Kamis, 27 Desember 2018

Makalah Agama Shinto

ILMU PERBANDINGAN AGAMA
Agama Shinto


Dosen Pengampu:
Untung Suhardi, S.Pd.H, M.Fil.H


Oleh:
Sundari JanurAnggita
Wahyuni
Wisnu Oka Wirawan

SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA NUSANTARA
JAKARTA
2018



 


KATA PENGANTAR 
Om swastyastu 
Puji syukur kami haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa atas Asungkerta Waranugraha-Nya,  tugas makalah mata kuliah Ilmu Perbandingan Agama dengan judul Agama Shintoini bisa terselesaikan. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan makalah ini, diantaranya, Bapak Untung Suhardi, S.Pd.H, M.Fil.H sebagai dosen pengampu mata kuliah Ilmu Perbandingan Agama, teman-teman dikelas yang telah memberikan kami dukungan, dan semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu yang terkait dalam menyediakan sarana dan prasarana guna mempermudah pencarian literatur untuk makalah kami.
Makalah yang kami buat ini sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran bagi pembaca sangat diharapkan guna dijadikan pembelajaran pada pembuatan makalah yang akan datang. Terima kasih atas partisipasi dan perhatian para pembaca, semoga semua isi yang ada dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi bembaca.
Om santi, santi, santi Om.
Jakarta, November 2018

Penulis



ABSTRAK
Makalahinimembahasmengenai agama Shinto di Jepang.Dalammakalahinidibahassecarasingkatmengenaidefinisi Shinto, kemudianbagaimanasejarah agama Shinto bisaberkembangsedemikianrupadenganbanyaknyapengaruh agama dariluarJepang.Kemudianmengenaikepercayaandanperibadatan agama Shinto, dalam  subbabinidibahassecararincimengenaipraktikkeagamaandan ritual agama Shinto yang sudahjarangsekalidipraktikkan. Setelahituakandiajikancorakdanmacamagamanya. Dan yang terakhirakandisajikanPembagianSekte Agama Shinto.
Agama Shinto adalah agama yang begitumenarik.Karena agama inisangatberbedadengan agama umumnya.Ada banyakliteratur yang dapatdijumpaimengenai agama ini, namunminatsebagian orang Indonesia kurangterhadap agama Shinto.Sehinggasemakinkuatkeinginandalamdiri agar agama Shinto terlihat “lebihmenarik” darisebelumnya.Agama Shinto pentingsekaliuntukdipelajari.Bagaimanatidak, agama inisedikitbanyaktelahmempengaruhibudayakitamelaluipenjajahanbangsaJepangke Indonesia.

Kata kunci: Jepang, Shinto,Sekte

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LatarBelakang
Jepang adalah sebuah negara yang rakyatnya memiliki kehidupan beragama yang cukup rumit. Agama Shinto, yang akan menjadi uraian tulisan juga tidak identik dengan agama jepang, sungguhpun antara keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan. Dalam istilah “agama jepang” sekurang-kurangnya tercakup 5 paham keagamaan, yaitu agama rakyat, Shinto, Budhisme, Taoisme, dan Konfusianisme. Dibawah istilah tersebut tercermin adanya kesatuan dan keragaman dalam kehidupan agama-agama di jepang.
Dikatakan “kesatuan” karena masing-masing agama yang telah disebutkan diatas tidak hidup dalam keadaan yang terpisah satu sama lain, baik dalam sejarah perkembangan masing-masing maupun dalam dinamika kehidupan beragama sehari-hari. Disepanjang sejarah jepang, masing-masing agama tersebut saling mempengaruhi satu samalain. Lagipula, orang-orang jepang pada umumnya memandang dan menghayati agama lebih sebagai sebuah pandangan dunia yang terpadu.
Agama Shinto timbul pada zaman Prasejarah, namun siapa pembangunnya tak dapat dikenal secara pasti. Penyebarannya ialah di Asia namun penyebaran yang terbanyak ialah di Jepang. Sekitar abad 6 masehi agama Budha masuk ke  Jepang dari Tiongkok dengan melalui Korea. Satu abad kemudian agama itu telah berkembang dengan pesat. Bahkan seiring berjalannya waktu agama Budha mampu mendesak agama Shinto. Akan tetapi karena agama Shinto mengajarkan penganutnya untuk memuja dan berbakti kepada raja, maka raja pun berusaha untuk melindungi agama Shinto tersebut. Sehingga pada tahun 1396 agama Shinto ditetapkan sebagai agama Negara.
Pada perkembangan selanjutnya, dihadapkan pertemuan antara agama Budha dengan kepercayaan asli bangsa Jepang (Shinto) yang akhirnya mengakibatkan munculnya persaingan yang cukup hebat antara pendeta bangsa Jepang (Shinto) dengan para pendeta agama Buddha, maka untuk mempertahankan kelangsungan hidup agama Shinto para pendetanya menerima dan memasukkan unsur-unsur Buddha ke dalam sistem keagamaan mereka.
Akibatnya agama Shinto justru hampir kehilangan sebagian besar sifat aslinya. Misalnya, aneka ragam upacara agama bahkan bentuk-bentuk bangunan tempat suci agama Shinto banyak dipengaruhi oleh agama Buddha. Patung-patung dewa yang semula tidak dikenal dalam agama Shinto mulai diadakan dan ciri kesederhanaan tempat-tempat suci agama Shinto lambat laun menjadi lenyap digantikan dengan gaya yang penuh hiasan warna-warni yang mencolok.
Sangat berbeda dengan agama-agama monotheistic, Islam misalnya, agama jepang, khususnya Shinto, tidak menekankan pada kepercayaan terhadap adanya satu tuhan yang mutlak dan tidak pula secara tajam menerapkan perbedaan antara dewa dan manusia. Bagi agama tersebut, manusia, dewa dan alam membentuk suatu segitiga saling hubungan yang harmonis.
Keserupaan antara manusia, dewa dan alam ini merupakan suatu dasar utama dalam agama Shinto. Dalam kaitan, “dewa” dapat dipahami sebagai kami dalam ajaran Shinto atau para Buddha dan bodhistva menurut paham Budhisme. Pengertian istilah kami itu sendiri sangat mebingungkan karena jumlahnya sangat banyak, bahkan tak terhingga, dan jenisnya pun sangat beragam. Disepanjang sejarah agama jepang, terlihat bahwa agama memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai misal, sekarang upacara perkawinan tradisional sering diadakan di tempat-tempat suci agama Shinto, sementara upacara kematian biasanya dilakukan di klenteng-klenteng Buddha. Dalam hal itu, langsung atau tidak langsung, agama juga memiliki hubungan yang khusus dengan beberapa kegiatan ekonomi masyarakat sebagaimanan terlihat dari beberapa kegiatan tempat-tempat suci yang melayani kelompok-kelompok kerja tertentu, semisal petani, pengrajin, nelayan dan sebagainya.
Dalam makalah ini, kami akan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan agama Shinto, mulai dari ajaran agamaShinto, Kepercayaan dalam agama Shinto, praktik keagamaan dan ritual agama Shinto, Kitab Agama Shinto, Hari Suci dalam Shinto, tempat suci dalam Shinto, sampai dengan konsep etika dalam agama Shinto.

1.2  RumusanMasalah

1.      Bagaimanakahsistemkepercayaandalam agama Shinto?
2.      Bagaimanakahpraktikkeagamaandan ritual dalam agama Shinto?
3.      Bagaimanakahetikadalam agama Shinto?

1.3  TujuanPenulisan
1.      Untukmengetahuisistemkepercayaandalam agama Shinto
2.      Untukmengetahuipraktikkeagamaandan ritual dalam agama Shinto
3.      Untukmengetahuietikadalam agama Shinto




BAB II
PEMBAHASAN

2.1        SistemKepercayaanDalam Agama Shinto
Shinto adalah kata majemuk daripada “Shin” dan “To”. Arti kata “Shin” adalah “roh” dan “To” adalah “jalan”. Jadi “Shinto” mempunyai arti  “jalannya roh”, baik roh-roh orang yang telah meninggal maupun roh-roh langit dan bumi. Kata “To” berdekatan dengan kata “Tao” dalam taoisme yang berarti “jalannya Dewa” atau “jalannya bumi dan langit”. Sedang kata “Shin” atau “Shen” identik dengan kata “Yin” dalam taoisme yang berarti gelap, basah, negatif dan sebagainya.
2.1.1        Kepercayaankepada“Kami”
Dalam agama Shinto yang merupakan perpaduan antara faham serba jiwa (animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam mempercayai bahwasanya semua benda baik yang hidup maupun yang mati dianggap memiliki ruh atau spirit, bahkan kadang-kadang dianggap pula berkemampuan untuk bicara, semua ruh atau spirit itu dianggap memiliki daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka (penganut Shinto), daya-daya kekuasaan tersebut mereka puja dan disebut dengan “Kami”.
Istilah “Kami” dalam agama Shinto dapat diartikan dengan “di atas” atau “unggul”, sehingga apabila dimaksudkan untuk menunjukkan suatu kekuatan spiritual, maka kata “Kami” dapat dialih bahasakan (diartikan) dengan “Dewa” (Tuhan, God dan sebagainya). Tradisi Shinto mengenal beberapa nama Dewa yang bagi Shinto bisa juga berarti Tuhan yang dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah Kami atau Kamisama. Kamisama ini bersemayam atau hidup di berbagai ruang dan tempat, baik benda mati maupun benda hidup. Pohon, hutan, alam, sungai, batu besar, bunga sehingga wajib untuk dihormati. Penamaan Tuhan dalam kepercayaan Shinto bisa dibilang sangat sederhana yaitu kata Kami ditambah kata benda. Tuhan yang berdiam di gunung akan menjadi Kami no Yama, kemudian Kami no Kawa (Tuhan Sungai), Kami no Hana (Tuhan Bunga) dan Dewa/Tuhan tertingginya adalah Dewa Matahari (Ameterasu Omikami) yang semuanya harus dihormati dan dirayakan dengan perayaan tertentu.
Jadi inti dari konsep Tuhan dalam kepercayaan Shinto adalah sangat sederhana yaitu ”semua benda di dunia, baik yang bernyawa ataupun tidak, pada hakikatnya memiliki roh, spirit atu kekuatan jadi wajib dihormati” . konsep ini memiliki pengaruh langsung didalam kehidupan masyarakat Jepang.
2.1.2        HubunganantaraManusiadengan Tuhan (Dewa)
Konsep tentang manusia dapat ditelusuri dari kepercayaan akan adanya garis kesinambungan antara Kami dan manusia. Kami diyakini bukan merupakan sesuatu kekuasaan yang mutlak dan transenden atas manusia. Oya-ku, suatu hubungan antara orangtua dan anak, atau antara nenek moyang dan keturunannya. Hal ini digambarkan dalam mitologi garis keturunan kaisar pertama Jepang, yang diyakini sebagai keturunan Dewa Matahari. Jadi, “Manusia adalah putra Kami”. Ungkapan yang mengandung dua pengertian: pertama, kehidupan manusia berasal dari Kami, sehingga dianggap suci; kedua, kehidupan sehari-hari adalah pemberian dari Kami.Manusia disebut dengan hito yang berarti “tempat tinggal spirit”, yang dalam bahasa Jepang kuno disebut ao-hito-gusa (rumput-manusia-hijau) untuk memperbandingkan manusia dengan rumput hijau yang tumbuh subur. Selain itu, manusia dapat disebut pula ame no masu hit (manusia langit yang berkembang), maknanya adalah makhluk suci yang memiliki kemampuan tidak terbatas. Setiap pemeluk agama Shinto, idealnya wajib menyadari bahwa ia memiliki asal-usul yang suci, jasmani yang suci, dan tugas yang suci, dan harus hidup bekerjasama untuk membangun sebuah dunia yang sejahtera.
Hubungan antara Kami dengan manusia menurut konsep Shinto juga cukup unik kaerna polanya cenderung tidak bersifat Vertikal, namun lebih banyak bersifat horizontal. Kami hidup dan berada dibawah gunung, hutan, laut, atau di tengah perkampungan penduduk yang ditandai dengan berdirinya kuil penjaga desa. Jadi konsep Tuhan di atas atau langit dan manusia di bumi sepertinya kurang tepat untuk kepercayaan Shinto. Mikoshi atau Dashi sebagai perwujudan dari kereta bagi Kami, yang digotong beramai-ramai selam festival di kuil mungkin salah satu contoh menarik. ”Kereta Tuhan” ini tidaklah diarak dengan hormat dan khidmad namun diguncang guncangkan, dibentur-benturkan. Dinaiki beramai-ramai bahkan tidak jarang diduduki pada bagian atapnya oleh beberarapa orang selama proses prosesi.
2.1.3        KonsepDuniadalam Agama Shinto
Agama Shinto termasuk tipe agama”lahir satu kali”, dalam arti, memandang dunia ini sebagai satu-satunya tempat kehidupan bagi manusia. Dalam pemikiran Shinto ada tiga jenis dunia, yaitu: (1)Tamano-hara, berarti “tanah langit tinggi”, sebuah dunia suci, rumah, dan tempat tinggal para dewa langit (Amatsukami); (2) Yomino-kuni, dunia yang dibayangkan sebagai dunia yang gelap, kotor, jelek, menyengsarakan, tempat orang-orang yang sudah meninggal dunia; (3) Tokoyono-kuni, berarti “kehidupan yang abadi”, “negeri yang jauh di seberang lautan”, atau “kegelapan yang abadi”, yakni dunia yang dibayangkan penuh dengan kenikmatan orang-orang yang kedamaian, dianggap sebagai tempat tinggal arwah orang-orang yang meninggal dalam keadaan suci. Ketiga dunia ini sering disebut kakuriyo (dunia yang tersembunyi), dan dunia tempat tinggal manusia disebut ut-sushiyo (dunia yang terlihat atau dunia yang terbuka).
Dalam agama Shinto, langit bersifat suci. Mitologi menyatakan ketika terjadinya penciptaan, unsur-unsur alam yang halus berubah menjadi langit, dan unsur-unsur yang berat berubah menjadi bumi. Takama-no-hara dianggap sebagai dunia yang cemerlang yang segala sesuatunya lebih baik dari dunia ini dan menjadi tempat tinggal para Dewa Langit. Adapun dunia ini adalah tempat tinggal para dewa yang hidup dibumi, disebut kuni-tsu-kami. Dalam mitologi disebutkan bahwa para dewa turun dari langit untu menciptakan kedamaian dan kesejahteraan di muka bumi. Meski demikian, bukan berarti bahwa dunia langit secara esensial berbeda dengan dunia bumi, tetapi hanya merupakan dunia yang lebih baik dari dunia manusia. Jika dibandingkan dengan dunia orang mati (Yomi) , maka dunia langit adalah dunia ideal.
Motoori Norinaga menyatakan, bahwa dunia manusia ini akan senantiasa tumbuh dan berkembang serta berubah terus menerus. Oleh karena itu, agama Shinto tidak memiliki ajaran tentang hidup di hari kemudian atau hidup setelah mati, karena dunia tempat tinggal manusia tidak akan musnah.  Berdasarkan pandangan ini, maka saat-saat kehidupan manusia di dunia sekarang ini merupakan saat-saat yang penuh dengan nilai, dan setiap pemeluk Shinto diharuskan bdrperan aktif dalam perkembangan dunia yang abadi dan harus memanfaatkan setiap saat dalam kehidupan semaksimal mungkin.
Dengan demikian, agama Shinto lebih menekankan pada pandangan yang lebih berorientasi kekinian dan keduniaan, pandangan keduniaan yang menjadikan kehidupan dunia sekarang adalah satu-satunya dunia untuk kehidupan manusia.
2.1.4        KonsepDosadalam Agama Shinto
Salah satu tokoh Shinto Shimogamo Shrine mengatakan bahwa, Shinto tidak mengajarkan adanya perbuatan dosa. Jika melakukan perbuatan tertentu yang menciptakan dosa seseorang harus mau dibersihkan semata-mata untuk ketenangan pikiran sendiri dan nasib baik, dan bukan karena dosa yang salah dalam dan dari dirinya sendiri. Perbuatan jahat dan salah disebut "Kegare",. "cerah" atau hanya "baik". Membunuh apa pun untuk dapat bertahan hidup harus dilakukan dengan rasa syukur dan melanjutkan ibadah. Jepang Modern terus menempatkan penekanan pada pentingnya "aisatsu" atau ritual frasa dan salam. Sebelum makan, orang harus mengucapkan "itadakimasu",. "Saya akan dengan rendah hati menerima", dalam rangka untuk menunjukkan rasa syukur dari makanan pada khususnya dan umumnya kepada semua makhluk hidup yang kehilangan nyawa mereka untuk membuat makanan. Kegagalan untuk menunjukkan rasa hormat yang tepat adalah tanda kebanggaan dan kurangnya kepedulian terhadap orang lain. 
2.1.5        KonsepSurgadanNeraka (ajaran dalam alam akhirat)
Sepertinya adalah hal yang umum ditemukan pada ajaran agama ataupun kepercayaan primitif sekalipun. Shinto sepertinya memiliki tradisi yang sedikit menyimpang. Konsep surga dan neraka hampir tidak disentuh sama sekali dalam kepercayaan Shinto. Hal ini bisa dilihat dari hampir tidak ditemukannya ritual upacara kematian pada tradisi Shinto. Ritual dan tata cara pemakaman di Jepang sepenuhnya dilakukan dengan tata cara agama Budha dan sisanya menggunakan ritual agama Kristen. Kuburan dan tempat makam juga umumnya berada di bawah organisasi kedua agama tersebut. Sepertinya ritual Shinto lebih difokuskan pada kehidupan pada kehidupan duniawi atau kehidupan sekarang terutama yang berhubungan dengan alam khususnya keselarasan antara manusia dengan alam sekitarnya.
2.1.6        KitabSuci Agama Shinto
Kitab suci yang tertua dalam agama Shinto itu ada dua buah, akan tetapi disusun sepuluh abad setelah meninggalnya Jimmu Tenno sang Kaisar Jepang yang pertama, dan dua buah lagi disusun pada masa belakangan, keempat kitab itu adalah :
1.      Kojiki, yang bermakna : catatan peristiwa purbakala disusun pada tahun 712 M, setelah Kekaisaran Jepang berkedudukan di Nara yang pada waktu itu ibu kota Nara dibangun pada tahun 710 M, arsitekinisepertiibukotaChangan di Tiongkok.
2.      Nihonji, yang bermakna : riwayat Jepang, disusun pada tahun 720 M oleh penulis yang sama dengan dibantu sang pangeran di istananya.
3.      Yengishiki, yang bermakna : berbagai lembaga pada masa Yengi. Kitab itu disusun pada abad ke 10 M terdiri atas lima puluh bab. Dan sepuluh bab yang pertama berisikan ulasan kisah-kisah purbakala yang bersifat kultus. Dan dilanjutkan dengan kisah selanjutnya sampai abad ke 10 M, tetapi inti dari kitab ini ialah mencatat 25 buah Nurito, yakni do’a-do’a, atau pujaan yang sangat panjang pada berbagai macam upacara keagamaan.
4.      Manyoshiu, yang bermakna : himpunan sepuluh ribu daun, berisikan bunga rampai, terdiri dari atas 4496 buah sajak, disusun antara abad ke 5 denganabadke 8 M.

2.2              PraktikKeagamaan Dan Ritual Dalam Agama Shinto
2.2.1        SistemPeribadatan Agama Shinto
Agama Shinto sangat mementingkan ritus-ritus dan memberikan nilai sangat tinggi terhadap ritus yang sangat mistis.Menurut agama Shinto watak manusia pada dasarnya adalah baik dan bersih.Adapun jelek dan kotor adalah pertumbuhan kedua, dan merupakan keadaan negatif yang harus dihilangkan melalui upacara pensucian (Harae).Karena itu agama Shinto sering dikatakan sebagai agama yang dimulai dengan dengan pensucian dan diakhiri dengan pensucian. Upacara pensucian (Harae) senantiasa dilakukan mendahului pelaksanaan upacara-upacara yang lain dalam agama Shinto. Ritus-ritus yang dilakukan dalam agama Shinto terutama adalah untuk memuja dewi Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan kemakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian (beras), yang dilakukan rakyat Jepang pada Bulan Juli dan Agustus di atas gunung Fujiyama.
2.2.2        UpacaraKeagamaandanpemujaan
Pada setiapa hari kelahiran kaisar, seluruh lembaga pendidikan di Jepang, atas perintah resmi, melakukan uapacara yang kidmat dengan menundukan diri di depan gambar sang Kaisar. Kaisar itu dipandang suatu yang sangat sakral, Kaisar tidak menampakan diri didepan umum. Dalam upacara-upacara tertentu, pada saat kendaraan Kaisar melintas di jalan besar, seorang yang boleh memandang dari atas kepala Kaisar dibawah. Segala jendela pada setiap tingkatan atas itu mesti ditutup rapat.
Akan tetapi sehabis perang dunia kedua, maka perubahan besar terjadi pada kekuasaan Kaisar yang absolut itu telah digantikan kekuasaan rakyat melalui sitem pemilihan umum, dan kaisar sudah ditempatkan pada lambang belaka, yang kini bukan lagi suatu yang sakral akan tetapi dipandang sebagai manusia biasa, yang saat ini sudah bias bergaul dengan masyarakat umum, sebuah keyakinan asazi dalam agama Shinto itu telah menghilang tempat untuk berpijak. Selain itu juga ada beberpa peryaan yang biasnya di peringati oleh pemeluk agam Shinto dan perayaan itu diadakan untuk tujuan tujuan yang berkenaan dengan pusaka leluhur, pengudusan, pengusiran roh jahat atau pertanian, puncak puncak perayaan diadakan pada tahun baru, saat menanam padi pada musim semi dan pada saat panen pada musim gugur, musim semi dan musim gugur adalah saat untuk menghormati leluhur dan mengunjungi makamnya, selama perayaan kami sering diarak melewati jalan jalan dalam tempat pemujaan yang bisa dibawa bawa untuk membuat setiap orang yakin bahwa kami sedang mengunjungi masyarakat untuk memberikan perlindungan.
2.2.3        Sekte-sekte Agama Shinto
Secara umum Shinto bisa dikelompokkan menjadi 4 bagian atau kelompok. Yang masing masing mempunyai keunikannya tersendiri.
2.2.3.1  Imperial Shinto (Kyuchu Shinto atauKoshitsu Shinto).
Kelompok ini sangat sulit ditemukan. Karena hanya memiliki beberapa kuil saja yang kalau tidak salah 5 buah di seluruh negeri. Nama kuil ini biasanya berakhir dengan nama Jingu, misalnya Heinan Jingu, Meiji Jingu, Ise Jingu dll. Kuil Shinto kelompok ini selain berfungsi sebagai tempat untuk memuja Kami juga berfungsi sebagai tempat memuja leluhur khususnya keluarga kerajaan. Salah satu dari kuil ini dibangun khusus untuk menghormati dewa Matahari.
2.2.3.2  Folk Shinto (Minzoku Shinto)
Mithyologi tentang Kojiki, cerita terbentuknya pulau Jepang dan cerita tentang dewa dewa lain adalah ciri khas dari Shinto kelompok ini. Jadi Folk Shinto adalah kepercayaan Shinto yang meliputi cerita tua, legenda, hikayat dan cerita sejarah. Kuil Kibitsu Jinja yang terletak di daerah Okayama, Jepang tengah adalah salah satu contoh menarik karena dibangun untuk menghormati tokoh utama dalam cerita rakyat yaitu Momo Taro.
Disamping itu Shinto kelompok ini juga mendapat pengaruh yang kuat dari agama Buddha, Konghucu, Tao dan ajaran penduduk local seperti Shamanism, praktek penyembuhan dan lain-lain. Kuil kelompok ini biasanya mudah dibedakan dengan kuil lainya karena adanya sejarah pendirian kuil yang unik. Jadi jangan kaget kalau Anda menemukan kuil yang penuh dengan ornament dan pernak pernik kucing atau binatang dan benda lainya karena sejarah pendiriannya yang memang berkaitan dengan binatang tersebut.
2.2.3.3  Sect Shinto (KyohaatauShuha Shinto)
Shinto kelompok ini mulai muncul pada abad ke 19 dan sampai saat ini memiliki kurang lebih 13 sekte. Dua diantara sekte ini yang cukup banyak pengikutnya adalah Tenrikyo atau Kenkokyo. Keberadaan dari Sect Shinto ini cukup unik karena memiliki ajaran, doktrin, pemimpin atau pendiri yang dianggap sebagai nabi dan yang terpenting biasanya menggolongkan diri dengan tegas sebagai penganut monotheisme. Shinto golongan ini sepertinya jarang dibahas ataupun kurang dikenal oleh kebanyakan orang.sehingga konsep monotheisme dari shinto aliran baru nyaris luput dari tulisan kebanyakan orang.
2.2.3.4  Shrine Shinto (Jinja Shinto)
Dari semua kelompok kuil Shinto yang ada, kelompok inilah yang sepertinya paling mudah untuk ditemukan. Diperkirakan saat ini ada sekitar 80 ribuan kuil yang ada di seluruh negeri dan semuanya tergabung dalam satu organisasi besar yaitu Association of Shinto Shrines.

2.3              EtikaDalam Agama Shinto
Menurut D.C. Holten, ahli sejarah Jepang, menyatakan bahwa orang-orang Jepang dilahirkan dalam ajaran Shinto, kesetiaannya terhadap kepercayaan dan pengalaman ajarannya menjadi kualifikasi pertama sebagai “orang Jepang yang baik”.Beberapa ajaran yang berkaitan dengan kepribadian terkandung dalam ajaran kesusilaan yang biasanya dilakukan para bangsawan atau para ksatria Jepang, antara lain:
1)    Keberaniandianggapsebagaisuatukeutamaanpokokdanditanamkanpadaanakdalammasapermulaanhidupnya. Sikapkeberaniandinyatakandengansemboyan: “Keberanian yang benaruntukhidupialahbilamanahalitubenaruntukhidup, danuntukmatibilamanahalitubenaruntukmati”.
2)    Sifatpenakutdikutuk, karena sifat ini dipandang dosa. “Semuadosabesardankecildapatdiampunidenganmelaluicara tobat, kecualipenakutdanpencuri”.
3)    Loyalitas, yaitusetia, kesetian pertama kepada Kaisar, kemudian meluas kepada seluruh anggota keluarga Kaisar, pada masyarakatdanpadagenerasi yang akan dating.
4)    Kesuciandankebersihanadalah suatu hal yang sangat penting dalamShintoisme, olehkarenanyadalamfahaminiterdapatupara-upacarapensucian. Orang tidaksuciadalahberdosa, karenaberartimelawandewa-dewa.
Atas pengaruh ajaran keberdsihan dan kesucian ini, maka soal “mandi” termasuk perbuatan utama, sehingga dijadikan salah satu upacara keagamaan. Kamar atau tempat mandi dipandang sebagai tempat yang menarik hati bagi semua orang, sedang waktu mandi ditetapkan sebagai tradisi, misalnya 2 jam di waktu sore antara jam 17.00 dan 19.00 sebelum makan malam. Banyak terdapat upacara-upacara ditetapkan dengan melalui permandian.




BAB III
PENUTUP
3.1              Kesimpulan
Agama shinto di Jepang itu tumbuh dan hidup dan berkembang dalam lingkungan penduduk, bukan datang dari luar. Nama asli agama itu ialah Kami no Michi yang bermakna jalan dewa. Shinto (dari bahasa Cina Shen dan Tao, yang berarti "Jalan dari Jiwa-jiwa") disebut Kami-no-michi dalam bahasa Jepang, kami adalah banyak Dewa atau jiwa alam.
Sistem ketuhanan agama Shinto dikenal dengan Kami. Menurut masyarakat Jepang kuno, istilah Kami ditujukan untuk menyebut suatu kekuatan atau kekuasaan tertentu yang terdapat dalam berbagai hal atau benda, tanpa membedakan apakah objek tersebut hidup atau mati.
Ada unsur Kami dalam segala hal atau benda, telah menguatkan bahwa konsep kepercayaan yang diusung oleh agama Shinto lebih mengarah poleteistis murni. Ritual dalam agama Shinto bertempat di kuil yang biasa di kenal dengan Jinja. Mengenai tata cara sembahyang atau doa dalam kuil Shinto sangat sederhana, yaitu dengan melemparkan uang logam sebagai sumbangan di depan altar, mencakupkan kedua tangan di dada dan selesai.
.




DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, 1991. Perbandingan Agama. Jakarta: PT Renika Cipta.
Ali, Mukti, 1988. Agama-Agama di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.
Djam’anuri, 1988. Agana-agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press.
H.M. Arifin, tt. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar. Jakarta: GT Press .
Http://myquran.com/forum/showtread.php/10898/mengenal-agama-shinto-lebih-dekat. Diakses pada 16 Oktober 2014. Pada jam 21.45 WIB.
Smith, Huston, 2001. Agma-agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sou’yb, Joesoeb, 1996. Agama-Agama Besar di Dunia. Jakarta: PT.Al-Huzna Zikra.