Bidang Kajian Komunikasi
Massa
Dosen: Dr. Ispawati Asri, MM
Sekolah Tinggi Agama HIndu Dharma Nusantara Jakarta
Menurut Denis McQuail
(1989:3-27), komunikasi massa merupakan suatu obyek studi dapat dipahami
melalui empat bidang kajian, yaitu:
1. Pentingnya media
massa
2. Sejarah munculnya
media massa
3. Munculnya publik
media massa
4. Komponen citra
media dari berbagai sisi
Adapun uraian dan penjelasannya adalah sebagai
berikut:
A. Pentingnya
Media Massa
Pada saat ini peran media massa semakin
penting sebagai suatu institusi di dalam masyarakat. Terdapat beberapa asumsi
yang mendasari pentingnya media massa sebagai berikut :
- Media
merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan
kerja, barang, dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait.
Media juga merupakan industri sendiri yang
memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan industri tersebut dengan
masyarakat dan institusi sosial lainnya.
- Media
massa merupakan sumber kekuatan, yaitu sebagai alat kontrol, manajemen,
dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti
kekuatan atau sumberdaya lainnya.
- Media
merupakan lokasi atau forum yang semakin berperan untuk menampilkan
peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bersifat nasional
maupun internasional.
- Media
seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja
dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam
pengertian pengembangan tatacara, mode, gaya hidup dan norma-norma.
- Media
telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial,
tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Dalam hal ini media menyuguhkan nilai-nilai dan
penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.
B. Sejarah Munculnya Media
Massa
a. Media Cetak : Surat kabar
Sejarah
media modern bermula dari buku cetak. Meskipun pada awalnya upaya pencetakan
buku hanyalah merupakan upaya penggunaan alat untuk memproduksi teks.
Kemudian perkembangan buku cetak
mengalami perubahan dari segi isi dengan munculnya brosur dan pamflet politik
dan agama yang ditulis dalam bahasa daerah pada abad pertengahan.
Setelah dua ratus tahun ditemukannya
percetakan, barulah apa yang sekarang ini dikenal sebagai surat kabar. Dalam
kenyataan, surat adalah bentuk awal dari surat kabar. Munculnya surat kabar
merupakan pengembangan suatu kegiatan yang sudah lama berlangsung dalam dunia
diplomasi dan lingkungan dunia usaha.
Surat kabar pada masa awal dicirikan
oleh: wujud yang tetap, bersifat komersial (dijual secara bebas), bertujuan banyak
(memberi informasi, mencatat, menyajikan advertensi, hiburan, dan desas desus),
bersifat umum dan terbuka.
Pada abad 17 surat kabar komersial
muncul sebagai akibat kerja sama antara pihak percetakan dengan pihak penerbit.
Pada masa ini ada surat kabar resmi yang dikeluarkan oleh raja atau pemerintah
yang fungsinya selain memberikan informasi kepada masyarakat juga berfungsi
sebagai terompet penguasa atau alat pemerintah.
Surat kabar komersial merupakan ragam
yagn sangat berpengaruh dalam proses pembentukan institusi surat kabar. Bila
ditelusuri kembali, akan tampak bahwa pengaruh surat kabar komersial merupakan
tonggak penting dalam sejarah komunikasi, karena sejak itu pola pelayanan ke
para anggota masyarakat yang tidak dikenal/anonym, bukannya merupakan alat
propaganda raja/penguasa.
Dalam konteks di atas, surat kabar
memiliki kadar inovasi yang lebih tinggi daripada buku cetak, meskipun pada
masa itu pandangan yang muncul tidak seperti itu.
Kekhususan surat kabar pada masa itu
terletak pada induvidualismenya, orientasi pada kenyataan, kegunaan, dan
kecocokannya dengan tuntutan kebutuhan kelas sosial baru, jaitu kebutuhan para
usahawan kota dan orang profesional.
Kualitas kebaruannya bukan terletak pada
unsur teknologi atau distribusinya, melainkan pada fungsinya yang tepat bagi
kelas social tertentu yang berada dalam iklim kehidupan yang berubah dan
suasana yang secara social dan politis lebih bersifat permisif.
Surat kabar modern muncul pada akhir
abad 19 yang didorong oleh beberapa faktor, yaitu munculnya kelas sosial
kapitalis yang relatif bersifat progresif sehingga mendorong lahirnya badan
usaha profesional, adanya perubahan sosial dn teknologi yang menghendaki adanya
sistem kerja pers nasional dan regional yang menyuguhkan informasi yang berkualitas
tinggi.
Ciri utama surat kabar pada masa itu
adalah : ketidaktergantungan formal pada pemerintah dan kelompok vested
interest; penerimaan ke dalam struktur masyarakat sebagai institusi utama dalam
kehidupan sosial politik; tanggung jawab sosial dan etis yang tinggi; munculnya
profesi kewartawanan yang melaporkan peristiwa secara obyektif, penerapan
pemberi pendapat dan pembentuk pendapat secara bersamaan, dan kecenderungan
mengaitkan diri dengan “kepentingan nasional secara berulang-ulang.
Surat kabar disebut juga pers mengalami
dinamika dalam era perubahan-perubahan di masyarakat. Sehubungan dengan hal
tersebut, dinamika surat kabar atau pers tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pers sebagai lawan
Sejak awal perkembangannya surat kabar
sudah menjadi lawan nyata atau musuh penguasa mapan. Secara khusus, surat kabar
juga memiliki persepsi diri demikian. Citra pers yang dominan dalam sejarah
selalu dikaitkan dengan pemberian hukuman terhadap pengusaha percetakan,
penyunting dan wartawan, perjuangan untuk memperoleh kebebasan penerbitan,
berbagai kegiatan surat kabar untuk mendapatkan kemerdekaan, demokrasi dan
hak-hak kelas pekerja, serta peran yang dimainkan oleh pers bawah tanah di
bawah penindasan perintahan dictator dan kekuatan negara asing. Di sisi lain,
penguasa mapan biasanya membalas persepsi diri surat kabar tersebut di atas.
Oleh karena itu, terjadilah suasana yang menegangkan dan tidak menyenangkan.
Surat kabar sebenarnya seringkali berada pada posisi lemah dan sangat mudah
ditundukkan oleh penguasa/kekuasaan.
Sekarang ini institusionalisasi pers
dalam sistem pasar berfungsi sebagai alat pengendali, sehingga surat kabar
modern sebagai badan usaha besar justru menjadi lemah dalam menghadapi semakin
besarnya dan banyaknya tekanan dan campur tangan dibandingkan dengan surat
kabar waktu dulu yang bersifat lebih sederhana.
2. Munculnya public pembaca surat kabar
Melebarnya jangkauan surat kabar dari
lingkungan masyarakat elit terdidik dan usahawan ke masyarakat luas merupakan
ciri umum sejarah perkembangan pers pada banyak negara. Meskipun demikian,
terdapat banyak pertentangan pendapat berkenaan dengan penyebab pelebaran
jangkauan tersebut.
Hal ini menyangkut apakah pelebaran
jangkauan suat kabar tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan tingkat melek huruf,
kemajuan teknologi, atau apakah karena adanya penurunan biaya dan kebutuhan
masyarakat.
Berapa Negara mengakui besarnya
penetrasi surat kabar sampai pada masa usainya PD I. Jumlah pembaca surat kabar
pada beberapa Negara sangat bervariasi. Hal tersebut ada hubungannya dengan
munculnya stasiun siaran yang tampaknya mengganggu perkembangan surat kabar.
3. Perkembangan pers politik
Keterlibatan surat kabar dalam gerakan
politik atau pada masa terjadinya krisis nasional merefleksikan aspek peran dan
fungsi yang berbeda serta merupakan rangsangan yang menunjang perkembangan
surat kabar yang berdinamika.
Dengan memahami awal perkembangan
penerbitan pers, tidaklah sesuatu yang mengherankan melihat perkembangan pers
selanjutnya, yang kemudian menjadi alat yang dimanfaatkan demi kepentingan
partai dan propaganda politik.
Surat kabar partai sebagai salah satu
ragam surat kabar institusional telah sangat berbeda dengan ragam pers
komersial lainnya, baik sebagai suatu ide maupun sebagai badan usaha yang
aktif. Surat kabar komersial mengembangkan dirinya sebagai surat kabar yang
lebih objektif dan menyenangkan, dan kurang bersifat manipulatif. Semua itu
semakin menarik minat pembaca dari waktu ke waktu. Meskipun demikian, konsep
pers partai masih memperoleh kedudukan sebagai suatu komponen dalam demokrasi
politik dan berperan sebagai jembatan konsepsi yang berkenaan dengan peraturan
pers di Eropa Tengah dan Timur yang mempertahankan keberadaan surat kabar
partai, meskipun tujuan kompetisi politik tidak tercapai.
Di Eropa Barat, surat kabar partai
terbukti bertahan dan mempunyai ciri-ciri tidak tergantung pada pemerintah
(meskipun ia mendapat bantuan modal dari pemerintah), diterbitkan secara
profesional, serius dan bertujuan untuk membentuk pendapat umum. Berdasarkan
ciri-ciri tersebut, dapatlah dikatakan bahwa surat kabar partai tidak jauh
berbeda dengan surat kabar liberal, meskipun keunikannya terletak pada
kedekatannya dengan pembacanya yang diikat oleh kesetiaan pada partai,
seksionalismenya, dan fungsi mobilisasi dalam mencapai tujuan partai.
4. Surat kabar borjuis
sebagai cikal bakal pers modern
Surat
kabar akhir abad 19 merupakan cikal bakal pers modern. Alasan mengapa dikatakan
demikian adalah, adanya bukti yang tampaknya memberikan sumbangan besar terhadap
konsep menyangkut apa dan bagaimana seharusnya surat kabar. Fase sejarah surat
kabar borjuis, yang bermula dari tahun 1850 sampai akhir abar 19 merupakan
produk beberapa peristiwa dan suasana, yaitu kemenangan liberalisme dan akhir
dari sensor langsung atau beban fiskal, lahirnya kelas sosial kapitalis yang
secara sosial bersikap progresif dan beberapa profesi lainnya, sehingga
mendorong lahirnya badan usaha professional, banyaknya perubahan sosial dan
teknologi yang menghendaki adanya system kerja pers regional dan nasional yang
menyuguhkan informasi yang bermutu tinggi.
Ciri-ciri
utama elit pers baru yang berperan pada kurun waktu tersebut adalah:
a. Ketidaktergantungan formal pada pemerintah dan vested
interests;
b. Penerimaan ke dalam struktur masyarakat sebagai institusi
utama dalam kehidupan social dan politik;
c. Tanggung jawab dan etis yang tingg;
d. Munculnya profesi kewartawanan yang menerapkan pelaporan
peristiwa secara objektif;
e. Penerapan peran pemberi pendapat dan pembentuk pendapat
secara bersamaan;
f. Kecenderungan mengaitkan diri dengan konsep kepentingan
nasional secara berulangkali.
Banyak
pandangan tentang apa dan bagaimana sebenarnya pers yang baik atau elit
berkaitan dengan beberapa gagasan tersebut di atas. Gagasan tersebut juga
berperan sebagai dasar tolok ukur bagi upaya kritik terhadap ragam pers yang
menyimpang dari ragam pers ideal, baik karena ragam pers yang menyimpang itu
terlalu bersifat penurut/partisan maupun karena ia terlalu bersifat
sensational.
5. Komersialisasi surat
kabar
Munculnya
surat kabar komersial atau surat kabar massa disebabkan karena dua alasan :
1) Sistem kerjanya sebagai badan usaha pencari keuntungan
diwarnai oleh sikap monopolistis.
2) Ketergantungannya yang sangat besar pada pemasukan yang
bersumber
dari periklanan.
Dari kedua
alasan tersebut di atas, alasan kedualah yang paling banyak membuka kemungkinan
dan memberi harapan terbentuknya masyarakat pembaca yang begitu luas. Tujuan
komersial adalah dasar yang secara tidak langsung memberikan pengaruh besar
terhadap isi surat kabar dan membuat aspek-aspeknya lebih bersifat populis dan
lebih menunjang dunia usaha, konsumerisme, dan persaingan bebas.
Munculnya
ragam surat kabar baru yang merupakan akibat dari kecenderungan komersialisasi,
yaitu surat kabar yagn mempunyai ciri-ciri :
a. lebih ringan dan menghibur serta menekankan human
interest
b. penyajiannya menyangkut kejahatan, tindak kekerasan
skandal dan tokoh
penting lebih
bersifat sensasional
c.
masyarakat pembacanya sangat luas dan
sebagian besar terdiri dari kelompok orang berpenghasilan rendah dan eklompok
berpendidikan.
b. Film
Meskipun film sebagai penemuan teknologi baru
telah muncul pada akhir abad 19, tetapi apa yang dapat diberikannya sebenarnya
tidak terlalu baru dilihat dari segi isi atau fungsinya.
Film berperan sebagai sarana baru yang
digunakan untuk menyebarkan hiburan serta menyajikan cerita, peristiwa, musik,
drama, komedi kepada masyarakat. Kehadiran film sesungguhnya sebagian merupakan
respons terhadap kenyataan adanya waktu luang di luar jam kerja dan jawaban terhadap
kebutuhan menikmati waktu senggang bagi seluruh anggota keluarga.
Ada 3 hal yang terlihat dalam
perkembangan sejarah film sebagai berikut:
Pertama;
pemanfaatan film sebagai alat propaganda. Tema ini penting terutama dalam
kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan nasional dan masyarakat. Hal ini
berkaitan dengan pandangan yang menilai bahwa film memiliki jangkauan,
realisme, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. Upaya membaurkan
pengembagnan pesan dengan hiburan memang sudah lama diterapkan dalam
kesusasteraan dan drama, numun unsure-unsur baru dalam film memiliki kelebihan
dalam dalam segi kemampuannnya menjangkau sekian banyak orang dalam waktu yang cepat dan kemamuannya memanipulasi
kenyataan yang tampak dengan pesan fotografis, tanpa kehilangan keredibilitas.
Kedua;
munculnya beberapa aliran seni film, dan
Ketiga; munculnya aliran
film dokumentasi sosial. Kedua kecenderungan terakhir ini merupakan
penyimpangan dalam pengertian bahwa keduanya hanya menjangkau minoritas
penduduk dan berorientasi realisme. Keduanya juga mempunyai kaitan dengan tema
“film sebagai alat propaganda”, meskipun hal itu terjadi secara kebetulan.
Keduanya pun seringkali menimbulkan krisis social di beberapa Negara.
c. Radio dan Televisi
Radio dan
televisi adalah media massa yang muncul belakangan yang lahir karena adanya
beberapa penemuan teknologi telepon, telegraf, fotografi, dan rekaman suara.
Inovasi terpenting yang terdapat pada
radio dan televisi ialah kemampuannya dalam menyajikan komentar atau pengamatan
langsung pada saat suatu kejadian berlangsung.
Hal penting yang perlu diketahui adalah
kenyataan yang menunjukkan bahwa radio pada awalnya merupakan teknologi yang
mencari kegunaan, bukan sesuatu yang lahir sebagai respon terhadap suatu
kebutuhan pelayanan baru. Singkatnya, radio pada mulanya hanya merupakan
teknologi, setelah itu barulah radio berperan sebagai alat pelayanan, demikian
pula halnya televise yang pada mulanya dipandang sebagai barang mainan atau
sesuatu yang baru daripada sebagai suatu penemuan serius atau sesuatu yang
memberikan sumbangan bagi kehidupan social.
Inovasi terpenting yang terdapat pada
radio dan televisilah kemampuan menyajikan komentar atau pengamatan langsung
pada saat suatu kejadian berlangsung. Namun demikian, karena banyak kejadian
penting yang perlu diketahui oleh public telah direncanakan sebelumnya, maka
penambahan kadar aktualitasnya juga terbatas.
Hal penting lainnya dari sejarah radio
dan televisi adalah ketatnya peraturan, pengendalian atau pemberian izin yang
diberikan oleh penguasa. Hal penting lainnya adalah, pola distribusi siaran
radio dan televise yang terpusat dan keterkaitan televisi nasional dengan
kehidupan politik serta pusat kekuasaan dalam masyarakat.
d. Media Elektronik Baru
Perangkat media elektronik baru mencakup
beberapa sistem teknologi: sistem transmisi (melalui kabel atau satelit),
sistem penyimpanan pencarian informasi, sistem penyajian gambar (dengan
menggunakan kombinasi teks dan grafik), dan sistem pengendalian (dengan
komputer).
Ciri-ciri utama media baru ini yang
membuatnya berbeda dengn media lama adalah:
1.
Desentralisasi. Artinya
pengadaan dan pemilihan berita tidak lagi sepenuhnya berada di tangan pemasok
komunikasi/komunikator;
2.
Kemampuan tinggi. Artinya
pengantaraan melalui kabel dan satelit;
3.
Komunikasi timbal balik (interaktif);
artinya komunikan/penerima dapat memilih dn menjawab kembali, menukar informasi
dan dihubungkan dengan penerima lainnya secara langsung; dan
4.
fleksibilitas
atau kelenturan bentuk, isi, dan penggunaan.
C. Munculnya Publik Media Massa
Secara umum, pada mulanya, batasan publik media massa
lebih banyak dibentuk secara langsung oleh: (a) media massa itu sendiri, (b)
kondisi sosial dan budaya, (c) serta ciri-ciri intrinsik pelbagai teknologi
yang berbeda. Namun di sisi dalam perkembangan selanjutnya, pengetahuan umum
yang kita peroleh dan pengalaman pribadi, pada kenyataannya memegang peranan
penting dalam membentuk konsep kita tentang batasan media massa. Setiap media
massa cenderung mempunyai tempat dalam ”peta mental” kita di mana kita
menempatkannya dengan batasan: (a) citra tersendiri, (b) serangkaian asosiasi,
(c) harapan terhadap fungsi dan kegunaan.
Selain itu, sifat kompleksifitas perkembangan media,
terutama dengan lahirnya media terkini (Internet dan Seluler), batasan publik
terhadap media massa menjadi semakin rumit. Adakalanya media massa sudah
menentukan publiknya yang disebut dengan batasan yang dipaksakan ”dari atas”.
Sementara realitas yang ada, batasan publik terbentuk ”dari bawah”. Misalnya,
batasan publik antara surat kabar serius dengan surat kabar pop, program
televisi serius dengan yang bersifat hiburan, dan sebagainya.
Batasan publik media massa tersebut dapat dianalogikan
sebagai ”dua sisi mata uang” dengan melandaskan pada beberapa pertimbangan
sebagai berikut:
a. Seleksi (pemilihan)
dan aksentuasi (penentuan) isi dari pelbagai fenomena kompleks yang ada dalam
realitas empiris.
b. Unsur budaya dan
institusional penting pada suatu media tertentu.
c. Pengalaman dan
persepsi publik terhadap media massa.
d. Adanya perbedaan
konvensi sosial dan budaya antara publik dan media massa.
e. Kebiasaan profesional
dan organisasional.
f. Cara distribusi setiap
media massa.
D. Komponen Citra Media dari Berbagai Sisi
Penentuan komponen citra media, secara khusus menurut McQuail
(1989:20-27) berkaitan dengan: (a) hubungan antara media dengan negara, antara
masyarakat dengan kebudayaan, (b) pengorganisasian produksi dan distribusi, (c)
variasi tipe isi, (d) cara penggunaannya oleh khalayak, (e) hubungan antara
khalayak dengan komunikator, (f) kedudukan dalam konteks sosialnya.
Berdasarkan penentuan komponen citra media tersebut,
kedudukan media massa dapat ditinjau dari beberapa dimensi sebagai berikut:
1. Dimensi Politik
Berkenaan dengan pelbagai kecenderungan otoritas
eksternal untuk membatasi atau mengatur media, dan juga berkenaan dengan
kecenderungan media yang dapat bersikap konformis atau kritis terhadap otoritas
yang mapan.
2. Dimensi Normatif
Berkenaan dengan nilai-nilai sosial dan budaya, serta
mencakup tiga dimensi yang berbeda. Yang pertama berkenaan dengan
kualitas moral dan kadar keseriusan isi dalam pengertian bahwa suatu isi yang
lazim dapat bersifat “mengembangkan” atau “menyenangkan” dan “berat” atau
“ringan”. Kedua berkenaan dengan orientasi terhadap kenyataan
atau fantasi, tergantung pada apakah isinya dianggap sesuai dengan keadaan masa
sekarang ataukah terlepas dari kenyataan yang ada dan menciptakan suatu
“kenyataannya” sendiri. Dimensi ketiga ialah dimensi estetis atau
budaya, yang bertalian dengan masalah penentuan kadar seni yang terkandung
dalam isi maupun bentuk (dengan memperhatikan perbedaan antara budaya “tinggi”
dengan budaya “massa”).
3. Dimensi Komponen
Organisasi dan Teknologi
Pertama menyangkut tekanan utamanya dalam hal
perorganisasian: apakah terletak pada pesan, produksi, ataukah pada distribusi.
Kedua berkenaan dengan kompleksitas teknologi yang terkait apakah
citra dab kenyataannya memang merupakan teknologi tinggi? Ketiga,
apakah pengertian profesi orang-orang yang bekerja pada media tersebut? Apakah
definisinya sudah jelas? Ataukah masih kabur dan masih beraneka ragam?
4. Dimensi yang Berkaitan
dengan Kondisi Distribusi, Penerimaan, dan Pemakaian
Mengacu pada wujud tindakan atau pengalaman yang lazimnya
dialami oleh pemakai.
5. Dimensi Menyangkut
Hubungan Pengirim dan Penerima
Pertama ialah adanya tumpang tindih antara
pengalaman individual dengan pengalaman kolektif dalam segi pemakaian. Kedua
menyangkut sejauh mana eratnya hubungan dengan sumber. Ketiga
berkenaan dengan posisi pengirim ditinjau dari sudut penerima. Keempat
ialah dimensi ‘interaktivitas’ (kegiatan timbal-balik), yakni besar atau
kecilnya kesempatan yang diciptakan oleh media untuk memungkinkan adanya
komunikasi timbal-balik antara pengirim dan penerima.
Sementara pada media massa baru, seperti Internet dan
Selular, memliki dimensi yang berbeda, yaitu:
- Dari segi dimensi
politik, media massa baru merupakan sarana pengantar
bukannya sarana penyiaran, dan kurang memiliki fungsi penyuntingan. Pada
gilirannya akan mengundang kontrol pemerintah.
- Dari segi dimensi
normatif, media massa interaktif cenderung termasuk dalam
kategori hiburan, memberi tekanan pada pesan dan distribusi, bukannya pada
produksi, serta kurang memperhatikan masalah pengarang dan
profesionalisme.
- Dari segi dimensi
seleksi isi, bersifat menyeluruh dan dibuat dalam berbagai
bentuk paket penyediaan yang dikelola dari jarak jauh dan tanpa tujuan. Penerima
mempunyai kebebasan penuh dan kurang dibatasi oleh keterikatan ruang dan
waktu.
- Dari segi dimensi
hubungan sosial, penerimaan bersifat pribadi dan
memiliki potensi interaksi meskipun lemah dalam hal keterlibatan dengan
sumber.
Daftar Pustaka
McQuail, Dennis, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Edisi Kedua,
Alih Bahasa: Agus Dharma & Aminuddin Ram, Erlangga, Jakarta, 1989.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar