesalahan apa yang telah kita perbuat, serta hal apa yang harus kita perbaiki.  Adapun rangkaian tradisi yang dilakukan pada hari raya nyepi biasanya adalah melasti, Tawur/pecaruan/pengrupukan, pelaksanaan catur brata Nyepi, dan diakhiri dengan Ngembak geni.
           
Bapak/ Ibu dan umat sedharma yang berbahagia
Seperti yang telah kita ketahui bahwa rangkaian pertama dalam pelaksanaan Nyepi adalah melasti. Melasti ini berasal dari kata mala yang berarti kotor dan asti yang berarti membuang atau memusnahkan. Melasti ini bertujuan untuk membersihkan segala kotoran badan dan pikiran (Bhuwana Alit) dan Bhuwana Agung. Apa yang disucikan dalam Bhuwana Alit? Dalam Bhuwana Alit adalah meleburkan dan melenyapkan segala kekotoran dan kepapaan dalam diri manusia, untuk menyucikan pikiran, perkataan, dan perbuatan dengan penglukatan dan tirta amerta. Sedangkan dalam bhuwana agung adalah diwujudkan dengan penyucian arca, lingga dan praline secara spiritual dengan tirta amerta. Pada saat upacara ini adalah memohon ke hadapan Dewa Dewi dan Bathara- Bathari agar berkenan diiringkan ke laut/ sumber air suci untuk menghanyutkan malaning jagat/ kekotoran alam dan memohon Tirtha Amertha. Tirtha Penglukatan ini memohon ke hadapan Dewi Gangga dan Tirtha Amertha ke hadapan Sang Hyang Baruna. Tirta Penglukatan tersebut diciptakan terlebih dahulu pada Arca, Pratima, Pralingga, serta semua perangkat upacara dan kepada semua masyarakat yang ikut serta dalam upacara.
Melasti dalam sumber Lontar Sundarigama dan Sanghyang Aji Swamandala yang dirumuskan dalam bahasa Jawa Kuno menyebutkan
Melasti ngarania ngiring prewatek dewata angayutaken laraning jagat, papa klesa, letuhing bhuwana
Artinya : Melasti adalah meningkatkan Sraddha dan Bhakti pada para Dewata manifestasi Tuhan Yang Maha Esa untuk menghanyutkan penderitaan masyarakat, menghilangkan papa klesa dan mencegah kerusakan alam.
Dari kutipan Lontar tersebut di atas, maka Melasti itu ada lima tujuannya yaitu:
Tujuan melasti adalah untuk dapat mengikuti tuntunan para dewa sebagai manifestasi Tuhan. Dengan mengikuti tuntunan Tuhan, manusia akan mendapatkan kekuatan suci untuk mengelola kehidupan di dunia ini. Kemudian  menghayutkan penderitaan masyarakat. Jadi, upacara melasti bertujuan untuk memotivasi umat secara ritual dan spiritual untuk melenyapkan penyakit-penyakit sosial, seperti kesenjangan antar kelompok, perumusuhan antar golongan, wabah penyakit yang menimpa masyarakat secara massal, dan lain-lain.
Sedangkan rangkaian upacara yang selanjutnya adalah Tawur. Tawur berasal dari kata nawur atau membayar utang. Lalu kepada siapa kita membayar utang? Kepada para bhuta kala yang mana utang kepada bhuta kala dalam tri rna termasuk dalam utang kepada dewa rna. Dari utang kepada bhuta inilah perlu dilaksanakannya bhuta yadnya yang tujuannya adalah agar energi-energi negatif dari para bhuta kala tidak mengganggu umat manusia di dunia ini. Selain itu juga fungsi tawur ini agar para bhuta kala disucikan agar bisa menyatu dengan sang hyang tunggal.
Filosofi tawur adalah membayar atau mengembalikan, yang dibayar adalah sari-sari yang telah dihisap atau digunakan manusia. selain itu juga untuk menyucikan dan menyeimbangkan alam semesta dengan menetralisir kekuatan-kekuatan alam. Yang diwujudkan dengan pawai ogoh-ogoh yang bertujuan untuk melenyapkan sifat-sifat keraksasaan dan mengembalikan kekuatan positif dari alam.
Lontar Sri Aji Kasanu, menyebutkan bahwa;
“…ring tileming sasih kesanga, patut maprakerti caru Tawur wastanya, sedulur nyepi awengi.”
Terjemahannya sebagai berikut:
….pada Tilem sasih Kesanga, patut mengadakan Upacara Bhuta Yajna, yaitu caru yang disebut dengan “Tawur”. Dilanjutkan dengan Nyepi satu malam.
Kemudian umat Hindu merayakan Nyepi selama 24 jam dari matahari terbit  sampai matahari terbit lagi di esok hari.  Di hari itu seluruh umat Hindu melaksanakan Catur Brata Penyepian, yaitu empat larangan atau pantangan yang wajib dilakukan umat Hindu saat melaksanakan Nyepi, yang pertama adalah Amati Geni atau tidak menyalakan api, yang dimaksud disini bukan api yang kita lihat secara nyata, tetapi mengarah pada sifat atau ego manusia, kita harus selalu mngendalikan amarah, mengendalikan ego, mengendalikan nafsu dan mengendalikan api-api dalam diri kita, baik itu api yang bersifat positif dan api yang bersifat negatif, apabila kita mampu mengelola api dalam diri kita ini, maka kedamaian sedikit-demi sedikit akan tercapai, seperti contohnya apabila api dalam kehidupan nyata itu bisa dikelola dengan baik, maka akan menjadi sahabat kita karena bisa digunakan untuk memasak, sarana upacara dll, tetapi apabila tidak bisa kita kendalikan maka akan terjadi bencana.
Kedua adalah Amati Lelanguan atau tidak bersenang-senang, maksudnya disini adalah tidak bersenang- senang seperti nonton tv main hp, dsb. Sebab dalam Brata penyepian dimaksudkan sebagai sarana untuk melakukan Tapa Brata, hendaknya pada waktu itu orang berpuasa dan Samadhi, mengendalikan seluruh indriya dan keinginannya. Dengan berpuasa kita telah berupaya untuk mengendalikan nafsu untuk makan dan minum, dan apabila terus mengendalikan makanan atau minuman yang kita konsumsi, maka tubuh kita tidak akan mudah untuk terserang penyakit. Selain berpuasa, tidak bersenang senang juga mempunyai arti tidak berfoya-foya, maka implementasinya adalah dengan selalu hidup sederhana dan selalu berbagi dengan sesama.
Yang ketiga adalah Amati Lelungan atau tidak bepergian. Orang yang melaksanakan Brata penyepian tidak boleh bepergian, tidak bepergian artinya adalah mengendalikan pikiran, harus tetap konsentrasi agar pikiran manusia tetap terkendali, tidak liar dan bisa mengendalikan hal yang negatif. Karena sesungguhnya pikiran adalah kunci dari segala ucapan dan perbuatan, maka dengan mengendalikan pikiran dan berkonsentrasi pada hal yang baik, maka ucapan dan perbuatan baik akan senantiasa terwujud.
 Yang terakhir adalah amati karya atau tidak bekerja, yaitu tidak melakukan kegiatan kerja yg bertentangan dengan ajaran agama karena salama kita melaksanakan brata penyepian kita hanya merenung dan bermeditasi tentang apa yang telah kita lakukan selama satu tahun. Dalam brata ini kita diajarkan agar selalu berbuat sesuai dengan dharma agama dan dharma negara. Melaksanakan ajaran agama, menghormati guru dan orang tua serta menaati dan melaksanakan aturan pemerintah. Makna dari catur brata penyepian ini juga tersirat dalam Bhagawadgita II.58  yang menyatakan
“Yada samharate ca yam
Kurmo ngani va sarvasah
Indriyani ndriyar thebyas
Tasya prajna pratisthita
Terjemahannya : bagaikan penyu menarik kaki dan kepala ke dalam tubuhnya, ia menarik semua indriyanya dari segenap obyek keinginannya, maka dengan demikian jiwanya akan menjadi seimbang.
            Dari kutipan sloka diatas dapat kita ketahui bahwa manusia harus mampu mengendalikan indriyanya dari segala obyek keinginan, selain mampu mengendalikan indiria, manusia juga harus mampu untuk mengendalikan pikirannya, sebab indriya dan pikiran bisa menjadi surga dan neraka bagi manusia itu sendiri. akan menjadi surga apabila mampu mengendalikannya, surga yang dimaksud adalah suatu keadaan tenang dan nyaman yang dirasakan oleh manusia itu di dunia ini, dan sebaliknya, indriya dan pikiran akan menjadi neraka bagi manusia itu sendiri apabila tidak bisa mengendalikannya, yaitu penderitaan dan kesengsaraan yang akan ia rasakan.
            Berkaitan dengan pelaksanaaan catur brata penyepian, bila dikaitkan dengan badan manusia, itu diibaratkan dengan sebuah kolam ikan yang harus dikuras. Bapak-bapak dan ibu-ibu tentu terbayang bagaimana kondisi sebuah kolam yang harus dikuras, tentunya kotor, bau, keruh dan menggangu lingkungan sekitar, dan membuat tidak nyaman. Begitulah ibarat badan manusia bila tidak pernah dilakukan pembersihan secara spiritual,yang tidak pernah melakukan tapa brata, akan kotor dan terpengaruh hal negative, serta mengganggu kenyamanan. Oleh karena itu kolam ikan itu memerlukan kira-kira sedikit waktu untuk membersihkan segala kekotoran didalamnya, membuang air yang kotor, menghilangkan segala rumput dan lumut yang ada didalamnya. Dan akhirnya apa yang didapat bapak-bapak, ibu-ibu? Dengan hanya sedikit waktu untuk mengosongkan segala isi kolam itu, maka kolam ikan itu tentu akan terisi oleh air yang baru, yang lebih bersih, lebih jernih, lebih nyaman dipandang dan membuat keadaan sekitar  menjadi lebih baik, ikan yang hidup dalam kolam itu juga menjadi lebih terjamin dan lebih indah dipandang mata. Nah begitulah kira-kira tentang catur brata nyepi, kita harus mampu menggunakan waktu kita untuk membuat segala sesuatu menjadi lebih baik, untuk membuang segala hal yang sekiranya tidak bermanfaat dan mengisinya dengan hal baru yang lebih berguna dan memiliki dampak positif baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Bapak/ Ibu dan umat sedharma yang saya hormati,
            Setelah pelaksanaan catur brata penyepian, rangkaian terakhir  dalam pelaksanaan Nyepi adalah Ngembak Geni. Makna filosofis yang terkandung dalam pelaksanaan ngembak geni ini adalah untuk mewujudkan keharmonisan dan kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat yang ditandai dengan pelaksanaan Dharma Santi. Inti dari ngembak geni adalah untuk mengimplementasikan kesadaran yang ada dalam diri manusia, kesadaran segalanya, termasuk Kesadaran untuk memaafkan orang lain, melalui proses nyepi melahirkan manusia yang berkarakter, yaitu manusia memiliki perilaku yang bertanggung jawab, rendah hati, peduli, disiplin, menghargai orang lain, sehingga dia akan menjadi manusia memiliki kualitas
            Bapak/ibu dan umat sedharma yang berbahagia
Dapat  kita simpulkan bahwa makna Nyepi itu sendiri adalah manusia diajarkan untuk membersihkan segala kokotoran, hal negative, selalu mawas diri, merenung sejenak dengan apa yang telah kita perbuat di masa lalu, saat ini dan merencanakan yang lebih baik dimasa yang akan datang, sehingga kita dapat menjadi manusia yang berkarakter yang dapat berguna dan bermanfaat bagi sesama, dan tidak lupa selalu bersyukur pada sang pencipta dengan apa yang  telah kita peroleh.
Pada akhir dharma wacana ini semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu dan senantiasa memberikan kita kesejahteraan, kedamaian, semuanya memperoleh kebajikan, ssaling pengertian dan dijauhkan dari segala duka nestapaa dan selalu dalam keadaan sejuk, teduh, damai.
Om sarve bhavanthu sukhinah, sarve santhu niramayah, sarwe bhadrani pasyantu, ma kascid duhka bhag bhawet.
Om santih santih santih om
























\


Tidak ada komentar:

Posting Komentar