Jumat, 06 April 2018

Makalah Brhad-Aranyaka Upanisad Bab IV Brahmana 2- Bab V Brahmana 8

UPANISAD
BRHAD-ARANYAKA UPANISAD
BAB IV Brahmana Kedua- BAB V Brahmana Kedelapan


Dosen Pengampu:
Kadek Hemamalini, S.Pd.H, M.Fil.H


Oleh:
AA Made Dewi Kartika
I Wayan Aditya Nugraha
Ketut Deni Wiryanthari
Putu Sriasih


SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA NUSANTARA
JAKARTA
2017




KATA PENGANTAR 


Om swastyastu 
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida sang Hyang Widi Wasa atas berkat waranugraha-Nya, makalah mata kuliah Upanisad ini bisa terselesaikan.Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan makalah ini, diantaranya, Ibu Kadek Hemamalini, S.Pd.H, M.Fil.H sebagai dosen pengampu mata kuliah Upanisad, teman-teman dikelas yang telah memberikan kami dukungan, dan semua pihak Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta yang terkait dalam menyediakan sarana dan prasarana guna mempermudah pencarian literature.
Makalah yang kami buat ini sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran bagi pembaca sangat diharapkan guna dijadikan pembelajaran pada pembuatan makalah yang akan datang. Terima kasih atas partisipasinya semoga semua isi yang ada dalam makalah dapat bermanfaat bagi bembaca.
Om santi, santi, santi Om.
Jakarta, Mei 2017

Penulis







i
 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................      i
DAFTAR ISI .............................................................................................      ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang...........................................................................      1
1.2  Rumusan Masalah......................................................................      1
1.3  Tujuan Penulisan........................................................................      2

BAB II PEMBAHASAN
2.1  BAB IV Brhad-aranyaka Upanisad...........................................      3      
2.1.1        Brahmana Kedua..........................................................      3
2.1.2        Brahmana Ketiga..........................................................      4
2.1.3        Brahmana Keempat.......................................................      9
2.1.4        Brahmana Kelima..........................................................      10
2.1.5        Brahman keenam...........................................................      12
2.2  BAB V Brhad-aranyaka Upanisad............................................      13
2.2.1        Brahmana pertama........................................................      13
2.2.2        Brahmana Kedua..........................................................      14
2.2.3        Brahmana Ketiga..........................................................      15
2.2.4        Brahmana Keempat.......................................................      16
2.2.5        Brahmana Kelima..........................................................      17
2.2.6        Brahmana Keenam........................................................      18
2.2.7        Brahmana Ketujuh........................................................      19
2.2.8        Brahmana Kedelapan....................................................      19

BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan................................................................................      21
DAFTAR PUSTAKA


ii



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Upanisad merupakan konsep filsafat Hindu dimana,Upanisad sendiri berasal dari kata Upa, ni, dan shad. Upa berarti dekat, ni berarti di bawah, dan shad berarti duduk. Jadi, Upanisad berarti duduk dekat, yaitu duduk di dekat seorang guru untuk menerima ajaran dan pengetahuan yang lebih tinggi. Kitab upanisad berbentuk dialog antara seorang guru dan muridnya, atau antara seorang Brahmana dengan Brahmana lainnya.
Upanisad mengungkapkan hakekat kebenaran yang menjadi dasar segala yang ada, semesta, dan realitas tertinggi yang diungkapkan secara filosofis sehingga dapat diterima secara rasional. Pokok ajaran  dari Upanisad adalah tentang Brahman, Atman, Kosmologi, Eskatologi, dan Psikologi.
Brhad-aranyaka Upanisad adalah salah satu bagian dalam Upanisad Utama. Brhad-aranyaka upanisad yang dianggap sebagai yang terpentingdari semua upanisad, terdiri dari tiga kanda yaitu Madhu kanda yang mengajarkan tentang identitas dasar dari individu dan atman semesta. Muni kanda memberikan pembenaran secara falsafah dari ajaran ini, dan Khila kanda yang membicarakan tentang beberapa macam pemujaan dan Samadhi, upasana,  yaitu menjawab secara garis besartiga tahap kehidupan beragama Svarana, mendengarkan, Manana, pemikiran logis, dan nididhyasana atau perenungan. Berdasarkan uraian tersebut, dalam makalah ini, kami akan membahas Brhad-aranyaka Upanisad BAB IV Brahmana Kedua- BAB V Brahmana Kedelapan.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa saja pembahasan dalam BAB IV Brhad-aranyaka Upanisad?
2.      Apa saja pembahasan dalam BAB V Brhad-aranyaka Upanisad??



1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui apa saja pembahasan dalam BAB IV Brhad-aranyaka Upanisad;
2.      Untuk mengetahui apa saja pembahasan dalam BAB V Brhad-aranyaka Upanisad.
















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  BAB IV Brhad-aranyaka Upanisad
2.1.1        Brahmana Kedua
1.    Mengenai jiwa
“Janaka, prabu videha beranjak dari singgahsananya dan mendekat lalu bersabda:‘hormat untuk anda, yajnavalkya mohon aku di ajarkan.’ Yajnavalkya menjawab ‘sepertin seseorang yang ingin mengadakan perjalanan yang jauh, Yang Mulia yang memerlukan kereta atau kapal demikian pulalah pikiran Yang Mulia telah di lengkapi dengan ajaran-ajaran dari Upanisad, Yang Mulia di hormati serta di agungkan, Yang Mulia pula telah mempelajari Veda dan Upanisad. Kemanakah Yang Mulia akan pergi ketika Yang Mulia meninggalkan badan ini?’ (Janaka menjawab) guruku yang mulia aku tidak mengerti akan hal ini (kata Yajnavalkya) ‘kalau memang benar begitu, akan ku ajarkan kepada yang mulia kemana Yang Mulia akan pergi’. ‘ajarkanlah kepadaku, guruku Yang Mulia’. Kata Prabu Janaka.”
Dalam Brahmana kedua ini menjelaskan tentang Atman setelah meninggal.Sebelumnya ada penjelasan edikit tentang proses meninggal itu sendiri. Maharsi Vasistha menjelaskan (Sivanda, 1997) sebagai berikut.
Karena penyakit atau usia lanjut, maka tekanan nadinya makin kurang, makin tidak mampu bernafas, dan menjadi gelisah. Udara yang masuk dan keluar makin berkurang, hingga berhenti sama sekali. Bernafas berhenti, mengakibatkan pingsan, dan kemaatian. Semua wasananya, yaitu pikiran-pikiran, keinginan-keinginan, kesan-kesannya yang telah lalu, di sebut jiwa. Jiwa berada dalam prana (prana ialah nafas/udara ini lah prana yang pertama dari lima prana, yang di sebut pancabayu/apana bayu).
Apabila tubuh sudah meninggal, jiwa yang ada dalam prananya, keluar dari tubuh dan menjelajahi udara.  Udara itu penuh dengan dengan prana-prana yang ada jiwa didalamnya ketika manusia masih hidup masing-masing jiwa ini mempunyai pengalaman sendiri-sendiri di dunia. Tetapi ketika sudah meninggal masing-masing berpotensi. Saya dapat melihat dia. Setelah iya meninggal, semua Wasananya (bekas pikiran dari tindakan-tindaan ketika dalam keadaan hidup yang terdahulu), di sebut Pitra (bila yang meninggal laki-laki ki pitra; bila wanita yang meninggal, di sebut Ni pitra). Mereka berada dalam dunia preta.
2.1.2        Brahmana Ketiga
1.      Sinar manusia adalah Atmannya
“ketika matahari telah terbenam Yajnavalkya, begitu juga bulan dan api pun serta vicara, tak terdengar, sinar apakah yang di punyai oleh seseorang yang berada disini?” ‘Atman sesungguhnya adalah sinarnya’, katanya: ‘sebab dengan Atman sebagai sinarnya, seseorang duduk, bergerak, melakukan pekerjaanya dan kembali.’
Dalam mantra ini menjelaskan bahwa atman itu mutlak, atman itu adalah abadi.
Kata atman besal dari kata an yang berarti bernafas. Dia adalah nafas dari yang hidup, jiwa, diri ata oknum yang menjadi inti dari perseorangan. Arman adalah asas dari hidupnya manusia, yang bersifat kekal dan berbeda dengan tubuh yang maya ini. Dalam Reg Weda menyatakan bahwa ada sesuatu pada bagian manusia yang tidk dapat di lahirkan, yang abadi itu lah atman
Na mrtyave-eva tasthe kadacana
Terjemahan: jiwa tidak bisa dihancurkan (kekal)
( Reg veda X.48.5 )
2.      Macam-macam keadaan Atman
“Sebenarnya hanya ada dua keadaan daripada kenyataan ini, yaitu keadaan di dunia ini dan keadaan di dunia lain. Ada keadaan peralihan yang ketiga, yaitu keadaan tidur (dan bermimpi). Dengan berdiri pada keadaan peralihan ini, seseorang akan dapat melihat keluar dunia. Sekarang, apapun jalannya dalam mencapai dunia yang lain itu, setelah memperoleh jalan itu, seseorang akan melihat baik yang jahat dari dunia ini dan suka cita dari dunia yang lain. ketika dia pergi tidur, dia membawa bahan dari kedua dunia ini, dia bisa merobek-robeknya, dia bisa membangunkannya; dia tidur (Mimpi) dengan sinarnya sendiri, dengan kecemerlangannya sendiri. Dalam keadaan yang demikian, orang itu menjadi bercahaya dengan sendirinya.”
Dalam mantra ini menjelaskan keadaan atman saat tertidur dan saat bermimpi.
Bila atman itu bukanlah, tubuh munginkah atmn yang bermimpi. Atman sesunguhnya adalah dia yang bergerak dengan bebas pada saaat mimpi. Sekali lagi kesulitan timbul. Imdra berkata bah walau pun ini benar bahwa atman yang bermimpi ini tiada di pengaruhi oleh tubuh, tetapi pada saat mimpi kita bisa merasa bahwa kita di pukul atau di kejar, kita merasakan penderitaan dan kita menanggis. Kita berang dalam mimpi, meledak dalam kemarahan, berbuat sesuatu yang bertentangan jahat dan kejam. Indra berpendapat bahwa  atman tidak lah sama degan kesadaran mimpi. Atman bukanlah gabungan dari semua sikap mental, bagaimanapun bebasnya berdiri sendiri dia dari kejadian dalam tubuh.
Atman adalah cahayanya cahaya, dan melalui hal ini sajalah ada cahaya di alam semesta ini. Dia adalah cahaya abadi. Dia adalah yang tiada hidup dan mati, yang tanpa gerak ataupun perubahan dan yang masih bertahan ketika lainnya sudah berakhir. Dia adalah yang melihat bukan objek yang di lihat. Atman adalah keasadaran aksi yang abadi. Keempat macam keadaan yaitu terjaga, mimpi, tidur dan kesadaran yang di sinari oleh berdiri pada sisi subjektif dari empat jenis jiwa yaitu. Waiswanara, yang mengalami benda kasar, Taijasa yang mengalami benda halus, prajna yang mengalami objetifitas yang tiada terwujud dan Turiya yaitu Atman Yang maha tinggi. Dengan melihat iswara sebagai prajna, di simpulkan bahwa budhi maha tinggi yang bersemayam pada keadaan tidur memegang semua benda pada keadaan yang belum terwuud.
3.      Atman dalam keadaan tidur nyenyak
“Ini, sesungguhnya adalah bentuknya, yang terbebas dari keinginan, terbebas dari kejahatan, terbebas dari ketakutan. Sebagai seorang pria yang berada dalam pelukan istri tercintanya tidak mengetahui apa yang di dalam dan apa yang di luar, demikian pula seseorang yang ada dalam pelukan Atman tidak megerti apa yang di dalam dan apa yang di luar. Itulah sesungguhnya bentuknya,  dimana kemauannya terpenuhi, dimana Atmannya adalah keinginannya, dimana ia tanpa nafsu, terbebas dari kesedihan apapun.”
Dalam mantra tersebut menjelaskan tentang letak dan bentuk atman pada makhluk hidup. Atman mengikuti segala sesuatu, ia terdiam di dalam lubuk hati manusia atman daam tubuh manusia di lindungi selubungi oleh beberapa selubung, yaitu dari luar dan dari dalam. Adapun selubung-selunung itu adalah annamayakosa (selubung jasmani), pramanamayakos, (selubung nafas), manomayakosa (selubung alam pikiran), wijnamayakosa (selubug yang berdiri dari kesadaran) dan anandamayakosa yaitu inti manusia dimana pada bagian ini  atman dalam keadaan yang bahagia, semua selubung itu dapat berubah dan berkembang. Akan tetapi atman adalah subjek yag tetap ad di antara segala yang berubah. Ia yang melihat, tetapi di atas dan di belakang sifat. Ia adalah bebas dari dosa, dari umur tua, dari pada maut, kesusahan, lapar, dahaga, dan lain sebagainya.
4.      Atman pada saat kematian
“Ketika badan ini menjadi kurus, karna tua atau karena penyakit, seperti juga buah mangga membebaskan dirinya dari ikatannya (melepaskan diri dari pohonnya) demikian pula mahkluk ini melepaskan diri dari anggota tubuhnya dan kembali lagi ke tempat dari mana ia mulai hidup baru.”
Dalam mantra ini menjelaskan bahwa saat meninggal, atman meninggalkan badan kasar.Perjalanan Atma diawali dengan peristiwa perpisahan raga dan jiwa. Perpisahan itu menimbulkan kesedihan, baik bagi yang meninggalkan, maupun yang ditinggalkan, yakni segenap keluarga. Meskipun diliputi kesedihan akibaperpisahan itu, sang Atma tetap melanjutkan perjalanan menuju tempat suci untuk mengadakan pemujaan kepada Hyang Tripurusa yang mengandung arti tindakan tindakan yang dilakukan oleh Atma ketika mengadakan pemujaan. Setelah selesai melakukan pemujaan, sang Atma melanjutkan perjalanan menuju Pura Dalem untuk memuja Hyang Durga, yang mengandung arti perbuatan yang dilakukan oleh sang atma ketika memuja Hyang Durga. Hyang Durga dipuja dalam berbagai wujud, yakni sebagai Bhagawati apabila berkuasa di Bale Agung member umur panjang kepada manusia, sebagai Bhwrawa apabila berkuasa di tempat pembakaran mayat, sebagai Dewi Putrika jika berkuasa di Gunung Agung, sebagai Dewi Dhanu apabila berkuasa d Gunung Batur, sebagai Gayatri jika berkuasa di tempat pemandian, sebagai Dewi Gangga apabila berkuasa disungai-sungai besar atau semacamnya, dan sebagai Dewi Sri jika berkuasa di Sawah. Setelah selesai melakukan pemujaan dan telah mendapat Ridho Hyang Durga, sang Atma merasa senang dan kemudian melanjutkan perjalanan, meskipun banyak rintangan yang akan dijumpa dalam perjalanannya, yang artinya sang Atma selesai melakukan pemujaan dan mohon diri dari hadapan Hyang Durga. Sang Atma keluar dari Pura Dalem, pada saat itu, bintang timur bersinar terang yang menandakan fajar menyingsing, sang Atma melanjutkan perjalanan.
Dalam menempuh perjalanan untuk menuju dunia baru, seseorang tidak bisa lepas dari rintangan-rintangan, baik rintangan yang menimbulkan perasaan suka maupun duka. Kesukaan atau kesenangan berupa keindahan dunia baru yang mulai diinjak oleh sang Atma merupakan godaan pertama. Akan tetapi, sang atma tidak terlena oleh kesenangan itu. Sang Atma tidak lupa aka Tuhan. Sang Atma tetap sadar dalam menempuh perjalanan.
Sang Atma melanjutkan perjalanan dengan menyusuri sungai Serayu. Rintangan yang mengancam keselamatan sang Atma mulai berdatangan. Sang Atma dihadang oleh seekor Buaya, buaya itu hendak menyantap sang Atma, akan tetapi sang Atma dapat menjinakan buaya tersebut karena sang atma mengetahui rahasianya, yakni buaya itu sesungguhnya merupakan perwujudan temburu, sehingga sang Atma terbebas dari ancaman. Setelah itu, sang Atma dihadang oleh raksasi Sirsa, akan tetapi, sang Atma dapat menjinakan Raksasi Sirsa, karena sang Atma tau rahasianya, sebenarnya Raksasi Sirsa sesungguhnya merupakan perwujudan sinar rahim ibu. Ancaman berikutnya adalah harimau merah, sang Atma tau rahasianya, yakni harimau merah merupakan perwujudan darah seorang ibu melahirkan. Setelah itu, sang Atma diancam oleh serigala hitam, sang Atma dapat menaklukan serigala hitam itu karena ia mengetahu rahasianya, yakni sebagai perwujudan air ketuban. Selanjutnya sang Atma sihadang oleh Bhutakala, akan tetapi, sang Atma dapat menjinakannya dengan memberikan upah berupa sesajen. Setelah itu, sang Kala Catur dating menghadang sang Atma, sang Atma dapat menaklukkannya karena ia tau rahasianya, yakni sebagai perwujudan Anggapati, Mrajapati, Banaspati, dan Banaspatiraja.
Rintangan demi rintangan dapat dilalui sang Atma, pada prinsipnya sang Atma mengetahui berbagai ilmu yang menyingkap tabir rahasia itu. Pengetahuan mengenai berbagai ilmu kerohanian, khususnya ilmu kelepasan telah menghantarkan sang  Atma disambut oleh Bidadari dan Malini. Tampaknya, kebahagiaan telah dating menyambut sang Atma. Para Bidadara dan Bidadari menjemput sang Atma dengan tandu emas. Kebahagiaan itu pun tidak membuat sang Atma takabur dan lupa diri. Sang Atma tetap sadar akan dirinya, merasa tidak tahu apa-apa, merasa sangat kerdil dihadapan kekuasaan Tuhan yang maha besar. Kesadaran diri itu pun telah mengantarkan sang Atma untuk memasuki kebahagiaan tertinggi, kedamaian abadi sebagai tujuan hidup yang luhur.
2.1.3        Brahmana Keempat
1.      Atman yang tidak terlepas setelah kematian
“Dan seperti tukang emas, mengambil sebatang emas dan merubahnya menjadi sesuatu yang lebih baru dan lebih indah, demikian pula lah Atman ini setelah meninggalkan dan menghilangkan kebodohannya membuatkan dirinya bentuk yang lebih baru dan lebih indah seperti para leluhur atau para Ghandarwa atau Dewata atau Prajapati atau Brahma atau mahluk lain.”
Dalam brahmana keempat menjelaskan tentang atman yang memperoleh tubuh baru sesuai dengan karma wasananya. Pada saat jiwa lahir kembali, roh yang utama kekal namun raga kasarlah yang rusak, sehingga roh harus berpindah ke badan yang baru untuk menikmati hasil perbuatannya. Pada saat memasuki badan yang baru, roh yang utama membawa hasil perbuatan dari kehidupannya yang terdahulu, yang mengakibatkan baik-buruk nasibnya kelak. Roh dan jiwa yang lahir kembali tidak akan mengingat kehidupannya yang terdahulu agar tidak mengenang duka yang bertumpuk-tumpuk di kehidupan lampau. Sebelum mereka bereinkarnasi, biasanya jiwa pergi ke surga atau ke neraka. neraka dan sorga adalah suatu tempat persinggahan sementara sebelum jiwa memasuki badan yang baru. Neraka merupakan suatu pengadilan agar jiwa lahir kembali ke badan yang sesuai dengan hasil perbuatannya dahulu. Dalam hal ini, manusia bisa bereinkarnasi menjadi makhluk berderajat rendah seperti hewan, dan sebaliknya hewan mampu bereinkarnasi menjadi manusia setelah mengalami kehidupan sebagai hewan selama ratusan, bahkan ribuan tahun. Sidang neraka juga memutuskan apakah suatu jiwa harus lahir di badan yang cacat atau tidakSelama jiwa masih terikat pada hasil perbuatannya yang terdahulu, maka ia tidak akan mencapai kebahagiaan yang tertinggi, yakni lepas dari siklus reinkarnasi. Maka, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi tersebut, roh yang utama melalui badan kasarnya berusaha melepaskan diri dari belenggu duniawi dan harus mengerti hakikat kehidupan yang sebenarnya. Jika tubuh terlepas dari belenggu duniawi dan jiwa sudah mengerti makna hidup yang sesungguhnya, maka perasaan tidak akan pernah duka dan jiwa akan lepas dari siklus kelahiran kembali. Dalam keadaan tersebut, jiwa menyatu dengan Tuhan (Moksha).
2.1.4        Brahmana Kelima
1.      Atman yang Maha tinggi dan nilai yang Maha tinggi
“Kemudian Maitreyi berkata: ‘Disinilah tuanku, engkau telah menyebabkan kebingungan dalam diriku. Memang aku jadi tidak mengerti Atman ini.’ Dia menjawab: ‘Aku tidak mengatakan apa-apa yang membingungkan. Atman ini sesungguhnya adalah abadi dan tidak bisa di hancurkan.”
Dalam brahmana kelima menjelaskan bahwa atman itu abadi dan tidak dapat dihancurkan. Seperti yang di katakan dalam kutipan sloka bhagavad gita
2-23
‘nainam chindanti shastrani
nainam dahati pavakah
na cainam kledayanty apo
na sosayati marutah’
Terjemahan :
Senjata tak dapat melukai sang diri ini;
api tak dapat membakar-Nya;
Sair tak dapat membasahi-Nya
dan anginpun tak dapat mengeringkan-Nya.


2-24
‘acchedyo ’yam adahyo ’yam
akledyo ’sosya eva ca
nityah sarva-gatah sthanur
acalo ’yam sanatanah’

Terjemahan:
Dia tak dapat dilukai ataupun dibakar;
Dia juga tak terbasahi ataupun terkeringkan.
Dia bersifat abadi, meliputi segalanya,
tak berubah dan tak bergerak;
dan tetap sama selamanya.


2.1.5        Brahman keenam
1.      Penggantian Guru dan Murid
“Sekarang garis tradisi. Pautimasya memperoleh ajaran dari Gaupavana, Gaupavana dari Pautimasya, Pautimasya dari Gaupavana, Gaupavana dari Kausika, Kausika dari Kaundinya, Kaundinya dari Sandilya, Sandilya dari Kausika dan Gautama, Gautama.”
Dalam brahmana keenam ini menjelaskan bahwa pengetahuan itu abadi dan tidak pernah berakhir.

Bhagavad gita 4.1
Kepribadian Tuha yang Maha Esa, Sri Krisna bersabda; aku telah mengajarkan ilmu pengetahuan yoga ini yang tidak dapat di musnahkan kepada dewa matahari, vivasan (120 juta tahun yang lalu), kemudian vivasan mengajarkan ilmu pengetahuan ini kepada manu, ayah manusia, kemudian manu mengajarkan pengetahuan kepada iksvaku.

Bhagavad gita 4.2
Ilmu pengetahuan yang paling utama ini di terim dengan cara sedemikian rupa melalui rangkaian garis perguruan guru-guru kerohanian, dan para raja suci mengerti pengetahuan tersebut dengan cara seperti itu. Tetapinsesdah beberapa waktu, garis perguruan itu terputus, karena iu, rupanya ilmu pengetahuan yang asli itu sudah hilang.




Bhagavad gita 4.3.
Ilmu pengetahan yang abadi di tersebut mengenai hubungan dengan yang maha kuasa hari ini kusampaikan kepadamu, sebab engkau adalah penyembah dan kawanku karna itu lah engkau dapat mengerti rahasia rohani ilmu pengetahuan ini.

Bhagavad gita 9.2
Pegetahuan ini adalah raja pendidikan, yang paling rahasia. Ini lah pengetahuan yang murni, pengetahuan ini adalah kesempurnaan dharma, karena memungkinkan seseorang melihat sang diri secara langsung melalui keinsafan. Pengetahuan ini kekal di laksanakan dengan riang.

2.2  BAB V Brhad-aranyaka Upanisad
2.2.1        Brahmana pertama
1.      Brahman yang tiada habis-habisnya
“Itu adalah penuh. Ini adalah penuh. Dari yang penuh muncullah yang penuh. Bila kita ambil penuhnya yang penuh, tetap saja yang penuh tersisa. (Aksara) AUM adalah Brahman, (yang) adalah angkasa, angkasa awal, angkasa yang bertiup. Begitulah sesungguhnya, putera Kauravyayani pernah berkata. Inilah Veda dimana yang mengerti Veda mengetahuinya: melalui hal ini seseorang mengerti apa yang mesti di mengerti.”
Dalam brahama pertama ini menjelaskan tentang AUM sebagai aksara suci Brahman. Aksara Omkara adalah lambang aksara suci agama Hindu untuk memuja dan mengagungkan kemahakuasaan Hyang Widhi (Tuhan). Omkara adalah kata ganti nama kehormatan Hyang Widhi.
Aksara suci Omkara ini disebut sebagai Wijaksara. Dalam bahasa sanskerta kata Wijaksara itu berasal dari kata ‘vija dan aksara’. Kata ‘vija’ artinya biji atau bibit sedangkan kata ‘aksara’ artinya kekal abadi. Jadi aksara Omkara berarti wujud simbolis sakral yang berfungsi sebagai simbol bibit suci untuk mengembangkan nilai-nilai yang kekal abadi. Nilai-nilai yang kekal abadi itu adalah sabda suci Hyang Widhi (Tuhan) yang tertua dan terutama. Menurut mantra Yajur Veda XXXII.3 Hyang Widhi itu tidak berwujud dan tidak punya nama ( Na tasya pratima asti ). Dalam mantra Rg Veda 1.64.46 menyatakan  bahwa Hyang WIdhi itu Esa, para Wipra (orang suci) lah yang memberikan banyak nama atau sebutan ( Ekam sadvipra bahuda vadanti ).
Umumnya pengucapan Om sebagai sebutan Hyang Widhi diwujudkan dalam wujud aksara suci Omkara. Aksara suci Omkara itu merupakan perpaduan dari aksara A,U dan M, dari gabungan itu menjadi Om. Maknanya menyatakan bahwa Hyang Widhilah yagn menjadi sumber Utpati, Stithi, Pralina alam beserta isinya. Pengucapan Omkara itu sebagai permohonan semoga lahir, hidup, dan kembali ke asal dalam keadaan selamat.

2.2.2        Brahmana Kedua
1.      Tiga kebajikan pokok
“Tiga keturunan Prajapati, Dewata, Manusia,dan Asura, hidup bersama ayah mereka Prajapati, sebagai murid pengetahuan suci. Setelah menyelesaikan masa belajarnya, para Dewata berkata: ‘Tuanku mohonlah kami di ajar terus.’ Kepada mereka beliau menggumamkan satu Aksara “DA” dan bertanya ‘ apakah kalian megerti?’ kami sudah mengerti, paduka mengatakan “Damayata” kepada kami, “kendalikan dirimu”. Dia menjawab: ‘iya kalian sudah mengerti’.”
Dalam brahmana kedua ini Brahman Dewata, Manusia, dan Asura, yang juga merupakan sifat Satwam, Rajas dan Tamas. Manusia biasanya tamak dan itu mereka semestinya membagikan harta sebaik mungkin. Asura itu kejam dan suka melukai orang lain, mereka harus mempunyai welas asih dan baik kepada orang lain. ketiga perintah itu mewajibkan kita untuk berbuat kebajikan bahkan ketika kita menemukan diri kita dalam dunia yang jahat. Pengendalian diri memang perlu sebab kita tidak perlu terlalu gembira dalam keberhasilan atau kecil hati dalam kegagalan. Daya, atau welas asih adalah lebih dari simpati atau rasa emosional atau intelektual. Dia adalah wujud sehari-hari, kawan dalam penderitaan. Ini adalah perasaan sebagai seorang memiliki lingkungannya dan aspirasi untuk kesempurnaan yang kita temukan pada orang lain. mempraktekan kebajikan ini akan mempertahankan, memuliakan dan menambah nilai hidup.

2.2.3        Brahmana Ketiga
1.      Brahman sebagai jantung
“Inilah Prajapati sama dengan jantung ini. inilah Brahman. Inilah semuanya. Ini mempunyai tiga Aksara, hr, da, yam. Hr adalah satu Aksara. Rakyatnya yang lain menhadiahkan kep-adanya yang mengerti hal ini. Da adalah satu Aksara. Rakyatnya dan yang lain menghadiahkan kepadanya yang mengerti hal ini. Yam adalah satu Aksara. Dia yang mengerti akan hal ini akan pergi menuju dunia surgawi.”
Dalam brahmana ketiga ini menjelaskan bahwa Brahman adalah sebagai sumber, siapapun yang mengerti tentang Brahman makan ia akan dapat menuju ke tempat Brahman itu. Hakikat Brahman adalah sumber utama ataua penyebab utama yang ada-Nya tanpa ada yang mengadakan kecuali diri-Nya sendiri. Dia menjadikan diri-Nya sendiri dan sebagai sebab ia disebut pemberi hidup yang menghidupkan semua ciptaan ini. sebagai pencipta yang mengadakan seluruh alam semesta dengan segala isinya. Terhadap hakikat Brahman itu manusia member nama atau gelar kepada-Nya menurut bahasa dan sifat manusia yang menamakannya.

‘Na tasya kascit patir asti loke, na cesita naiwa ca tasya lingam, na karanam karanadhipadhipo na casya kascijjanitana cadhipah’

Artinya:
Di dalam alam semesta ini tidak ada seseorang mahluk yang menjadi ahli yang kemampuannya melebihi Brahman. Tidak ada penguasa yang kekuasaanya melebihi Brahman. Bahkan tidak ada suatu lingga yang dapat menjadi tanda kehadiran Beliau di suatu tempat. Brahman menjadi penyebab munculnya segala sesuatu yang ada di dalam alam semesta ini. Brahman adalah maha kuasa yang menjadi jagat-karana. Tidak ada orang tua atau Raja bagi Brahman.
Dengan memperhatikan sloka di atas sudah sewajarnyalah setiap umat Hindu mengahayati dan melakukan pemujaan kepada Brahman. Hanya Brahman asal mula dan berakhirnya segala sesuatu di ala ini. Hidup di dunia hendaklah di pergunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertinggi yaitu menyatu dengan Sang Pencipta, melalui ajaran dan Manifestasi-Nya.

2.2.4        Brahmana Keempat
1.      Brahman sebagai yang benar atau yang nyata
“Ini sesungguhnya adalah itu. Ini sesungguhnya itu, yang benar. Dia yang mengerti mahkluk yang menakjubkan itu, yang pertama lahir sebagai Brahman, menaklukan dunia ini agaknya menaklukan juga musuh itu dan menjadi tiada berada bagi dia yang mengerti mahkluk yang menakjubkan itu, yang terlahir pertama sebagai Brahman yang sesungguhnya.”
Dalam brahmana keekmpat ini menyatakan bahwa Brahman itu nyata, Brahman lah yang menciptakan semua ini, Brahman lah sebagai sumber segalanya. Sri Sankara mengemukakan ajaran Advaita secara singkat seperti dalam separuh sloka, yaitu: ‘BRAHMA SATYAM JAGAN MITHYA, JIVO BRAHMAIVA NA APARAH’, artinya bahwa Brahman (yang mutlak) sajalah yang nyata, dunia ini tidak nyata dan jiwa atau roh pribadi tidak berbeda dengan Brahman”. Ini yang merupakan sari pati dari filsafat Advaita Vedanta.

2.2.5        Brahmana Kelima
1.      Yang nyata diterangkan
“Mengenai wujud ini yang terdapat pada mata kanan, Aksara Bhuh adalah kepalanya. Kepalanya adalah satu dan Aksaranya juga satu. Bhuh adalah tangannya. Ada dua tangan dan ini adalah dua Aksara. Svah adalah kakinya. Ada dua kaki ini adalah dua Aksara. Nama rahasianya adalah “AKU”. Dia yang mengerti hal ini akan menghancurkan kejahatan dan meninggalkannya di belakang.”
 Dalam brahmana kelima ini menjelaskan bahwa siapa saja yang menghetahui tentang Brahman maka akan mencapai kepada Brahman. Apabila seseorang telah dapat menyadari dan menghayati kenyataan bahwa Dia Yang Maha Agung itu meliputi segala sesuatu, seperti mentega itu telah terdapat dalam air susu, penghayatan mana yang di peroleh dengan jalan memegang teguh kesungataan dan melakukan tapa brata dengan tekun, maka berarti orang tersebut dapat manunggal (menyatu) dengan Brahman.


Dalam Bhagavad Gita Sloka 10.3 dan 10.7 mengatakan :
Sloka 10.3
‘Orang yang mengenal aku sebagai yang tidak di lahirkan, sebagai yang tidak berawal, sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang berkuasa atas semua dunia di kalangan manusia dia yang tidak berkhayal, dan hanya dialah yang dibebaskan dari segala dosa’
Sloka 10.7
‘Orang yang sungguh-sungguh yakin tentang kehebatan dan kekuatan batin-Ku ini menekuni bhakti yang murni dan tidak dicampur dengan hal-hal lain; kenyataan ini tidak dapat di ragukan’.

2.2.6        Brahmana Keenam
1.      Sang wujud
“ wujud ini yang terdiri dari pikiran dan memiliki sifat sinar ada di dalam jantung seperti sebutir beras atau gandum. Dia adalah penguasa semuanya, memerintah semuanya dan mengatur semuanya, apa saja yang ada.”
Dalam Brahman keenam ini menjelaskan tentang atman sebagai pengendali indriya. Atma adalah yang menghidupkan makhluk itu sendiri, sering juga disebut badan halus dan atma yang menghidupkan badan manusia disebut Jiwatman. Badan dengan atma ini bagaikan hubungan kusir dengan kereta. Kusirnya adalah atma, keretanya adalah badan. Indria di badan kita tidak akan berfungsi tanpa atma. Misalnya, mata tidak dapat melihat jika tidak dijiwai oleh atma. Telingapun tidak dapat mendengar apabila tidak ada sang atma. (Suwisma, 2013; 115)




2.2.7        Brahmana Ketujuh
1.      Brahman adalah petir
“Petir adalah Brahman, kata mereka. Dia disebut petir karena dia menghancurkan kegelapan. Dia yang mengerti petir adalah Brahman, akan menghancurkan kejahatan (yang menyerangnya) sebab petir sesungguhnya adalah Brahman.”
Pada mantra ini menjelaskan tentang Brahman sebagai penghancur atau pemabasmi kejahatan. Seperti sloka pada Bhagavad Gita 4.7

‘yada yada hi dharmasya glanir bhavati bharata
abhyutthanam adharmasya tadatmanam srjamy aham’
Terjemahannya:
Kapan pun dan di mana pun pelaksanaan dhrama merosot dan hal-hal yang bertentangan dengan dharma merajalela pada waktu itulah aku sendiri menjelma, wahai putera Bharata.
Dapat di jelaskan bahwa Tuhan atau Brahman sendiri yang akan turun ke dunia untuk menegekkan dharma apabila keburukan atau adharma tidak dapat lagi di atasi atau di kendalikan orang manusia yang tercipta sebagai yang sempurna.

2.2.8        Brahmana Kedelapan
1.      Wicara yang dilambangkan sebagai sapi
“Seseorang semestinya Samadhi atas Wicara seperti seekor sapi betina. Dia mempunyai empat kantung susu, svaha, vasat, hanta, dan svadha. Dewata hidup dari dua kantong susunya. Suara Svala dan Vasat, manusia dari Hanta dan leluhur dari Suara Svadha. Nafas-vital adalah pejantannya dan pikiran anaknya.”


Mantra di atas menjelaskan Brahman sebagai sumber dari segala sumber. Pada Bhagavad Gita sloka 7.10 di katakana bahwa:
‘Ketahui lah bahwa aku adalah benih asli segala kehidupan, kecerdasan orang yang cerdas, dan kewibawaan orang yang perkasa’





















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Upanisad mengungkapkan hakekat kebenaran yang menjadi dasar segala yang ada, semesta, dan realitas tertinggi. Inti dari Brhad-aranyaka upanisad Bab IV sampai dengan Bab V brahmana kedelapan, menjelaskan tentang Atman dan Brahman. Keberadaan-Nya adalah  tunggal tanpa ada sesuatu yang lain, maka beliau menciptakan yang lain, manusia, hewan dan tumbuhan.
Brahman  merupakan suatu realitas yang tertinggi yang merupakan sumber dan berakhirnya segala yang ada di alam semesta ini. Brahman ada tanpa diadakan dan bersifat kekal abadi. Beliau bersifat absolute dan bersifat relative, wujud Brahman yang absolute disebut Nirguna Brahman sedangkan wujud yang berpribadi relative disebut saguna Brahman. Seseorang dapat mencapai Brahman dengan cara yoga dan Samadhi
Atman merupakan intisari dari manusia, karena semua yang ada dalam diri manusia seperti indria, pikiran dan sebagainya tergantung kepada Atman.  Tanpa atman dan semua makhluk tidak dapat hidup. Atman bersumber  dari Brahman bahkan dalam Upanisad dinyatakan bahwa atman identik dengan Brahman. Mengenai atman juga mengetahui Brahman.










DAFTAR PUSTAKA

Prabhupada, Swami. 2000.Bhagavad Gita Menurut Aslinya. The Bhaktivedanta Book Trust International, inc. Hanuman Sakti

Radhakrishnan, 2015. Upanisad Upanisad Utama. Surabaya. PARAMITA Surabaya

Sathya Narayana, Swami. 2010. Jalan Menuju Tuhan. Surabaya. PARAMITA Surabaya

Sutrisna, I Made. 2009. Modul Pokok Upanisad. Jakarta. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI

Sutrisna, I Made. 2012. Dasar-Dasar Agama Hindu.Jakarta. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI

Suwisma, S.N. 2013. Swastikarana. Jakarta, Penerbit PT Mabhakti


Tidak ada komentar:

Posting Komentar