SCRIPT BIMBINGAN
ROHANI AGAMA HINDU
PROGRAM
|
:
|
Percikan
Dharma
|
TEMA
|
:
|
PIKIRAN:
TEMAN SEKALIGUS MUSUH MANUSIA
|
DURASI
|
:
|
30
( 24 ) Menit
|
LOKASI
|
:
|
Pura
Amerta Jati Cinera
|
PENULIS
|
:
|
KS
Arsana
|
PENATA
LAKU
|
:
|
Ni
Putu Dewi Angereni
|
NARASUMBER
|
:
|
A.A
Oka Puspa
|
|
|
|
TALENT
|
:
|
1.
Narasumber (ibu)
2.
Host (tante)
3.
Asti
4.
Wina
5.
Satria
|
SINOPSIS:
Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa yang paling sempurna dan mulia. Manusia dari sejak lahir sudah membawa
bakat, sifat, watak, dan kemampuannya masing-masing. Manusia adalah
perpaduan aspek rohani dan materi. Aspek rohaninya adalah Jiwa, sedangkan aspek
materinya terdiri dari vasana,
sebuah kata Sanskerta yang berarti sifat bawaan seseorang. Vasana bermanifestasi ke dalam tiga lapisan tubuh atau raga manusia.
Jiwa atau Atman (bahasa Sanskerta) atau soul
(bahasa Inggris) adalah kekuatan yang memberi kehidupan pada raga, yang berada di dalam setiap makhluk
hidup termasuk manusia. Jiwa adalah percikan Brahman, Tuhan Yang Maha Esa.
Tubuh atau raga adalah kendaraan
yang dipakai jiwa untuk menerima stimulus, merespon, merasa, mengasihi, mencari
identitas diri, dan berbagai ekspresi kejiwaan. Tubuh atau raga manusia terdiri
atas tiga lapisan badan yaitu:
1.
badan kasar (sthula sarira, tubuh fisik),
2.
badan
halus (suksma
sarira, pikiran), dan
3. badan kausal (antakarana sarira, intelek,
akal
budi).
Menurut Swami A. Parthasarathy, filosof modern pendiri dan
pemimpin Vedanta Academy, dalam bukunya The Fall of the Human Intellect dan Governing Business & Relationship (2010), Badan
Kasar atau Tubuh Fisik disebut Physical
Personality, Badan Halus atau Pikiran disebut Emotional Personality, dan Badan Kausal/Penyebab atau Akal Budi
disebut Spiritual Personality.
Badan Kasar atau Tubuh disebut juga Physical Personality, dihidupi oleh jiwa untuk menjalankan fungsi
menerima rangsangan obyek dan bertindak (sense-objects
and actions). Tubuh terdiri atas organ persepsi dan organ bertindak. Organ
persepsi yang berupa panca indera digunakan untuk mempersepsi dan menerima
rangsangan dari lingkungan dunia. Mata untuk melihat warna dan bentuk, telinga
untuk mendengar suara, hidung untuk membau, lidah untuk mengecap rasa, kulit
untuk merasakan sentuhan.
Badan Halus atau Pikiran disebut juga Emotional Personality. Pikiran (mind)
terdiri atas perasaan, emosi, keinginan, dan dorongan nafsu. Jiwa menghidupi
pikiran (mind) untuk merasakan
kenikmatan, senang, sedih, cinta-kasih, benci, takut, puas, kesabaran,
keterikatan, marah, cemburu, dan sebagainya; yaitu aspek-aspek emosi.
Sedangkan Badan Kausal/Penyebab
disebut juga Spiritual Personality
adalah Akal Budi (Budhi, Intellect).
Akal budi dihidupi oleh jiwa dengan tujuan digunakan untuk berpikir, memahami,
menalar, menilai, dan memutuskan. Fungsinya untuk memandu dan mengarahkan
pikiran (mind) dan mengarahkan tubuh
(body). Menurut Parthasarathy, ada
dua jenis intelek, yaitu gross-intellect
yang berfungsi untuk berpikir disebut Intellectual
Personality dan subtle-intellect
yang berfungsi untuk melakukan kontemplasi dan disebut Spiritual Personality. Intelek kasar (gross-intellect) berfungsi untuk berpikir,
memahami, mencari alasan, menjadi hakim, dan memutuskan. Intelek halus (subtle-intellect) berfungsi untuk menghubungkan Jiwa (Atman) dengan Tuhan (Brahman).
Badan kasar adalah lapisan tubuh paling kasar dari ke tiga lapisan
tubuh. Pikiran lebih halus dari badan kasar. Dan akal budi lebih halus dari
pada pikiran. Di dalam badan kasar terdapat dua peralatan yang menakjubkan yang
dikenal sebagai pikiran dan akal budi (intelek).
Pikian atau Emotional Personality sering diibaratkan seperti
monyet liar, yang tidak bisa diam, melompat liar ke sana-sini, dari satu obyek
ke obyek lain. Karena sifatnya yang liar, ditambah dengan tempat bersemayamnya
segala keinginan, ego dan nafsu manusia, itulah maka pikiran sangat menentukan
sukses atau gagalnya seseorang.
Dalam pustaka suci Bhagawad Gita, Tuhan bersabda: “Bagi ia yang telah mampu mengendalikan pikiran,
pikiran adalah teman terbaik; namun bagi orang yang gagal mengendalikannya,
pikirannya akan tetap menjadi musuh terbesar.” (Bhagawad Gita 6.6)
Dalam konteks ini, maka pikiran dapat menjadi teman terbaik atau musuh terjahat manusia. Jadi, menurut agama Hindu, teman terbaik
kita adalah pikiran kita yang terkendali, sedangkan musuh terjahat kita adalah
pikiran yang tidak terkendali. Orang lain bukanlah musuh, tapi saudara.
Bagaimana caranya menjadikan pikiran agar menjadi teman terbaik kita? Karena pikiran seperti monyet liar, maka
memperlakukan pikiran pun seperti kita memperlakukan monyet liar. Menaklukkan
monyet liar tidak boleh dengan cara diikat, terlebih lagi dikerangkeng, karena
akan menjadikannya tambah liar. Cara terbaik untuk menaklukkan monyet liar
adalah dengan memberinya makan kesukaannya, seperti pisang, apel, dsb. Cara mengendalikan pikiran yang terbaik
adalah dengan memberinya “makanan paling bergizi” bagi pikiran, yaitu mantra.
Mantra adalah instrumen yang memandu pikiran untuk dia tenang, memandu pikiran
untuk berdamai dengan dirinya sendiri. Mantra akan memberi vibrasi positif ke
dalam diri orang yang melantunkan mantra sekaligus memberi vibrasi positif kea
lam sementa.
Beberapa contoh mantra, misalnya Gayatri Mantra, Om Namah Shivaya, Hare
Krishna, Saraswati Mantra, dsb (narasumber dapat melantunkan beberapa mantra
sebagai penutup).
SKENARIO
Asti dan Wina
sedang santai berkumpul di taman belakang rumahnya bersama ibu (narasumber) dan
tante (host) sambil bercengkrama.
Tante
Asti, Wina tante dari pagi tidak melihat Satria
kemana kakak mu?
Ibu
Coba panggilkan kakak mu ajak bergabung dengan kita,
kemungkinan dia sedang ada masalah
Asti
Baik bu, biar Asti saja yang memanggil kakak (sambil
pergi memanggil kakak)
Tidak
beberapa lama menunggu akhirnya Satria pun ikut dengan Asti ke taman, dalam
perjalanan menuju ke taman muka Satria dengan muka seperti mengalami kekecewaan
terhadap dirinya sendiri.
Tante
Aduh..., Satria kamu kenapa muka nya ditekuk dan
mengurung diri sendiri, apa kamu ada masalah?, mungkin bisa diceritakan dan
dicarikan solusi dengan ibu
Satria
Iya tante, jadi saya memiliki masalah dalam
pergaulan, karena Satria merasa memiliki pendapat berbeda lalu Satria dijauhi
karena tidak sependapat
Tante
(host) Jadi masalahnya pola pemikiran dari
pengetahuan yang berbeda nih bu sepertinya, bagaimana seharusnya Satria
menyikapi bu?
Ibu
(narasumber) menjelaskan mengenai penjelasan pikiran
dalam konteks agama Hindu secara agama Hindu dikaikatkan dengan contoh yang
relevan di kehidupan sekarang .................................................
Asti
Bu, bagaimana seharusnya kita sebagai manusia dalam
agama Hindu mengelola cara kita berpikir?
Ibu
(narusumber) menjelaskan bahwa pikiran jika dibawa ke arah baik dia akan menjadi
sahabat dan apabila negatif akan menjadi musuh dengan mencantumkan sloka dalam
kitab suci Hindu sebagai penguat dalam
penjelasan.........................................
Wina
Bagaimana mengarahkan pikiran agar menjadi sahabat
terbaik bu?
Ibu
(narasumber)
menjelaskan................................................................
Tante
(host) pesan apa nih yang ingin ibu sampaikan kepada
kita semua terkait Pikiran : teman sekaligus musuh manusia, agar kita semua
bisa menjadi manusia yang bijaksana dalam bermasyarakat?
Ibu
(narasumber) menjelaskan yang diakhiri dengan
mantram dan bisa ditambahkan sloka apabila memiliki lebih dari 1 sloka
Tante
(host) kesimpulan......, closing
Satria
berterimakasih dia pun memiliki pikiran yang ternutrisi kembali dengan nasihat
ibu, dan tidak mudah menaruh pikiran jahat. Tante dan ibu pergi keluar untuk
menghadiri kegiatan umat lainnya, diikuti Satria yang izin pergi juga setelah
ibu dan tante. Ani dan Wina pun menikmati waktu santainya kembali.
NOTE # bila durasi masih kurang maka
bisa ditambah pertanyaan
Referensi Pustaka
§
Parthasarathy, A. 2010. The Fall of the Human Intellect.
Mumbai: Vakil & Sons Pvt. Ltd.
§
Parthasarathy, A. 2010. Governing Business &
Relationship. Mumbai: Vakil & Sons Pvt. Ltd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar