Selasa, 17 April 2018

Bidang Kajian Komunikasi Massa

Bidang Kajian Komunikasi Massa
Dosen: Dr. Ispawati Asri, MM

Sekolah Tinggi Agama HIndu Dharma Nusantara Jakarta


 
 Menurut Denis McQuail (1989:3-27), komunikasi massa merupakan suatu obyek studi dapat dipahami melalui empat bidang kajian, yaitu:
1.    Pentingnya media massa
2.    Sejarah munculnya media massa
3.    Munculnya publik media massa
4.    Komponen citra media dari berbagai sisi
Adapun uraian dan penjelasannya adalah sebagai berikut:

A. Pentingnya Media Massa

Pada saat ini peran media massa semakin penting sebagai suatu institusi di dalam masyarakat. Terdapat beberapa asumsi yang mendasari pentingnya media massa sebagai berikut :
  1. Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang, dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait.
Media juga merupakan industri sendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan industri tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya.
  1. Media massa merupakan sumber kekuatan, yaitu sebagai alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumberdaya lainnya.
  2. Media merupakan lokasi atau forum yang semakin berperan untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bersifat nasional maupun internasional.
  3. Media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tatacara, mode, gaya hidup dan norma-norma.
  4. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Dalam hal ini media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.    

B. Sejarah Munculnya Media Massa      

a. Media Cetak : Surat kabar

Sejarah media modern bermula dari buku cetak. Meskipun pada awalnya upaya pencetakan buku hanyalah merupakan upaya penggunaan alat untuk memproduksi teks.
Kemudian perkembangan buku cetak mengalami perubahan dari segi isi dengan munculnya brosur dan pamflet politik dan agama yang ditulis dalam bahasa daerah pada abad pertengahan.
Setelah dua ratus tahun ditemukannya percetakan, barulah apa yang sekarang ini dikenal sebagai surat kabar. Dalam kenyataan, surat adalah bentuk awal dari surat kabar. Munculnya surat kabar merupakan pengembangan suatu kegiatan yang sudah lama berlangsung dalam dunia diplomasi dan lingkungan dunia usaha.
Surat kabar pada masa awal dicirikan oleh: wujud yang tetap, bersifat komersial (dijual secara bebas), bertujuan banyak (memberi informasi, mencatat, menyajikan advertensi, hiburan, dan desas desus), bersifat umum dan terbuka.
Pada abad 17 surat kabar komersial muncul sebagai akibat kerja sama antara pihak percetakan dengan pihak penerbit. Pada masa ini ada surat kabar resmi yang dikeluarkan oleh raja atau pemerintah yang fungsinya selain memberikan informasi kepada masyarakat juga berfungsi sebagai terompet penguasa atau alat pemerintah.
Surat kabar komersial merupakan ragam yagn sangat berpengaruh dalam proses pembentukan institusi surat kabar. Bila ditelusuri kembali, akan tampak bahwa pengaruh surat kabar komersial merupakan tonggak penting dalam sejarah komunikasi, karena sejak itu pola pelayanan ke para anggota masyarakat yang tidak dikenal/anonym, bukannya merupakan alat propaganda raja/penguasa. 
Dalam konteks di atas, surat kabar memiliki kadar inovasi yang lebih tinggi daripada buku cetak, meskipun pada masa itu pandangan yang muncul tidak seperti itu.
Kekhususan surat kabar pada masa itu terletak pada induvidualismenya, orientasi pada kenyataan, kegunaan, dan kecocokannya dengan tuntutan kebutuhan kelas sosial baru, jaitu kebutuhan para usahawan kota dan orang profesional.
Kualitas kebaruannya bukan terletak pada unsur teknologi atau distribusinya, melainkan pada fungsinya yang tepat bagi kelas social tertentu yang berada dalam iklim kehidupan yang berubah dan suasana yang secara social dan politis lebih bersifat permisif.
Surat kabar modern muncul pada akhir abad 19 yang didorong oleh beberapa faktor, yaitu munculnya kelas sosial kapitalis yang relatif bersifat progresif sehingga mendorong lahirnya badan usaha profesional, adanya perubahan sosial dn teknologi yang menghendaki adanya sistem kerja pers nasional dan regional yang menyuguhkan informasi yang berkualitas tinggi.
Ciri utama surat kabar pada masa itu adalah : ketidaktergantungan formal pada pemerintah dan kelompok vested interest; penerimaan ke dalam struktur masyarakat sebagai institusi utama dalam kehidupan sosial politik; tanggung jawab sosial dan etis yang tinggi; munculnya profesi kewartawanan yang melaporkan peristiwa secara obyektif, penerapan pemberi pendapat dan pembentuk pendapat secara bersamaan, dan kecenderungan mengaitkan diri dengan “kepentingan nasional secara berulang-ulang.
Surat kabar disebut juga pers mengalami dinamika dalam era perubahan-perubahan di masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, dinamika surat kabar atau pers tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pers sebagai lawan
Sejak awal perkembangannya surat kabar sudah menjadi lawan nyata atau musuh penguasa mapan. Secara khusus, surat kabar juga memiliki persepsi diri demikian. Citra pers yang dominan dalam sejarah selalu dikaitkan dengan pemberian hukuman terhadap pengusaha percetakan, penyunting dan wartawan, perjuangan untuk memperoleh kebebasan penerbitan, berbagai kegiatan surat kabar untuk mendapatkan kemerdekaan, demokrasi dan hak-hak kelas pekerja, serta peran yang dimainkan oleh pers bawah tanah di bawah penindasan perintahan dictator dan kekuatan negara asing. Di sisi lain, penguasa mapan biasanya membalas persepsi diri surat kabar tersebut di atas. Oleh karena itu, terjadilah suasana yang menegangkan dan tidak menyenangkan. Surat kabar sebenarnya seringkali berada pada posisi lemah dan sangat mudah ditundukkan oleh penguasa/kekuasaan.
Sekarang ini institusionalisasi pers dalam sistem pasar berfungsi sebagai alat pengendali, sehingga surat kabar modern sebagai badan usaha besar justru menjadi lemah dalam menghadapi semakin besarnya dan banyaknya tekanan dan campur tangan dibandingkan dengan surat kabar waktu dulu yang bersifat lebih sederhana.
2. Munculnya public pembaca surat kabar
Melebarnya jangkauan surat kabar dari lingkungan masyarakat elit terdidik dan usahawan ke masyarakat luas merupakan ciri umum sejarah perkembangan pers pada banyak negara. Meskipun demikian, terdapat banyak pertentangan pendapat berkenaan dengan penyebab pelebaran jangkauan tersebut.
Hal ini menyangkut apakah pelebaran jangkauan suat kabar tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan tingkat melek huruf, kemajuan teknologi, atau apakah karena adanya penurunan biaya dan kebutuhan masyarakat. 
Berapa Negara mengakui besarnya penetrasi surat kabar sampai pada masa usainya PD I. Jumlah pembaca surat kabar pada beberapa Negara sangat bervariasi. Hal tersebut ada hubungannya dengan munculnya stasiun siaran yang tampaknya mengganggu perkembangan surat kabar.
3. Perkembangan pers politik
Keterlibatan surat kabar dalam gerakan politik atau pada masa terjadinya krisis nasional merefleksikan aspek peran dan fungsi yang berbeda serta merupakan rangsangan yang menunjang perkembangan surat kabar yang berdinamika.
Dengan memahami awal perkembangan penerbitan pers, tidaklah sesuatu yang mengherankan melihat perkembangan pers selanjutnya, yang kemudian menjadi alat yang dimanfaatkan demi kepentingan partai dan propaganda politik.
Surat kabar partai sebagai salah satu ragam surat kabar institusional telah sangat berbeda dengan ragam pers komersial lainnya, baik sebagai suatu ide maupun sebagai badan usaha yang aktif. Surat kabar komersial mengembangkan dirinya sebagai surat kabar yang lebih objektif dan menyenangkan, dan kurang bersifat manipulatif. Semua itu semakin menarik minat pembaca dari waktu ke waktu. Meskipun demikian, konsep pers partai masih memperoleh kedudukan sebagai suatu komponen dalam demokrasi politik dan berperan sebagai jembatan konsepsi yang berkenaan dengan peraturan pers di Eropa Tengah dan Timur yang mempertahankan keberadaan surat kabar partai, meskipun tujuan kompetisi politik tidak tercapai.
Di Eropa Barat, surat kabar partai terbukti bertahan dan mempunyai ciri-ciri tidak tergantung pada pemerintah (meskipun ia mendapat bantuan modal dari pemerintah), diterbitkan secara profesional, serius dan bertujuan untuk membentuk pendapat umum. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, dapatlah dikatakan bahwa surat kabar partai tidak jauh berbeda dengan surat kabar liberal, meskipun keunikannya terletak pada kedekatannya dengan pembacanya yang diikat oleh kesetiaan pada partai, seksionalismenya, dan fungsi mobilisasi dalam mencapai tujuan partai.
4. Surat kabar borjuis sebagai cikal bakal pers modern
Surat kabar akhir abad 19 merupakan cikal bakal pers modern. Alasan mengapa dikatakan demikian adalah, adanya bukti yang tampaknya memberikan sumbangan besar terhadap konsep menyangkut apa dan bagaimana seharusnya surat kabar. Fase sejarah surat kabar borjuis, yang bermula dari tahun 1850 sampai akhir abar 19 merupakan produk beberapa peristiwa dan suasana, yaitu kemenangan liberalisme dan akhir dari sensor langsung atau beban fiskal, lahirnya kelas sosial kapitalis yang secara sosial bersikap progresif dan beberapa profesi lainnya, sehingga mendorong lahirnya badan usaha professional, banyaknya perubahan sosial dan teknologi yang menghendaki adanya system kerja pers regional dan nasional yang menyuguhkan informasi yang bermutu tinggi.
Ciri-ciri utama elit pers baru yang berperan pada kurun waktu tersebut adalah:
a.    Ketidaktergantungan formal pada pemerintah dan vested interests;
b.    Penerimaan ke dalam struktur masyarakat sebagai institusi utama dalam kehidupan social dan politik;
c.    Tanggung jawab dan etis yang tingg;
d.    Munculnya profesi kewartawanan yang menerapkan pelaporan peristiwa  secara objektif;
e.    Penerapan peran pemberi pendapat dan pembentuk pendapat secara bersamaan;
f.     Kecenderungan mengaitkan diri dengan konsep kepentingan nasional secara berulangkali.
Banyak pandangan tentang apa dan bagaimana sebenarnya pers yang baik atau elit berkaitan dengan beberapa gagasan tersebut di atas. Gagasan tersebut juga berperan sebagai dasar tolok ukur bagi upaya kritik terhadap ragam pers yang menyimpang dari ragam pers ideal, baik karena ragam pers yang menyimpang itu terlalu bersifat penurut/partisan maupun karena ia terlalu bersifat sensational.
5. Komersialisasi surat kabar
Munculnya surat kabar komersial atau surat kabar massa disebabkan karena dua alasan :
1)    Sistem kerjanya sebagai badan usaha pencari keuntungan diwarnai oleh sikap monopolistis.
2)    Ketergantungannya yang sangat besar pada pemasukan yang bersumber
dari periklanan.                             
Dari kedua alasan tersebut di atas, alasan kedualah yang paling banyak membuka kemungkinan dan memberi harapan terbentuknya masyarakat pembaca yang begitu luas. Tujuan komersial adalah dasar yang secara tidak langsung memberikan pengaruh besar terhadap isi surat kabar dan membuat aspek-aspeknya lebih bersifat populis dan lebih menunjang dunia usaha, konsumerisme, dan persaingan bebas.
Munculnya ragam surat kabar baru yang merupakan akibat dari kecenderungan komersialisasi, yaitu surat kabar yagn mempunyai ciri-ciri :
a.    lebih ringan dan menghibur serta menekankan human interest
b.    penyajiannya menyangkut kejahatan, tindak kekerasan skandal dan tokoh
penting lebih bersifat sensasional
c.    masyarakat pembacanya sangat luas dan sebagian besar terdiri dari kelompok orang berpenghasilan rendah dan eklompok berpendidikan.

 

b. Film

 Meskipun film sebagai penemuan teknologi baru telah muncul pada akhir abad 19, tetapi apa yang dapat diberikannya sebenarnya tidak terlalu baru dilihat dari segi isi atau fungsinya.
Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, komedi kepada masyarakat. Kehadiran film sesungguhnya sebagian merupakan respons terhadap kenyataan adanya waktu luang di luar jam kerja dan jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu senggang bagi seluruh anggota keluarga.
Ada 3 hal yang terlihat dalam perkembangan sejarah film sebagai berikut:
Pertama; pemanfaatan film sebagai alat propaganda. Tema ini penting terutama dalam kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan nasional dan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan pandangan yang menilai bahwa film memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. Upaya membaurkan pengembagnan pesan dengan hiburan memang sudah lama diterapkan dalam kesusasteraan dan drama, numun unsure-unsur baru dalam film memiliki kelebihan dalam dalam segi kemampuannnya menjangkau sekian banyak orang dalam waktu yang cepat dan kemamuannya memanipulasi kenyataan yang tampak dengan pesan fotografis, tanpa kehilangan keredibilitas.
Kedua; munculnya beberapa aliran seni film, dan
Ketiga; munculnya aliran film dokumentasi sosial. Kedua kecenderungan terakhir ini merupakan penyimpangan dalam pengertian bahwa keduanya hanya menjangkau minoritas penduduk dan berorientasi realisme. Keduanya juga mempunyai kaitan dengan tema “film sebagai alat propaganda”, meskipun hal itu terjadi secara kebetulan. Keduanya pun seringkali menimbulkan krisis social di beberapa Negara.

c. Radio dan Televisi        
Radio dan televisi adalah media massa yang muncul belakangan yang lahir karena adanya beberapa penemuan teknologi telepon, telegraf, fotografi, dan rekaman suara.
Inovasi terpenting yang terdapat pada radio dan televisi ialah kemampuannya dalam menyajikan komentar atau pengamatan langsung pada saat suatu kejadian berlangsung.  
Hal penting yang perlu diketahui adalah kenyataan yang menunjukkan bahwa radio pada awalnya merupakan teknologi yang mencari kegunaan, bukan sesuatu yang lahir sebagai respon terhadap suatu kebutuhan pelayanan baru. Singkatnya, radio pada mulanya hanya merupakan teknologi, setelah itu barulah radio berperan sebagai alat pelayanan, demikian pula halnya televise yang pada mulanya dipandang sebagai barang mainan atau sesuatu yang baru daripada sebagai suatu penemuan serius atau sesuatu yang memberikan sumbangan bagi kehidupan social.
Inovasi terpenting yang terdapat pada radio dan televisilah kemampuan menyajikan komentar atau pengamatan langsung pada saat suatu kejadian berlangsung. Namun demikian, karena banyak kejadian penting yang perlu diketahui oleh public telah direncanakan sebelumnya, maka penambahan kadar aktualitasnya juga terbatas.
Hal penting lainnya dari sejarah radio dan televisi adalah ketatnya peraturan, pengendalian atau pemberian izin yang diberikan oleh penguasa. Hal penting lainnya adalah, pola distribusi siaran radio dan televise yang terpusat dan keterkaitan televisi nasional dengan kehidupan politik serta pusat kekuasaan dalam masyarakat.
 
d. Media Elektronik Baru
Perangkat media elektronik baru mencakup beberapa sistem teknologi: sistem transmisi (melalui kabel atau satelit), sistem penyimpanan pencarian informasi, sistem penyajian gambar (dengan menggunakan kombinasi teks dan grafik), dan sistem pengendalian (dengan komputer).
Ciri-ciri utama media baru ini yang membuatnya berbeda dengn media lama adalah:
1.    Desentralisasi. Artinya pengadaan dan pemilihan berita tidak lagi sepenuhnya berada di tangan pemasok komunikasi/komunikator;
2.    Kemampuan tinggi. Artinya pengantaraan melalui kabel dan satelit;
3.    Komunikasi timbal balik (interaktif); artinya komunikan/penerima dapat memilih dn menjawab kembali, menukar informasi dan dihubungkan dengan penerima lainnya secara langsung; dan
4.    fleksibilitas atau kelenturan bentuk, isi, dan penggunaan.  

C. Munculnya Publik Media Massa         
Secara umum, pada mulanya, batasan publik media massa lebih banyak dibentuk secara langsung oleh: (a) media massa itu sendiri, (b) kondisi sosial dan budaya, (c) serta ciri-ciri intrinsik pelbagai teknologi yang berbeda. Namun di sisi dalam perkembangan selanjutnya, pengetahuan umum yang kita peroleh dan pengalaman pribadi, pada kenyataannya memegang peranan penting dalam membentuk konsep kita tentang batasan media massa. Setiap media massa cenderung mempunyai tempat dalam ”peta mental” kita di mana kita menempatkannya dengan batasan: (a) citra tersendiri, (b) serangkaian asosiasi, (c) harapan terhadap fungsi dan kegunaan.
Selain itu, sifat kompleksifitas perkembangan media, terutama dengan lahirnya media terkini (Internet dan Seluler), batasan publik terhadap media massa menjadi semakin rumit. Adakalanya media massa sudah menentukan publiknya yang disebut dengan batasan yang dipaksakan ”dari atas”. Sementara realitas yang ada, batasan publik terbentuk ”dari bawah”. Misalnya, batasan publik antara surat kabar serius dengan surat kabar pop, program televisi serius dengan yang bersifat hiburan, dan sebagainya.
Batasan publik media massa tersebut dapat dianalogikan sebagai ”dua sisi mata uang” dengan melandaskan pada beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a.    Seleksi (pemilihan) dan aksentuasi (penentuan) isi dari pelbagai fenomena kompleks yang ada dalam realitas empiris.
b.    Unsur budaya dan institusional penting pada suatu media tertentu.
c.    Pengalaman dan persepsi publik terhadap media massa.
d.    Adanya perbedaan konvensi sosial dan budaya antara publik dan media massa.
e.    Kebiasaan profesional dan organisasional.
f.     Cara distribusi setiap media massa.


D. Komponen Citra Media dari Berbagai Sisi
Penentuan komponen citra media, secara khusus menurut McQuail (1989:20-27) berkaitan dengan: (a) hubungan antara media dengan negara, antara masyarakat dengan kebudayaan, (b) pengorganisasian produksi dan distribusi, (c) variasi tipe isi, (d) cara penggunaannya oleh khalayak, (e) hubungan antara khalayak dengan komunikator, (f) kedudukan dalam konteks sosialnya.
Berdasarkan penentuan komponen citra media tersebut, kedudukan media massa dapat ditinjau dari beberapa dimensi sebagai berikut:
1.    Dimensi Politik
Berkenaan dengan pelbagai kecenderungan otoritas eksternal untuk membatasi atau mengatur media, dan juga berkenaan dengan kecenderungan media yang dapat bersikap konformis atau kritis terhadap otoritas yang mapan.
2.    Dimensi Normatif
Berkenaan dengan nilai-nilai sosial dan budaya, serta mencakup tiga dimensi yang berbeda. Yang pertama berkenaan dengan kualitas moral dan kadar keseriusan isi dalam pengertian bahwa suatu isi yang lazim dapat bersifat “mengembangkan” atau “menyenangkan” dan “berat” atau “ringan”. Kedua berkenaan dengan orientasi terhadap kenyataan atau fantasi, tergantung pada apakah isinya dianggap sesuai dengan keadaan masa sekarang ataukah terlepas dari kenyataan yang ada dan menciptakan suatu “kenyataannya” sendiri. Dimensi ketiga ialah dimensi estetis atau budaya, yang bertalian dengan masalah penentuan kadar seni yang terkandung dalam isi maupun bentuk (dengan memperhatikan perbedaan antara budaya “tinggi” dengan budaya “massa”).
3.    Dimensi Komponen Organisasi dan Teknologi
Pertama menyangkut tekanan utamanya dalam hal perorganisasian: apakah terletak pada pesan, produksi, ataukah pada distribusi. Kedua berkenaan dengan kompleksitas teknologi yang terkait apakah citra dab kenyataannya memang merupakan teknologi tinggi? Ketiga, apakah pengertian profesi orang-orang yang bekerja pada media tersebut? Apakah definisinya sudah jelas? Ataukah masih kabur dan masih beraneka ragam?
4.    Dimensi yang Berkaitan dengan Kondisi Distribusi, Penerimaan, dan Pemakaian
Mengacu pada wujud tindakan atau pengalaman yang lazimnya dialami oleh pemakai.
5.    Dimensi Menyangkut Hubungan Pengirim dan Penerima
Pertama ialah adanya tumpang tindih antara pengalaman individual dengan pengalaman kolektif dalam segi pemakaian. Kedua menyangkut sejauh mana eratnya hubungan dengan sumber. Ketiga berkenaan dengan posisi pengirim ditinjau dari sudut penerima. Keempat ialah dimensi ‘interaktivitas’ (kegiatan timbal-balik), yakni besar atau kecilnya kesempatan yang diciptakan oleh media untuk memungkinkan adanya komunikasi timbal-balik antara pengirim dan penerima.
Sementara pada media massa baru, seperti Internet dan Selular, memliki dimensi yang berbeda, yaitu:
  1. Dari segi dimensi politik, media massa baru merupakan sarana pengantar bukannya sarana penyiaran, dan kurang memiliki fungsi penyuntingan. Pada gilirannya akan mengundang kontrol pemerintah.
  2. Dari segi dimensi normatif, media massa interaktif cenderung termasuk dalam kategori hiburan, memberi tekanan pada pesan dan distribusi, bukannya pada produksi, serta kurang memperhatikan masalah pengarang dan profesionalisme.
  3. Dari segi dimensi seleksi isi, bersifat menyeluruh dan dibuat dalam berbagai bentuk paket penyediaan yang dikelola dari jarak jauh dan tanpa tujuan. Penerima mempunyai kebebasan penuh dan kurang dibatasi oleh keterikatan ruang dan waktu.
  4. Dari segi dimensi hubungan sosial, penerimaan bersifat pribadi dan memiliki potensi interaksi meskipun lemah dalam hal keterlibatan dengan sumber.

Daftar Pustaka
McQuail, Dennis, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Edisi Kedua, Alih Bahasa: Agus Dharma & Aminuddin Ram, Erlangga, Jakarta, 1989.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar