ILMU PERBANDINGAN AGAMA
Agama Shinto
Dosen Pengampu:
Untung
Suhardi, S.Pd.H, M.Fil.H
Oleh:
Sundari JanurAnggita
Wahyuni
Wisnu Oka Wirawan
SEKOLAH
TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA
NUSANTARA
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Om swastyastu
Puji
syukur kami haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa atas Asungkerta Waranugraha-Nya, tugas makalah mata kuliah Ilmu Perbandingan
Agama dengan judul Agama Shintoini
bisa terselesaikan. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak
yang terkait dalam pembuatan makalah ini, diantaranya, Bapak Untung Suhardi,
S.Pd.H, M.Fil.H sebagai dosen pengampu mata kuliah Ilmu Perbandingan Agama,
teman-teman dikelas yang telah memberikan kami dukungan, dan semua pihak yang
tidak bisa kami sebutkan satu per satu yang terkait dalam menyediakan sarana
dan prasarana guna mempermudah pencarian literatur untuk makalah kami.
Makalah yang
kami buat ini sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran bagi
pembaca sangat diharapkan guna dijadikan pembelajaran pada pembuatan makalah
yang akan datang. Terima kasih atas partisipasi dan perhatian para pembaca,
semoga semua isi yang ada dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi bembaca.
Om santi, santi, santi Om.
Jakarta,
November 2018
Penulis
ABSTRAK
Makalahinimembahasmengenai agama Shinto di Jepang.Dalammakalahinidibahassecarasingkatmengenaidefinisi
Shinto, kemudianbagaimanasejarah agama Shinto
bisaberkembangsedemikianrupadenganbanyaknyapengaruh agama
dariluarJepang.Kemudianmengenaikepercayaandanperibadatan agama Shinto,
dalam
subbabinidibahassecararincimengenaipraktikkeagamaandan ritual agama
Shinto yang sudahjarangsekalidipraktikkan. Setelahituakandiajikancorakdanmacamagamanya.
Dan yang terakhirakandisajikanPembagianSekte Agama Shinto.
Agama Shinto adalah agama yang begitumenarik.Karena agama
inisangatberbedadengan agama umumnya.Ada banyakliteratur yang dapatdijumpaimengenai
agama ini, namunminatsebagian orang Indonesia kurangterhadap agama
Shinto.Sehinggasemakinkuatkeinginandalamdiri agar agama Shinto terlihat “lebihmenarik”
darisebelumnya.Agama Shinto pentingsekaliuntukdipelajari.Bagaimanatidak, agama
inisedikitbanyaktelahmempengaruhibudayakitamelaluipenjajahanbangsaJepangke
Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Jepang adalah sebuah negara yang
rakyatnya memiliki kehidupan beragama yang cukup rumit. Agama Shinto, yang akan
menjadi uraian tulisan juga tidak identik dengan agama jepang, sungguhpun
antara keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan. Dalam istilah “agama jepang” sekurang-kurangnya
tercakup 5 paham keagamaan, yaitu agama rakyat, Shinto, Budhisme, Taoisme, dan
Konfusianisme. Dibawah istilah tersebut tercermin adanya kesatuan dan keragaman
dalam kehidupan agama-agama di jepang.
Dikatakan “kesatuan” karena
masing-masing agama yang telah disebutkan diatas tidak hidup dalam keadaan yang
terpisah satu sama lain, baik dalam sejarah perkembangan masing-masing maupun
dalam dinamika kehidupan beragama sehari-hari. Disepanjang sejarah jepang,
masing-masing agama tersebut saling mempengaruhi satu samalain. Lagipula,
orang-orang jepang pada umumnya memandang dan menghayati agama lebih sebagai
sebuah pandangan dunia yang terpadu.
Agama Shinto timbul pada zaman
Prasejarah, namun siapa pembangunnya tak dapat dikenal secara pasti. Penyebarannya
ialah di Asia namun penyebaran yang terbanyak ialah di Jepang. Sekitar abad 6 masehi agama Budha masuk ke Jepang dari Tiongkok
dengan melalui Korea. Satu abad kemudian agama itu telah berkembang dengan
pesat. Bahkan seiring berjalannya waktu agama Budha mampu mendesak agama
Shinto. Akan tetapi karena agama Shinto mengajarkan penganutnya untuk memuja
dan berbakti kepada raja, maka raja pun
berusaha untuk melindungi agama Shinto tersebut. Sehingga pada tahun 1396 agama
Shinto ditetapkan sebagai agama Negara.
Pada perkembangan selanjutnya,
dihadapkan pertemuan antara agama Budha dengan kepercayaan asli bangsa Jepang
(Shinto) yang akhirnya mengakibatkan munculnya persaingan yang cukup hebat
antara pendeta bangsa Jepang (Shinto) dengan para pendeta agama Buddha, maka
untuk mempertahankan kelangsungan hidup agama Shinto para pendetanya menerima
dan memasukkan unsur-unsur Buddha ke dalam sistem keagamaan mereka.
Akibatnya agama Shinto justru hampir
kehilangan sebagian besar sifat aslinya. Misalnya, aneka ragam upacara agama
bahkan bentuk-bentuk bangunan tempat suci agama Shinto banyak dipengaruhi oleh
agama Buddha. Patung-patung dewa yang semula tidak dikenal dalam agama Shinto
mulai diadakan dan ciri kesederhanaan tempat-tempat suci agama Shinto lambat
laun menjadi lenyap digantikan dengan gaya yang penuh hiasan warna-warni yang
mencolok.
Sangat berbeda dengan agama-agama
monotheistic, Islam misalnya, agama jepang, khususnya Shinto, tidak menekankan
pada kepercayaan terhadap adanya satu tuhan yang mutlak dan tidak pula secara
tajam menerapkan perbedaan antara dewa dan manusia. Bagi agama tersebut,
manusia, dewa dan alam membentuk suatu segitiga saling hubungan yang harmonis.
Keserupaan antara manusia, dewa dan
alam ini merupakan suatu dasar utama dalam agama Shinto. Dalam kaitan, “dewa”
dapat dipahami sebagai kami dalam ajaran Shinto atau para Buddha dan bodhistva
menurut paham Budhisme. Pengertian istilah kami itu sendiri sangat
mebingungkan karena jumlahnya sangat banyak, bahkan tak terhingga, dan jenisnya
pun sangat beragam. Disepanjang sejarah agama jepang, terlihat bahwa agama
memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai misal, sekarang
upacara perkawinan tradisional sering diadakan di tempat-tempat suci agama
Shinto, sementara upacara kematian biasanya dilakukan di klenteng-klenteng
Buddha. Dalam hal itu, langsung atau tidak langsung, agama juga memiliki
hubungan yang khusus dengan beberapa kegiatan ekonomi masyarakat sebagaimanan
terlihat dari beberapa kegiatan tempat-tempat suci yang melayani
kelompok-kelompok kerja tertentu, semisal petani, pengrajin, nelayan dan
sebagainya.
Dalam makalah ini, kami akan membahas beberapa hal yang
berkaitan dengan agama Shinto, mulai dari ajaran agamaShinto, Kepercayaan dalam agama Shinto, praktik keagamaan dan ritual agama
Shinto, Kitab Agama Shinto, Hari Suci dalam Shinto, tempat suci dalam Shinto, sampai dengan konsep etika dalam
agama Shinto.
1.2 RumusanMasalah
1.
Bagaimanakahsistemkepercayaandalam agama
Shinto?
2.
Bagaimanakahpraktikkeagamaandan ritual
dalam agama Shinto?
3.
Bagaimanakahetikadalam agama Shinto?
1.3 TujuanPenulisan
1.
Untukmengetahuisistemkepercayaandalam
agama Shinto
2.
Untukmengetahuipraktikkeagamaandan
ritual dalam agama Shinto
3.
Untukmengetahuietikadalam agama Shinto
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SistemKepercayaanDalam
Agama Shinto
Shinto adalah kata majemuk daripada
“Shin” dan “To”. Arti kata “Shin” adalah “roh” dan “To” adalah “jalan”. Jadi
“Shinto” mempunyai arti “jalannya roh”, baik roh-roh orang yang telah
meninggal maupun roh-roh langit dan bumi. Kata “To” berdekatan dengan kata
“Tao” dalam taoisme yang berarti “jalannya Dewa” atau “jalannya bumi dan
langit”. Sedang kata “Shin” atau “Shen” identik dengan kata “Yin” dalam taoisme
yang berarti gelap, basah, negatif dan sebagainya.
2.1.1
Kepercayaankepada“Kami”
Dalam agama Shinto yang merupakan
perpaduan antara faham serba jiwa (animisme) dengan pemujaan terhadap
gejala-gejala alam mempercayai bahwasanya semua benda baik yang hidup maupun
yang mati dianggap memiliki ruh atau spirit, bahkan kadang-kadang dianggap pula
berkemampuan untuk bicara, semua ruh atau spirit itu dianggap memiliki daya
kekuasaan yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka (penganut Shinto),
daya-daya kekuasaan tersebut mereka puja dan disebut dengan “Kami”.
Istilah “Kami” dalam agama Shinto
dapat diartikan dengan “di atas” atau “unggul”, sehingga apabila dimaksudkan
untuk menunjukkan suatu kekuatan spiritual, maka kata “Kami” dapat dialih
bahasakan (diartikan) dengan “Dewa” (Tuhan, God dan sebagainya). Tradisi Shinto
mengenal beberapa nama Dewa yang bagi Shinto bisa juga berarti Tuhan yang dalam
bahasa Jepang disebut dengan istilah Kami atau Kamisama. Kamisama
ini bersemayam atau hidup di berbagai ruang dan tempat, baik benda mati maupun
benda hidup. Pohon, hutan, alam, sungai, batu besar, bunga sehingga wajib untuk
dihormati. Penamaan Tuhan dalam kepercayaan Shinto bisa dibilang sangat
sederhana yaitu kata Kami ditambah kata benda. Tuhan yang berdiam di
gunung akan menjadi Kami no Yama, kemudian Kami no Kawa (Tuhan Sungai), Kami no
Hana (Tuhan Bunga) dan Dewa/Tuhan tertingginya adalah Dewa Matahari (Ameterasu
Omikami) yang semuanya harus dihormati dan dirayakan dengan perayaan tertentu.
Jadi inti dari konsep Tuhan dalam
kepercayaan Shinto adalah sangat sederhana yaitu ”semua benda di dunia, baik
yang bernyawa ataupun tidak, pada hakikatnya memiliki roh, spirit atu kekuatan
jadi wajib dihormati” . konsep ini memiliki pengaruh langsung didalam kehidupan
masyarakat Jepang.
2.1.2
HubunganantaraManusiadengan Tuhan (Dewa)
Konsep tentang
manusia dapat ditelusuri dari kepercayaan akan adanya garis kesinambungan
antara Kami dan manusia. Kami diyakini bukan
merupakan sesuatu kekuasaan yang mutlak dan transenden atas manusia. Oya-ku,
suatu hubungan antara orangtua dan anak, atau antara nenek moyang dan
keturunannya. Hal ini digambarkan dalam mitologi garis keturunan kaisar pertama
Jepang, yang diyakini sebagai keturunan Dewa Matahari. Jadi, “Manusia adalah
putra Kami”. Ungkapan yang mengandung dua pengertian: pertama,
kehidupan manusia berasal dari Kami, sehingga dianggap suci; kedua,
kehidupan sehari-hari adalah pemberian dari Kami.Manusia disebut
dengan hito yang berarti “tempat tinggal spirit”, yang dalam
bahasa Jepang kuno disebut ao-hito-gusa (rumput-manusia-hijau)
untuk memperbandingkan manusia dengan rumput hijau yang tumbuh subur. Selain
itu, manusia dapat disebut pula ame no masu hit (manusia langit yang
berkembang), maknanya adalah makhluk suci yang memiliki kemampuan tidak
terbatas. Setiap pemeluk agama Shinto, idealnya wajib menyadari bahwa ia
memiliki asal-usul yang suci, jasmani yang suci, dan tugas yang suci, dan harus
hidup bekerjasama untuk membangun sebuah dunia yang sejahtera.
Hubungan antara Kami dengan manusia
menurut konsep Shinto juga cukup unik kaerna polanya cenderung tidak bersifat
Vertikal, namun lebih banyak bersifat horizontal. Kami hidup dan berada dibawah
gunung, hutan, laut, atau di tengah perkampungan penduduk yang ditandai dengan
berdirinya kuil penjaga desa. Jadi konsep Tuhan di atas atau langit dan
manusia di bumi sepertinya kurang tepat untuk kepercayaan Shinto. Mikoshi atau
Dashi sebagai perwujudan dari kereta bagi Kami, yang digotong beramai-ramai
selam festival di kuil mungkin salah satu contoh menarik. ”Kereta Tuhan” ini
tidaklah diarak dengan hormat dan khidmad namun diguncang guncangkan,
dibentur-benturkan. Dinaiki beramai-ramai bahkan tidak jarang diduduki pada
bagian atapnya oleh beberarapa orang selama proses prosesi.
2.1.3
KonsepDuniadalam Agama Shinto
Agama
Shinto termasuk tipe agama”lahir satu kali”, dalam arti, memandang dunia ini
sebagai satu-satunya tempat kehidupan bagi manusia. Dalam pemikiran Shinto ada
tiga jenis dunia, yaitu: (1)Tamano-hara, berarti “tanah langit
tinggi”, sebuah dunia suci, rumah, dan tempat tinggal para dewa langit (Amatsukami);
(2) Yomino-kuni, dunia yang dibayangkan sebagai dunia yang
gelap, kotor, jelek, menyengsarakan, tempat orang-orang yang sudah meninggal
dunia; (3) Tokoyono-kuni, berarti “kehidupan yang abadi”,
“negeri yang jauh di seberang lautan”, atau “kegelapan yang abadi”, yakni dunia
yang dibayangkan penuh dengan kenikmatan orang-orang yang kedamaian, dianggap
sebagai tempat tinggal arwah orang-orang yang meninggal dalam keadaan suci.
Ketiga dunia ini sering disebut kakuriyo (dunia yang tersembunyi), dan dunia
tempat tinggal manusia disebut ut-sushiyo (dunia yang terlihat atau dunia yang
terbuka).
Dalam
agama Shinto, langit bersifat suci. Mitologi menyatakan ketika terjadinya
penciptaan, unsur-unsur alam yang halus berubah menjadi langit, dan unsur-unsur
yang berat berubah menjadi bumi. Takama-no-hara dianggap sebagai dunia yang
cemerlang yang segala sesuatunya lebih baik dari dunia ini dan menjadi tempat
tinggal para Dewa Langit. Adapun dunia ini adalah tempat tinggal para dewa yang
hidup dibumi, disebut kuni-tsu-kami. Dalam mitologi disebutkan
bahwa para dewa turun dari langit untu menciptakan kedamaian dan kesejahteraan
di muka bumi. Meski demikian, bukan berarti bahwa dunia langit secara esensial
berbeda dengan dunia bumi, tetapi hanya merupakan dunia yang lebih baik dari
dunia manusia. Jika dibandingkan dengan dunia orang mati (Yomi) , maka
dunia langit adalah dunia ideal.
Motoori
Norinaga menyatakan, bahwa dunia manusia ini akan senantiasa tumbuh dan
berkembang serta berubah terus menerus. Oleh karena itu, agama Shinto tidak
memiliki ajaran tentang hidup di hari kemudian atau hidup setelah mati, karena
dunia tempat tinggal manusia tidak akan musnah. Berdasarkan pandangan
ini, maka saat-saat kehidupan manusia di dunia sekarang ini merupakan saat-saat
yang penuh dengan nilai, dan setiap pemeluk Shinto diharuskan bdrperan aktif
dalam perkembangan dunia yang abadi dan harus memanfaatkan setiap saat dalam
kehidupan semaksimal mungkin.
Dengan
demikian, agama Shinto lebih menekankan pada pandangan yang lebih berorientasi
kekinian dan keduniaan, pandangan keduniaan yang menjadikan kehidupan dunia
sekarang adalah satu-satunya dunia untuk kehidupan manusia.
2.1.4
KonsepDosadalam Agama Shinto
Salah satu
tokoh Shinto Shimogamo Shrine mengatakan bahwa, Shinto tidak mengajarkan adanya
perbuatan dosa. Jika melakukan perbuatan tertentu yang menciptakan dosa
seseorang harus mau dibersihkan semata-mata untuk ketenangan pikiran sendiri
dan nasib baik, dan bukan karena dosa yang salah dalam dan dari dirinya
sendiri. Perbuatan jahat dan salah disebut "Kegare",.
"cerah" atau hanya "baik". Membunuh apa pun untuk dapat
bertahan hidup harus dilakukan dengan rasa syukur dan melanjutkan ibadah.
Jepang Modern terus menempatkan penekanan pada pentingnya "aisatsu"
atau ritual frasa dan salam. Sebelum makan, orang harus mengucapkan
"itadakimasu",. "Saya akan dengan rendah hati menerima",
dalam rangka untuk menunjukkan rasa syukur dari makanan pada khususnya dan
umumnya kepada semua makhluk hidup yang kehilangan nyawa mereka untuk membuat
makanan. Kegagalan untuk menunjukkan rasa hormat yang tepat adalah tanda
kebanggaan dan kurangnya kepedulian terhadap orang lain.
2.1.5
KonsepSurgadanNeraka (ajaran dalam alam akhirat)
Sepertinya
adalah hal yang umum ditemukan pada ajaran agama ataupun kepercayaan primitif
sekalipun. Shinto sepertinya memiliki tradisi yang sedikit menyimpang. Konsep
surga dan neraka hampir tidak disentuh sama sekali dalam kepercayaan Shinto.
Hal ini bisa dilihat dari hampir tidak ditemukannya ritual upacara kematian
pada tradisi Shinto. Ritual dan tata cara pemakaman di Jepang sepenuhnya
dilakukan dengan tata cara agama Budha dan sisanya menggunakan ritual agama
Kristen. Kuburan dan tempat makam juga umumnya berada di bawah organisasi kedua
agama tersebut. Sepertinya ritual Shinto lebih difokuskan pada kehidupan pada
kehidupan duniawi atau kehidupan sekarang terutama yang berhubungan dengan alam
khususnya keselarasan antara manusia dengan alam sekitarnya.
2.1.6
KitabSuci Agama Shinto
Kitab suci
yang tertua dalam agama Shinto itu ada dua buah, akan tetapi disusun sepuluh
abad setelah meninggalnya Jimmu Tenno sang Kaisar Jepang yang pertama, dan dua
buah lagi disusun pada masa belakangan, keempat kitab itu adalah :
1. Kojiki, yang
bermakna : catatan peristiwa purbakala disusun pada tahun 712 M, setelah
Kekaisaran Jepang berkedudukan di Nara yang pada waktu itu ibu kota Nara
dibangun pada tahun 710 M, arsitekinisepertiibukotaChangan di Tiongkok.
2. Nihonji, yang
bermakna : riwayat Jepang, disusun pada tahun 720 M oleh penulis yang sama
dengan dibantu sang pangeran di istananya.
3. Yengishiki, yang
bermakna : berbagai lembaga pada masa Yengi. Kitab itu disusun pada abad ke 10
M terdiri atas lima puluh bab. Dan sepuluh bab yang pertama berisikan ulasan
kisah-kisah purbakala yang bersifat kultus. Dan dilanjutkan dengan kisah
selanjutnya sampai abad ke 10 M, tetapi inti dari kitab ini ialah mencatat 25
buah Nurito, yakni do’a-do’a, atau pujaan yang sangat panjang pada berbagai
macam upacara keagamaan.
4. Manyoshiu, yang
bermakna : himpunan sepuluh ribu daun, berisikan bunga rampai, terdiri dari
atas 4496 buah sajak, disusun antara abad ke 5 denganabadke 8 M.
2.2
PraktikKeagamaan
Dan Ritual Dalam Agama Shinto
2.2.1
SistemPeribadatan
Agama Shinto
Agama Shinto sangat mementingkan
ritus-ritus dan memberikan nilai sangat tinggi terhadap ritus yang sangat
mistis.Menurut agama Shinto watak manusia pada dasarnya adalah baik dan
bersih.Adapun jelek dan kotor adalah pertumbuhan kedua, dan merupakan keadaan
negatif yang harus dihilangkan melalui upacara pensucian (Harae).Karena itu
agama Shinto sering dikatakan sebagai agama yang dimulai dengan dengan
pensucian dan diakhiri dengan pensucian. Upacara pensucian (Harae) senantiasa
dilakukan mendahului pelaksanaan upacara-upacara yang lain dalam agama Shinto.
Ritus-ritus yang dilakukan dalam agama Shinto terutama adalah untuk memuja dewi
Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan kemakmuran dan kesejahteraan
serta kemajuan dalam bidang pertanian (beras), yang dilakukan rakyat Jepang
pada Bulan Juli dan Agustus di atas gunung Fujiyama.
2.2.2
UpacaraKeagamaandanpemujaan
Pada setiapa
hari kelahiran kaisar, seluruh lembaga pendidikan di Jepang, atas perintah
resmi, melakukan uapacara yang kidmat dengan menundukan diri di depan gambar
sang Kaisar. Kaisar itu dipandang suatu yang sangat sakral, Kaisar tidak
menampakan diri didepan umum. Dalam upacara-upacara tertentu, pada saat
kendaraan Kaisar melintas di jalan besar, seorang yang boleh memandang dari
atas kepala Kaisar dibawah. Segala jendela pada setiap tingkatan atas itu mesti
ditutup rapat.
Akan tetapi
sehabis perang dunia kedua, maka perubahan besar terjadi pada kekuasaan Kaisar
yang absolut itu telah digantikan kekuasaan rakyat melalui sitem pemilihan
umum, dan kaisar sudah ditempatkan pada lambang belaka, yang kini bukan lagi
suatu yang sakral akan tetapi dipandang sebagai manusia biasa, yang saat ini
sudah bias bergaul dengan masyarakat umum, sebuah keyakinan asazi dalam agama
Shinto itu telah menghilang tempat untuk berpijak. Selain itu juga ada beberpa
peryaan yang biasnya di peringati oleh pemeluk agam Shinto dan perayaan itu
diadakan untuk tujuan tujuan yang berkenaan dengan pusaka leluhur, pengudusan,
pengusiran roh jahat atau pertanian, puncak puncak perayaan diadakan pada tahun
baru, saat menanam padi pada musim semi dan pada saat panen pada musim gugur,
musim semi dan musim gugur adalah saat untuk menghormati leluhur dan
mengunjungi makamnya, selama perayaan kami sering diarak melewati jalan jalan
dalam tempat pemujaan yang bisa dibawa bawa untuk membuat setiap orang yakin
bahwa kami sedang mengunjungi masyarakat untuk memberikan perlindungan.
2.2.3
Sekte-sekte Agama Shinto
Secara umum Shinto bisa
dikelompokkan menjadi 4 bagian atau kelompok. Yang masing masing mempunyai
keunikannya tersendiri.
2.2.3.1
Imperial Shinto (Kyuchu Shinto atauKoshitsu Shinto).
Kelompok ini sangat sulit ditemukan.
Karena hanya memiliki beberapa kuil saja yang kalau tidak salah 5 buah di
seluruh negeri. Nama kuil ini biasanya berakhir dengan nama Jingu, misalnya
Heinan Jingu, Meiji Jingu, Ise Jingu dll. Kuil Shinto kelompok ini selain
berfungsi sebagai tempat untuk memuja Kami juga berfungsi sebagai tempat memuja
leluhur khususnya keluarga kerajaan. Salah satu dari kuil ini dibangun khusus
untuk menghormati dewa Matahari.
2.2.3.2
Folk Shinto (Minzoku Shinto)
Mithyologi
tentang Kojiki, cerita terbentuknya pulau Jepang dan cerita tentang dewa dewa
lain adalah ciri khas dari Shinto kelompok ini. Jadi Folk Shinto adalah
kepercayaan Shinto yang meliputi cerita tua, legenda, hikayat dan cerita
sejarah. Kuil Kibitsu Jinja yang terletak di daerah Okayama, Jepang tengah
adalah salah satu contoh menarik karena dibangun untuk menghormati tokoh utama
dalam cerita rakyat yaitu Momo Taro.
Disamping
itu Shinto kelompok ini juga mendapat pengaruh yang kuat dari agama Buddha,
Konghucu, Tao dan ajaran penduduk local seperti Shamanism, praktek penyembuhan
dan lain-lain. Kuil kelompok ini biasanya mudah dibedakan dengan kuil lainya
karena adanya sejarah pendirian kuil yang unik. Jadi jangan kaget kalau Anda
menemukan kuil yang penuh dengan ornament dan pernak pernik kucing atau
binatang dan benda lainya karena sejarah pendiriannya yang memang berkaitan
dengan binatang tersebut.
2.2.3.3
Sect Shinto (KyohaatauShuha Shinto)
Shinto
kelompok ini mulai muncul pada abad ke 19 dan sampai saat ini memiliki kurang
lebih 13 sekte. Dua diantara sekte ini yang cukup banyak pengikutnya adalah
Tenrikyo atau Kenkokyo. Keberadaan dari Sect Shinto ini cukup unik karena
memiliki ajaran, doktrin, pemimpin atau pendiri yang dianggap sebagai nabi dan
yang terpenting biasanya menggolongkan diri dengan tegas sebagai penganut
monotheisme. Shinto golongan ini sepertinya jarang dibahas ataupun kurang
dikenal oleh kebanyakan orang.sehingga konsep monotheisme dari shinto aliran
baru nyaris luput dari tulisan kebanyakan orang.
2.2.3.4
Shrine Shinto (Jinja Shinto)
Dari semua
kelompok kuil Shinto yang ada, kelompok inilah yang sepertinya paling mudah
untuk ditemukan. Diperkirakan saat ini ada sekitar 80 ribuan kuil yang ada di seluruh
negeri dan semuanya tergabung dalam satu organisasi besar yaitu Association of
Shinto Shrines.
2.3
EtikaDalam
Agama Shinto
Menurut
D.C. Holten, ahli sejarah Jepang, menyatakan bahwa orang-orang Jepang
dilahirkan dalam ajaran Shinto, kesetiaannya terhadap kepercayaan dan
pengalaman ajarannya menjadi kualifikasi pertama sebagai “orang Jepang yang
baik”.Beberapa ajaran yang berkaitan dengan kepribadian terkandung dalam ajaran
kesusilaan yang biasanya dilakukan para bangsawan atau para ksatria Jepang, antara
lain:
1) Keberaniandianggapsebagaisuatukeutamaanpokokdanditanamkanpadaanakdalammasapermulaanhidupnya.
Sikapkeberaniandinyatakandengansemboyan: “Keberanian yang
benaruntukhidupialahbilamanahalitubenaruntukhidup,
danuntukmatibilamanahalitubenaruntukmati”.
2) Sifatpenakutdikutuk, karena
sifat ini dipandang dosa. “Semuadosabesardankecildapatdiampunidenganmelaluicara tobat,
kecualipenakutdanpencuri”.
3) Loyalitas, yaitusetia, kesetian
pertama kepada Kaisar, kemudian meluas kepada seluruh anggota keluarga Kaisar,
pada masyarakatdanpadagenerasi yang akan dating.
4) Kesuciandankebersihanadalah
suatu hal yang sangat penting dalamShintoisme,
olehkarenanyadalamfahaminiterdapatupara-upacarapensucian. Orang
tidaksuciadalahberdosa, karenaberartimelawandewa-dewa.
Atas
pengaruh ajaran keberdsihan dan kesucian ini, maka soal “mandi” termasuk
perbuatan utama, sehingga dijadikan salah satu upacara keagamaan. Kamar atau
tempat mandi dipandang sebagai tempat yang menarik hati bagi semua orang,
sedang waktu mandi ditetapkan sebagai tradisi, misalnya 2 jam di waktu sore
antara jam 17.00 dan 19.00 sebelum makan malam. Banyak terdapat upacara-upacara
ditetapkan dengan melalui permandian.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Agama shinto di Jepang itu tumbuh
dan hidup dan berkembang dalam lingkungan penduduk, bukan datang dari luar.
Nama asli agama itu ialah Kami no Michi yang bermakna jalan dewa. Shinto (dari
bahasa Cina Shen dan Tao, yang berarti "Jalan dari Jiwa-jiwa")
disebut Kami-no-michi dalam bahasa Jepang, kami adalah banyak Dewa atau jiwa alam.
Sistem ketuhanan agama Shinto
dikenal dengan Kami. Menurut masyarakat Jepang kuno, istilah Kami ditujukan
untuk menyebut suatu kekuatan atau kekuasaan tertentu yang terdapat dalam
berbagai hal atau benda, tanpa membedakan apakah objek tersebut hidup atau mati.
Ada unsur Kami dalam segala hal atau
benda, telah menguatkan bahwa konsep kepercayaan yang diusung oleh agama Shinto
lebih mengarah poleteistis murni. Ritual dalam agama Shinto bertempat di kuil
yang biasa di kenal dengan Jinja. Mengenai tata cara sembahyang atau doa dalam
kuil Shinto sangat sederhana, yaitu dengan melemparkan uang logam sebagai
sumbangan di depan altar, mencakupkan kedua tangan di dada dan selesai.
.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, 1991. Perbandingan
Agama. Jakarta: PT Renika Cipta.
Ali, Mukti, 1988. Agama-Agama di
Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.
Djam’anuri, 1988. Agana-agama di
Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press.
H.M. Arifin, tt. Menguak Misteri
Ajaran Agama-agama Besar. Jakarta: GT Press .
Http://myquran.com/forum/showtread.php/10898/mengenal-agama-shinto-lebih-dekat. Diakses
pada 16 Oktober 2014. Pada jam 21.45 WIB.
Smith, Huston, 2001. Agma-agama
Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sou’yb, Joesoeb, 1996. Agama-Agama
Besar di Dunia. Jakarta: PT.Al-Huzna Zikra.
http://hmjperbandinganagama.blogspot.com/2011/03/agama-shinto.html. dikutip
30/10/14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar