BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sad Darsana berasal dari akar kata “drs” yang
artinya melihat ke dalam atau mengalami dan oleh karena itu Darsana merupakan
sebuah pandangan tentang realitas. Radhakrishnan mengatakan bahwa “melihat”
bisa berupa observasi perceptual atau pengetahuan konseptual atau pengalaman
intuitif. Secara umum Darsana berarti
eksposisi kritis, survey logis atau sistem-sistem. Lebih lanjut Radhakrishnan
mengatakan bahwa “Darsana” memandakan sebuah sistem pemikiran yang diperoleh
melalui pengalaman intuitif dan dipertahankan dan diberlanjutkan melalui
argument logis.
Sad Darsana merupakan enam sistem filsafat
Hindu, merupakan enam sarana pengajaran yang benar atau enam cara pembuktian
kebenaran. Masing-masing kelompok aliran filsafat telah memiliki seorang atau
beberapa orang Sutrakara yaitu penyusun doktrin-doktrin dalam ungkapan-ungkapan
pendek yang disebut sutra, sedangkan ulasan-ulasannya disebut Bhasya, para
pengulas disebut Bhasyakara. (Sudiani,
2012; 1-2)
Purva Mimamsa Darsana merupakan salah satu
pandangan dari Sad Darsana. Seperti ajaran Darsana lainnya, Purva Mimamsa juga
membahas tentang hakekat Brahman, Atman, dan Alam Material dan Moksa. Dari
penjelasan di atas, maka muncul pertanyaan-pertanyaan yang menjadi permasalahan
sebagai berikut.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
pandangan Purva Mimamsa Darsana terhadap keberadaan Brahman, Atman, Maya dan
Moksa?
2.
Bagaimanakah
pokok-pokok ajaran dalam Purva Mimamsa Darsana?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui pandangan Purva Mimamsa Darsana
terhadap keberadaan Brahman, Atman, Maya, dan Moksa.
2.
Untuk mengetahui pokok-pokok ajaran dalam Purva
Mimamsa Darsana.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Purva Mimamsa
Kata Mimamsa, berarti menganalisa dan
memahami seluruhnya. Purva Mimamsa adalah penyelidikan ke dalam bagian
yanglebih awal dari kitab suci Veda, suatu pencarian ke dalam ritual-ritual
Veda atau bagian Veda yang hanya berurusan dengan masalah Mantra dan Brahmana saja. Disebut Purva Mimamsa karena ia lebih awal
(Purva) daripada Uttara Mimamsa (Vedanta), dalam pengertian logika, dan tidak
demikian banyak dalam pengertian logis. Sistem filsafat Mimamsa merupakan
sistem filsafat India yang secara langsung berkaitan dengan kronologis.
Tujuan utama filsafat Mimamsa adalah untuk
mempertahankan dan memberikan landasan filsafat ritualisme bagi kitab suci
Veda. Dukungan diberikan dengan dua cara, yaitu (1) dengan memberikan sebuah
metodologi intrepretasi agar ajaran-ajaran Veda yang rumit mengenao
ritual-ritual bisa dipahami, diharmoniskan, dan diikiut tanpa suatu kesulitan,
dan (2) dengan menyediakan suatu justifikasi filsafat ritualisme. (Sudiani;2012 36-37)
2.2 Sejarah Purva Mimamsa
Pendiri dari Purva Mimamsa adalah Rsi Jaimini
(400 SM) yang merupakan murid dari Maha Rsi Vyasa. Beliau menulis kitab Mimamsa
Sutra yang menjadi sumber pokok ajaran Mimamsa. Dalam perkembangannya muncullah
komentar terhadap Mimamsa sutra yang ditulis oleh Sabaraswamim. Komentar ini
diterangkan dengan cara berbeda oleh Kumarila Batta dan Prabhakara, sehingga
muncullah dua aliran yaitu pengikut aliran Kumarila Batta dan Prabhakara,
dimana pokok ajaran mereka pada prinsipnya tidak berbeda. Mimamsa dibedakan
menjadi dua, yaitu Purva Mimamsa dan Uttara Mimamsa yang juga disebut dengan
Vedanta. (Sudiani;2012 36)
2.3 Pandangan Purva Mimamsa
1.
Brahman
Veda menurut Mimamsa tidak memiliki penyusun,
baik manusia maupun Tuhan. Mimamsa tidak memberikan tempat kepada Tuhan dalam
sistemnya. Dunia bukan diciptakan oleh Tuhan, sebab dunia tidak berawal dan
berakhir. Tidak ada penciptaan dan peleburan, alasannya adalah seandainya dunia
ini diciptakan oleh TuhanYang Maha Esa dan Maha Pengsih, maka tidak mungkin di
dunia ini ada penderitaan. Namun, mimamsa bukan bersifat Atheis, karena mimamsa
percaya dengan adanya Veda yang bersifat kekal yang didalamnya terdapat
Dewa-Dewa sebagai manifestasi Tuhan, (Sudiani, 2012;40).
2.
Atman
Menurut Purva Mimamsa, jiwa berbeda dengan
tubuh, indriya dan budhi. Jiwa jumlahnya sangat banyak dan tak terhitung, tiap
tubuh ada satu jiwa. Semua jiwa memiliki kesadaran yang bersifat kekal, berada
dimana-mana dan meliputi segala sesuatu. Disamping menjadi subjek pengetahuan,
jiwa juga menjadi objek pengetahuan, artinya; kesadaran akan adanya objek
mengandung di dalamnya kesadaran akan adanya pribadi. Pribadi itu segera
dinyatakan oleh objek yang dikenal, umpamanya di dalam ucapan “Aku melihat
sebuah meja”. Ucapan ini bermaksud menyatakan adanya sebuah ‘Meja’ dan
sekaligus menyatakan adanya ‘Aku’. Demikianlah pribadi sekaligus menjadi subjek
dan objek pengetahuan, hal ini disebabkan karena dalam pribadi ada dua unsur
yaitu; unsur substansi dan unsur kesadaran, (Sudiani, 2012;39-40).
3.
Maya
Ajaran Purva Mimamsa adalah ajaran yang
bersifat pluralistik dan realististik dalam artian jiwa itu berjumlah bayak
atau jamak, sedangkan alam semesta adalah nyata dan berbeda dengan jiwa.
Mimamsa menolak pandangan Budha dan Advaita yang menyatakan bahwa dunia ini
maya. Mimamsa juga percaya dengan adanya jiwa, sorga, neraka dan para Dewa yang
semuanya ini dapat dicapai dengan upacara yang tepat melalui kitab suci Veda, (Sudiani, 2012;37).
4.
Moksa
Pada mulanya, tujuan hidup manusia menurut
Mimamsa adalah pencapaian sorga, akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya
Mimamsa menyatakan bahwa tujuan hidup manusia tertinggi adalah kelepasan, (Sudiani, 2012;40).
2.4 Pokok – Pokok Ajaran Purva Mimamsa Darsana
Sistem filsafat Mimamsa termasuk dalam
kelompok Astika yang ajarannya didasarkan sepenuhnya oleh kitab suci Weda.
Mimansa mengakui kewenangan Weda sebagai kitab suci yang mengandung kebebaran
yang sejati. Sebagai filsafat Mimamsa mencoba menegakkan keyakinan keagamaan
Weda. Kesetiaan dan kejujuran yang mendasari keyakinan Weda terdiri dari
bermacam-macam sistem yaitu:
1.
Percaya
dengan adanya roh yang menyelamatkan dari kematian dan menikmati hasil ritual
di sorga,
2.
Percaya
tentang adanya kekuatan atau potensi yang melestarikan dampak dari ritual yang
dilaksanakan,
3.
Percaya
bahwa dunia adalah suatu kenyataan dan semua tindakan yang kita lakukan dalam
hidup ini bukanlah sebuah ilusi.
Tujuan utama sistem dilsafat ini adalah untuk
mempertahankan dan memberikan landasan filsafat ritualisme bagi kitab suci
Weda. Mimamsa berasal dan berkembang dari aspek ritual kebudayaan Weda dengan
objek sasaran adalah untuk membantu dan menopang praktek keagamaan, melalui dua
cara yaitu:
1.
Memberi
metode interprestasi dan bantuan terhadap aturan-aturan Weda yang menyangkut
keagamaan, sehingga dapat dimengerti, diselaraskan dan dapat diikuti tanpa
kesulitan.
2.
Memberikan
pertimbangan-pertimbangan filosofis dari kepercayaan-kepercayaan dalam hal mana
upacara agama itu tergantung.
Pokok pembicaraan dalam sistem Mimamsa ialah
pengukuhan kewibawaan Weda bagian Brahmana yang menekankan pada upacara
keagamaan, maka dari itu Mimamsa disebut karma Mimamsa karena Brahmana
merupakan karma kanda dari Weda. Upacara keagamaan ini sudah ada pada jaman
Brahmana dan sebagai hasilnya sudah termuat dalam Kalpasutra. Mimamsa juga
membahas ilmu tentang suara dan mantra, tetapi perhatian pokok Mimamsa adalah
penggunaan meditasi dengan ritual. Ajaran Mimamsa dapat disebut pluralistis dan
realistis, artinya Aliran ini menerima adanya kejamakkan jiwa, sedangkan alam
semesta adalah nyata dan berbeda dengan jiwa, (Sudiani, 2012;36-37).
2.5 Pandangan umum Purva Mimamsa Darsana
Mimamsa menolak pandangan Buddha dan Advaita
yang menyatakan bahwa dunia ini maya. Mimamsa juga percaya dengan adanya jiwa,
sorga, neraka, dan Para Dewa yang semuanya ini dapat dicapai melalui upacara
yang tepat menurut kitab suci Weda. Jiwa dan unsur-unsur materi pembentukan dunia
ini menurut Mimamsa bersifat kekal atau permanen. Semua benda yang ada di dunia
ini ditentukan oleh hukum karma phala. Ada tiga komposisi didunia ini
yaitu:
1.
Kehidupan
jasmani sebagai tempat jiwa untuk menikmati akibat perbuataannya dari masa-masa
kehidupan yang silam (Bhogayatana).
2.
Indriya
yang dipergunakan sebagai alat oleh jiwa untuk menikmati adanya rasa suka-duka
dalam hidup ini (Bhoga Sadana).
3.
Objek-objek
yang merupakan buah dari suka-duka.
Mimansa tidak mengakui adanya Tuhan,
sedangkan mengenai teori tentang atom sama dengan yang dikemukakan oleh
Veisiseka. Menurut Mimamsa atom-atom ini tidak membutuhkan pengaturan dari
Tuhan, melainkan diatur oleh hukum karma
Metafisika Mimamsa bersifat pluralistis dan
realistis, artinya percaya dengan adanya jumlah jiwa yang tak terhitung dan
dunia yang nyata, tetapi keduanya berbeda. Mimamsa percaya dengan hanya
realitas seperti kenyataan adanya energi, moral, surga, neraka dan sebagainya
yang tidak dapat diketahui melalui pengalaman indriya, (Sudiani, 2012;36-37).
Menurut Rsi Jaimini kitab suci Weda secara
praktis hanyalah Tuhan semata dan Weda yang abadi tersebut tidak memerlukan
dasar apapun untuk sandarannya. Tidak ada pewahyu illahi, karena Weda itu
sendiri merupakan otoritasnya, yang merupakan satu-satunya sumber pengetahuan
Dharna kita. Sutra pertama dari Mimamsa berbunyi “Atthato Dharmajijnasa”, yang
menyatakan bahwa keseluruhan tujuan dari sitemnya, yaitu keinginan untuk
mengetahui dharma atau kewajiban yang terkandung dalam pelaksanaan
upacara-upacara dan kurban-kurban yang diuraikan oleh kitab suci Weda. Dharma
itu sendiri memberikan ganjarannya, tujuan purwa Mimamsa adalah untuk
menyelidiki kedalam sifat dari dharma. (Maswinara,1998;56).
2.6 Epistimologi Purva Mimamsa
Sendi utama teori pengetahuan Mimamsa adalah
pemahaman tentang keabsahan diri pengetahuan. Tidak seperti teori pengetahuan
lain yang mempertahankan bahwa klaim-klaim pengetahuan diketahui sebagai yang
benar ketika mereka berhubungan dengan realitas, atau ketika mereka menuntun
orang kepada tindakan yang berhasil, atau ketika mereka berpadu dalam satu
sistem yang konsisten. Mimamsa menekankan bahwa kodrat pengetahuan itulah yang
memberi kesaksian terhadap dirinya sendiri. Keyakinan kita akan kebenaran klaim
yang ditunjuk pengetahuan dari kodratnya muncul sebagi satu sosok pengetahuan
itu sendiri.
Mengenai alat atau cara untuk mendapatkan
pengetahuan Prabhakara mengajarkan lima cara, sedangkan Kumarila Bhata
mengajarkan enam cara termasuk yang diajarkan oleh Prabhakara. Keenam cara itu
ialah:
1.
Pratyaksa
(Pengamatan Langsung)
Pratyaksa merupakan sumber pengetahuan yang
paling tinggi. Proses untuk mengetahui keberan dari suatu pengetahuan dengan
menggunakan indria, dalam hal ini indria berhubungan langsung dengan objek yang
diamati. Tetapi, ada juga pengamatan yang bersifat transendental yang hanya
bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu yakni sebagai berikut:
a. Nirvikalpa
Merupakan suatu pengamatan terhadap objek
tanpa penilaian, misalnya: ketika seseorang melihat sapi dia hanya mengetahui
keberadaan sapi itu tanpa mengetui lebih luas tentang seberapa besar tubuhnya,
makanannya apa, dimana hidupnya, serta perawatan untuk pemeliharaannya.
b. Savikalpa
Savikalpa merupakan suatu pengamatan terhadap
objek dengan suatu penilaian. miaslnya: ketika seseorang melihat sapi, dia
pasti juga akan mengamati tentang tubuhnya, makanannya apa, dimana hidupnya,
serta perawatan untuk pemeliharaannya.
2.
Anumana
(Penyimpulan)
Anuamana berarti cara untuk mendapatkan
kebenaran suatu pengetahuan dengan cara menyimpulkan. Penyimpulan adalah suatu
proses penalaran dimana akan melewati suatu tahapan-tahapan berpikir tertentu
yang diperlukan untuk mencapai suatu kesimpulan. Ada 5 tahapan dalam proses
penyimpulan antara lain:
a. Pratijna: memperkenalkan objek permasalahan
tentang kebenaran pengamataan misalnya gunung itu berapi.
b. Hetu: alasan penyimpulan dimanadalam hal ini
terlihat ada asap yang keluar dari gunung tersebut
c. Udaharana: menghubungkan dengan aturan umum
tentang suatu masalah, yang ada dalam hal ini adalah bahwa segala yang berasap
itu tentu ada apinya.
d. Upanaya: Pemakaian aturan umum itu pada
kenyataannya yang terlihat, yaitu bahwa jelas gunung itu berapi.
e. Nigamana: berupa penyimpulan yang benar dan
pasti dari seluruh proses sebelumnya, dengan pernyataan bahwa gunung itu berapi, (Maswinara, 1999;130).
3.
Sabda
(kesaksian)
Bagi para Mimamsa alat pengetahuan yang
terpenting adalah kesaksian atau sabda, yaitu sabda suci Weda. Weda dipandang
bukan sebagai hasil karya manusia dan juga hasil karya Tuhan, karena Weda tidak
disusun oleh manusia dan juga oleh Tuhan. Weda adalah kekal.
Aliran Mimamsa yang meberikan perhatian yang
besar kepada sabda sebagai sumber pengetahuan, karena sabda harus membuktikan
kekuasaan dari Weda, yaitu yang bersifat pribadi dan yang tidak bersifat
pribadi. Yang Pertama yang bersifat tertulis atau lisan dari seseorang,
sedangkan yang kedua menyatakan kekuatan daripada Weda itu sendiri. Mimamsa
tertarik pada kekuatan Weda yang bersifat pribadi karena memberikan arah untuk
melakukan upacara keagamaan. Weda dipandang sebagai kitab yang mengandung
perintah untuk melakukan kewajiban dan bersifat kekal.
4.
Upamana
(Perbandingan)
Pandangan Mimamsa mengenai perbandingan
berbeda dengan pandangan Nyaya. Nyaya mengakui perbandingan adalah sumber
pengetahuan yang unik, tetapi Mimamsa selain menerima perbandingan sebagai
sumber yang berdiri sendiri, menerima perbandingan pula sebagai perasaan atau
hal yang sangat berbeda. Menurut Mimamsa pengetahuan muncul dari perbandingan
bila kita tahu bahwa objek yang diingat adalah persis seperti yang diterima.
Pengetahuan ini tidak dapat diklasifikasikan dalam persepsi, karena objek yang
dikenal sama. Sabaraswamin mendefinisikan upamana sebagai pengetahuan tentang
suatu objek yang tidak diterima dengan objek lain yang dikenalnya.
5.
Arthapatti
(perkiraan tanpa bukti)
Arthapatti adalah suatu bentuk perkiraan yang
sangat diperlukan terhadap sesuatu yang sulit dipahami melalui beberapa
penjelasan yang berawalan satu dengan yang lainnya. Bila memberikan penjelasan
kepada orang lain tentang sesuatu benda yang belum pernah dilihat sebelunnya,
kita harus menjelaskan benda yang dimaksud itu dengan benda lain yang sudah
dikenal, sehingga orang itu akan mudah mengerti. Pengetahuan yang diperoleh
dari peristiwa ini bukanlah merupakan suatu kesimpulan dan pula merupakan suatu
bentuk perbandingan.
6.
Anupalabdi
(tanpa persepsi)
Anupalabdi adalah cara untuk mendapatkan
pengetahuan mengenai tidak adanya pengamatan terhadap suatu objek dikarenkan
bendanya memang tidak ada. Misalnya ada yang menyakan tentang ketidakadaan itu,
makan jawabannya adalah coba lihat dan katakan apakah ada meja dikamar itu,
maka jawabannya adalah cobalah lihat dan katakan.
2.7 Kegunaan (Aksiologi Purva Mimamsa)
1.
Kedudukan
Weda di dalam Agama
Mimamsa tidak percaya dengan adanya
penciptaan di atas dunia ini. Mimamsa juga tidak percaya tentang adanya Tuhan
yang kekuasaanya berada di atas atau minimal setara dengan Weda. Menurut
Mimamsa, Weda itu sendiri mendasari kebenaran yang abadi atau hukum-hukum
tentang adanya perintah Weda. Weda menyiapkan ciptaan dari apa yang baik dan
apa yang salah. Kehidupan yang baik adalah kebaikan yang mengabdi kepada
kesetiaan terhadap perintah-perintah Weda.
2.
Kewajiban
yang Mendasar
Ritual atau upacara yadnya haruslah karena
berkaitan dengan Weda, bukan karena dengan tujuan yang lainnya. Pengorbanan
yang dilakukan jaman Weda dikalkulasi untuk menyenangkan Dewi Matahari, Dewa
Hujan dan Dewa-Dewa yang lain, atau hanya untuk memenangkan perang dan mengusir
penyakit. Mimamsa merupakan kelanjutan dari pada sistem keagamaan yang
bersumber dari Weda, maka itu upacara keagamaan secara detail lebih mendapat
tempat dari pada Dewa-Dewa itu sendiri, yang secara perlahan-lahan menjauh dan
menghilang ke dalam atau menjadi objek dari struktur. Dewa itu penting
hanya sebagai sesuatu, yang namanya harus diberikan, dimana dilakukan
upacara. Tetapi tujuan dasar dari pada melakukan upacara yadnya itu adalah
bukan persembahan untuk menyenangkan Dewa apapun.
Mimamsa percaya bahwa perbuatan yang wajib
untuk dilakukan bukan untuk memberikan keuntungan kepada pelakunya, tetapi
karena kita harus melakukannya. Mimamsa percaya suatu kewajiban tidak harus
dilakukan dengan tujuan yang menarik, tetapi alam-lah yang mengajurkan agar
seseorang melakukan tugasnya. Seorang filsuf barat yang bernama Kant
menganggap benar adanya Tuhan, dan menurut Kant pemujaan kepada Tuhan adalah
kewajiban yang tertinggi, sedangkan menurut Mimamsa kewajiban adalah kekuasaan
Weda secara pribadi yang berkaitan dengan tugas.
3.
Kebaikan
yang Tertinggi
Pada awalnya kebaikan menurut Mimamsa adalah
pencapaian sorga atau suatu keadaan di mana ditentukannya kebahagiaan sejati.
Sorga dianggap sebagai akhir dari suatu upacara keagamaan, akan tetapi pada
akhirnya Mimamsa menerima kelepasan sebagai tujuan tertinggi setelah penulis-penulis
Mimamsa mendapat pengaruh dari pemikir-pemikir dari sistem filsafat India
lainnya.
Menurut Mimamsa, jalan untuk mendapatkan
kelepasan adalah pelaksanaan upacaara keagamaan seperti yang diajarkan oleh
kitab Weda yaitu tindakan-tindakan yang diwajibkan dan menjauhkan diri dari
perbuatan yang terlarang.
Kebebasan adalah keadaan yang tidak didasari,
bebas dari kesenangan dan rasa sakit. Menurut Mimamsa keadaan mental dan
kesadaran tidak ada pada jiwa, muncul kesadaran dan keadan mental itu, bila
jiwa dikaitkan dengan objek melalui tubuh dan bagian-bagian tubuh lain.
Kebebasan berarti lenyapnya hubungan jiwa dengan tubuh dan kembali kepada
keadaan yang semula, yang bersifat kekal, berada dimana-mana dan meliputi
segala sesuatu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendiri Purva Mimamsa adalah Rsi Jaimini
(murid Maha Rsi Vyasa). Mimamsa dibagi menjadi dua jenis, yaitu Purva Mimamsa
dan Utara Mimamsa. Purva Mimamsa artinya penyelidikan sistematis yang pertama.
Maksudnya, sistem ini membicarakan bagian Weda yang pertama yaitu kitab
Brahmana. Sedangkan Utara Mimamsa atau Wedanta yang artinya penyelidikan
sistematis. Maksudnya, sistem ini membicarakan bagian Weda yang kedua, yaitu
kitab Upanisad.
1.
Pandangan
Mimamsa
a.
Brahman:
Mimamsa tidak memberikan tempat kepada Tuhan di dalam sistemnya. Dunia tidak
diciptakan oleh Tuhan, sebab dunia tidak berawal dan berakhir. Alasannya, jika
dunia diciptakan Tuhan yang Maha Pengasih, tidak mengkin ada penderitaan di
dunia ini. Mimamsa hanya percaya Veda yang bersifat kekal, tidak disusun oleh
Tuhan, Dewa, maupun manusia.
b.
Atman:
Mimamsa bersifat pluralisme yakni mengakui kejamakan jiwa atau atman yang
berada disetiap tubuh mahluk hidup. Jumlah atman tak terhingga, bersifat kekal,
berada dimana-mana, dan meliputi segala sesuatu.
c.
Maya:
Mimamsa bersifat realistik, artinya percaya bahwa dunia adalah suatu kenyataan
dan semua tindakan yang kita lakukan dalam hidup ini bukanlah sebuah ilusi
(menolak ajaran Budha dan Advaita).
d.
Moksa:
Pada awalnya, Mimamsa tidak mengakui adanya Moksa tetapi hanya meyakini adanya
sorga dan neraka. Namun, setelah mendapatkan pengaruh dari filsuf-filsuf di
India akhirnya mengakui adanya kelepasan sebegai tujuan tertinggi.
2.
Pokok-pokok
ajaran Purva Mimamsa
a.
Mengakui
otoritas Kitab Suci Veda (Astika)Perhatian pokok ajaran
b.
Mimamsa
adalah meditasi dan ritual (upacara keagamaan)
c.
Tujuan
utama sistem dilsafat ini adalah: (1). Untuk mempertahankan dan memberikan
landasan filsafat ritualisme bagi kitab suci Weda sehingga mudah dipahami. (2).
Menyusun aturan-aturan cara menerangkan isi Veda dengan benar.
d.
Percaya
dengan adanya para Dewa dan Roh yang menyelamatkan dari kematian dan menikmati
hasil ritual di sorga.
e.
Percaya
adanya hukum karma phala sebagai reaksi dari ritual yang telah dilakukan.
3.
Epistimologi
ajaran Mimamsa mengakui adanya enam jenis, dua dari yang pertama sama dengan
yang dikemukakan oleh Nyaya.
a. Pratyaksa (pengamatan langsung)
b. Anumana (kesimpulan)
c. Upamana (perbandingan)
d. Sabda (kesaksian)
e. Arthapati (perkiraan tanpa bukti)
f. Anupalabdi (tanpa persepsi).
4.
Aksiologi
Mimamsa
a.
Kedudukan
Weda di dalam Agama menjadi otoritas paling utama
b.
Melaksanakan
kewajiban yang paling mendasar dengan melakukan upacara keagamaan sesuai
perintah kitab suci Veda.
c.
Mencapai
Moksa dengan pelaksanaan upacara keagamaan seperti yang diajarkan oleh kitab
Weda yaitu tindakan-tindakan yang diwajibkan dan menjauhkan diri dari perbuatan
yang terlarang.
DAFTAR PUSTAKA
Maswinara, I Wayan.1998. Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana Samgraha).
Surabaya: Paramita.
Sudiani, Ni Nyoman. 2012. Materi Ajar Mata kuliah Darsana.
Tim Penyusun. 1999. Buku Pedoman Dosen Agama Hindu. Jakarta: Departemen
Agama RI.
DARSANA
PURVA MIMAMSA
Dosen Pengampu:
Dr. Ni Nyoman Sudiani, SE., S.pd.H., M.Fil.H
Disusun
Oleh:
Eni
Kusti Rahayu
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA NUSANTARA
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Om swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida
sang Hyang Widi Wasa atas berkat waranugraha-Nya, makalah
mata kuliah Darsana ini bisa terselesaikan dengan tepat pada waktunya.Tidak
lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terkait dalam
pembuatan makalah ini, diantaranya, Dr. Ni Nyoman Sudiani, SE., S.pd.H., M.Fil.H sebagai dosen pengampu mata kuliah
Darsana, teman-teman dikelas yang telah memberikan kami dukungan, dan semua
pihak Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta yang terkait dalam
menyediakan sarana dan prasarana guna mempermudah pencarian literature.
Makalah yang kami buat ini sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga
kritik dan saran bagi pembaca sangat diharapkan guna dijadikan pembelajaran
pada pembuatan makalah yang akan datang. Terima kasih atas partisipasinya
semoga semua isi yang ada dalam makalah bermanfaat bagi bembaca.
Om santi, santi, santi Om.
|
|||
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 1
1.3 Tujuan........................................................................................ 2
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Pengertian Purva
Mimamsa........................................................ 3
2.2 Sejarah Purva
Mimamsa............................................................. 3
2.3 Pandangan Purva
Mimamsa....................................................... 4
2.4 Pokok – Pokok Ajaran
Purva Mimamsa Darsana...................... 5
2.5 Pandangan umum purva
Mimamsa Darsana.............................. 6
2.6 Epistimologi Purva
Mimamsa .................................................... 7
2.7 Kegunaan (Aksiologi
Purva Mimamsa)..................................... 10
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA
|
LAMPIRAN PERTANYAAN
PRESENTASI
PERTANYAAN
PRESENTASI
1. Oke setiawan
Pertanyaan : Bagaimana Purva Mimamsa
menjelaskan empat kategori, yaitu substansi, kualitas, aktivitas dan sifat umum
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain? Bagaimana contoh nyata dalam
kehidupan ?
Jawaban :
Ke empat kategori tersebut tidak dapat
dipisahkan, karena keempatnya semuanya mewujudkan satu kesatuan. Contoh
nyatanya adalah adanya tubuh dan jiwa, menurut pandangan Purva Mimamsa bahwa
jika tidak ada jiwa, maka tubuhpun akan mati, apabila tidak ada tubuh, jiwa ini
tidak akan eksis. Dalam Purva Mimamsa, yang mengemudikan tubuh adalah jiwa.
2. Sundari Janur Anggita
Pertanyaan : Bagaimana contoh metodologi
intrepretasi dalam kehidupan masyarakat?
Jawaban:
Metodologi interpretasi merupakan suatu cara
atau pedoman agar ajaran –ajaran Veda yang rumit mengenai ritual –ritual bisa
dipahami, diharmoniskan, dan diikuti tanpa suatu kesulitan. Contoh dalam
kehidupan masyarakat tentang metodologi interpretasi adalah dengan memahai
itihasa dan purana serta kitab suci veda agar lebih memahami ritial-ritual yang
sesuai dengan ajaran kitab suci. Orang suci juga berusaha menyederhanakan Veda
agar Veda mudah dipahami oleh masyarakat.
3. Made Sudiana Saputra
Pertanyaan: Bagaimana Purva Mimamsa
menunjukkan bahwa kelepasan/ moksa itu ada? Bagaimana cara mencapainya?
Jawaban :
Pada mulanya tujuan hidup manusia menurut
Mimamsa adalah mencapai sorga, akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya
Mimamsa menyatakan bahwa tujuan hidup manusia yang tertinggi adalah kelepasan
atau moksa. Untuk mencapai moksa menurut Mimamsa adalah dengan melaksanakan
kewajiban upacara ritual yang sesuai dengan kitab suci.
4. Wisnu oka Wirawan
Pertanyaan :Jelaskan apa yang dimaksud Atheis
menurut Mimamsa. Mengapa tidak percaya adanya Tuhan, tetapi percaya adanya Dewa
sebagai manifestasi Tuhan?
Jawaban:
Menurut Purva Mimamsa, dunia tidak diciptakan
oleh Tuhan, melainkan tercipta dengan
sendirinya. Selain itu dalam kitab suci juga tidak disebutkan Tuhan, tetapi
Dewalah yang disebut, dewa melindungi manusai, dan dalam pandangan Mimamsa ini
tidak membutuhkan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar