MAKALAH
ILMU KEALAMAN DASAR
BHUTA YADNYA SEBAGAI WUJUD
KESEIMBANGAN
ALAM SEMESTA
Oleh:
Eni Kusti Rahayu
I
Made Sudiana Saputra
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA NUSANTARA
JAKARTA
2016
KATA
PENGANTAR
Om
swastyastu,
Pertama- tama patutlah kita
menghaturkan angayubhagia ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas waranugrahaNya, penyusun mampu
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas Ilmu Kealaman Dasar. Dalam
penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun berkat bantuan dosen pembimbing, doa orang tua, serta dorongan dari
teman-teman, sehingga kendala yang penulis hadapi bisa teratasi. Makalah ini
disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu dan pengetahuan tentang yadnya, khususnya Bhuta Yadnya, yang
kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi
dan berita.
Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran dan pengetahuan kepada
pembaca, khususnya mahasiswa dan akademisi di Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma
Nusantara Jakarta. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan, karena pengalaman yang kami miliki masih sangat
terbatas. Oleh karena itu, penulis berharap kepada dosen pembimbing dan para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini, baik dari bentuk maupun isinya, sehingga kedepannya
dapat lebih baik.
Om santi santi santi om,
Jakarta, Mei 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.................................................................................. 4
1.2
Rumusan Masalah............................................................................. 5
1.3
Tujuan Penulisan............................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Yadnya............................................................................... 6
2.2 Jenis/ Tingkatan Bhuta Yadnya....................................................... 7
2.3 Upaya Nyata Mewujudkan Keseimbangan Alam
Dengan Jalan Bhuta Yadnya
2.3.1
Tumpek Kandang........................................................................... 11
2.3.1
Tumpek Uduh................................................................................ 14
2.3.1
Tumpek Landep............................................................................. 15
2.3.1
Agni Hotra..................................................................................... 17
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan........................................................................................ 20
3.2
Saran.................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 22
BIOGRAFI PENULIS......................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Yadnya
merupakan segala bentuk pemujaan atau persembahan dan pengorbanan yang
dilaksanakan secara tulus ikhlas untuk tujuan yang mulia dan luhur. Menurut
kitab Bhagawadgita, yadnya adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan penuh
keikhlasan dan kesadaran untuk melaksanakan persembahan kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi wasa. Yadnya dalam agama Hindu dikenal dengan Panca Yadnya yang
terdiri dari Dewa yadnya, Rsi Yadnya, Pitra yadnya, Manusya Yadnya dan Bhuta
Yadnya.
Selama
ini ada suatu upacara yang terkesan menyeramkan yakni upacara bhuta yadnya.
Setiap orang yang mendengar upacara tersebut dalam pikiran atau perasaannya
mungkin akan langsung terbayang dengan suatu pelaksanaan ritual Hindu yang di
dalamnya terdapat segala upaya untuk menjinakkan kekuatan-kekuatan gaib, magis,
atau mistik, seperti penaklukkan bhuta, raksasa, atau pisaka (jin, setan). Sesungguhnya upacara bhuta yadnya adalah
ritual yang dilaksanakan untuk mengharmoniskan seluruh makhluk yang ada di alam
semesta ini yang merupakan ciptaan Tuhan. Tidak hanya manusia saja, namun
hewan, tumbuhan, bahkan benda mati sekalipun adalah ciptaan Tuhan yang harus
kita harmoniskan agar tercipta suatu keseimbangan di seluruh alam semesta
diantara semua ciptaan Tuhan.
Oleh
karena itu, berdasarkan uraian diatas, dalam makalah ini kami akan berusaha
memaparkan tentang bhuta yadnya dalam mengharmoniskan alam semesta agar dapat
tejadi keseimbangan diantara semua makhluk di alam semesta. Disini kami juga
akan membahas tentang berbagai ritual yang bertujuan untuk mengharmoniskan alam
semesta, baik dengan makhluk yang hidup
ataupun benda- benda yang tak hidup.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apakah
hakikat yadnya?
2. Apa
saja jenis/ tingkatan Bhuta Yadnya?
3. Bagaimana
upaya nyata dalam mewujudkan keseimbangan alam dengan jalan Bhuta Yadnya?
1.3 Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui hakikat yadnya;
2. Untuk
mengetahui jenis/ tingkatan Bhuta Yadnya;
3. Untuk
mengetahui upaya nyata dalam mewujudkan keseimbangan alam dengan jalan Bhuta
Yadnya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Yadnya
Secara etimologi kata yadnya adalah
kata dalam bahasa sanskerta yang berasal dari urat kata “Yaj” yang artinya
memuja, mempersembahkan, berkorban. Jadi, yadnya adalah suatu bentuk pemujaan
atau persembahan yang dilaksanakan secara tulus iklas untuk tujuan yang mulia
dan luhur yang ditujukan ke hadapan Ida
sang Hyang Widhi wasa. Bentuk yadnya itu tidak hanya sebatas dalam bentuk
upakara dan upacara agama saja, tetapi yang disebut yadnya adalah segala bentuk
kegiatan yang dilakukan ikhlas tanpa pamrih. Jadi bentuk yadnya ada
bermacam-macam, ada yang berbentuk persembahan dengan menggunakan sarana dan
juga ada persembahan dalam bentuk pengendalian diri atau pengendalian indria
serta pengorbanan kekayaan atau harta benda.
Secara umum, tujuan melaksanakan
yadnya adalah untuk mengamalkan ajaran Agama. Bahwa yadnya merupakan pengamalan
ajaran weda dalam bentuk symbol-simbol. Symbol yang terdapat dalam pelaksanaan
yadnya merupakan realisasi dari ajaran agama Hindu (Weda). Selain itu tujuan yadnya adalah untuk meningkatkan kualitas diri, yaitu manusia
sebagai makhluk yang paling sempurna karena memiliki kemampuan untuk berpikir.
Di dalam ajaran agama, ada ajaran pengendalian diri dimana manusia sangat perlu
mengendalikan pikirannya agar dapat dengan baik mencapai harapan hidup yang di
cita-citakan. Yadnya juga bertujuan untuk penyucian, yaitu untuk menyucikan
atau pembersihan yang berhubungan dengan diri sendiri, sesame, alam lingkungan,
dan juga kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Berbagai macam upacaranya seperti
padudusan, jenis-jenis tawur dan caru,
prayascita, panglukatan dan yang lainnya disamping bermakna sebagai
persembahan juga bermakna sebagai pembersihan atau penyucian. (Sudirga:2007)
2.2 Jenis / Tingkatan dalam Bhuta Yadnya
1. Tingkatan Upakara Bhuta Yadnya
yang paling kecil (kanista) adalah Segehan
Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan
yang kecil disebut dengan “Segehan“, Sega berarti nasi (bahasa Jawa:
sego). Upacara ini di sebut dengan “ Segehan “, dengan lauk pauknya yang sangat
sederhana seperti bawang merah, jahe, garam dan lain-lainnya.
Jenis-jenis segehan ini
bermacam-macam sesuai dengan bentuk dan warna nasi yang di gunakannya. Adapun
jenis- jenisnya adalah Segehan Kepel dan Segehan Cacahan, Segehan Agung, Gelar
Sanga, Banten Byakala dan Banten Prayascita. Segehan ini adalah persembahan
sehari- hari yang dihaturkan kepada Kala Buchara / Buchari (Bhuta Kala) supaya
tidak mengganggu. Penyajiannya diletakkan di bawah / sudut- sudut natar Merajan
/ Pura atau di halaman rumah dan di gerbang masuk bahkan ke perempatan jalan.
Fungsi segehan ini sebagai aturan
terkecil (dari caru) untuk memohon kehadapan Hyang Widhi agar terbina
keharmonisan hidup, seluruh umat manusia terhindar dari segala godaan sekala
niskala, terutama terhindar dari gangguan para bhuta-kala (Kala
Bhucara-Bhucari).
2. Tingkatan Upakara Bhuta Yadnya
Menengah (Madya) adalah caru
Tingkatan upacara dalam
tingkatan madya ini di sebut dengan “ Caru “. Pada tingkatan ini selain
mempergunakan lauk pauk seperti pada segehan, maka di gunakan pula daging
binatang. Banyak jenis binatang yang di gunakan tergantung tingkat dan jenis
caru yang di laksanakan. Adapun jenis-jenis caru tersebut adalah Caru ayam
berumbun ( dengan satu ekor ayam ), Caru panca sata ( caru yang menggunakan
lima ekor ayam yang di sesuaikan dengan arah atau kiblat mata angin ), Caru
panca kelud adalah caru yang menggunakan lima ekor ayam di tambah dengan seekor
itik atau yang lain sesuai dengan kebutuhan upacara yang di lakukan, dan Caru
Rsi Gana.
3. Tingkatan Upakara Bhuta Yadnya
yang paling besar ( uttama ) adalah tawur
Tingkatan yang
utama ini di sebut dengan Tawur misalnya Tawur Kesanga dan Nyepi yang jatuhnya
setahun sekali, Panca Wali Krama adalah upacara Bhuta Yadnya yang jatuhnya
setiap sepuluh tahun sekali, dan Eka Dasa Rudra yaitu upacara Bhuta Yadnya yang
jatuhnya setiap seratus tahun sekali.
Tawur dimulai dari tingkatan balik
sumpah sampai dengan marebu bumi—sesuai dengan yang tersurat dalam lontar Bhama
Kertih digolongkan sebagai upacara besar (utama) yang diselenggarakan pada
pura-pura besar. Tawur ini memiliki fungsi sebagai pengharmonis buwana agung
(alam semesta) . Adapun tawur ini memiliki kekuatan mulai dari 30 tahun, 100
tahun (untuk eka dasa rudra), dan 1000 tahun untuk marebu bumi. Adapun tawur
dilaksanakan pada tingkatan utama, baik sebagai pangenteg linggih maupun
upacara-upacara rutin yang sudah ditentukan oleh aturan sastra atau rontal pada
berbagai pura besar di Bali. Tawur ini memiliki makna sebagai pamarisuddha
jagat pada tingkatan kabupaten/kota, provinsi, maupun negara.
2.3 Upaya nyata dalam mewujudkan keseimbangan alam
semesta dengan jalan Bhuta yadnya
Ada lima macam ritual Hindu yang
disebut Panca Yadnya yaitu Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusya
Yadnya, dan Bhuta yadnya.
Masing-masing ritual itu memiliki tujuan dan fungsinya sendiri-sendiri. Ritual
yang ditujukan untuk mengungkapkan rasa syukur ke hadapan Tuhan adalah Dewa yadnya, ritual yang bertujuan
memberikan penghormatan kepada leluhur adalah Pitra Yadnya, yang bertujuan memberikan penghormatan kepada orang
suci adalah Rsi Yadnya, yang
bertujuan untuk menyempurnakan manusia adalah Manusya Yadnya, dan ritual yang bertujuan untuk menciptakan
keharmonisan lingkungan alam semesta dari pengaruh vibrasi gelombang energi -energi
negatif adalah Bhuta yadnya.
Bhuta yadnya bertujuan untuk
menetralisasi energi-energi negatif. Energi negatif tersebut diyakini berasal
dari disharmonisasi antara berbagai
macam makhluk, baik makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan, juga disharmonisasi
dengan makhluk-makhluk gaib yang berbadan energi eterik. Makhluk-makhluk yang
berbadan energi eterik ini sangat besar pengaruhnya terhadap badan eterik
manusia. Karena manusia selain memiliki badan kasar, manusia juga dibungkus
oleh badan eterik. Disharmonisasi antara badan eterik manusia dengan badan
eterik makhluk lain baik yang tampak maupun yang tak tampak mempunyai pengaruh
terhadap kesadaran dan emosi manusia. Itulah sebabnya bhuta yadnya dilaksanakan
dengan tujuan untuk mewujudkan keharmonisan alam semesta. Berikut adalah
beberapa upaya untuk mewujudkan keseimbangan alam sehingga dapat diharapkan
mampu menciptakan keharmonisan seluruh makhluk di alam semesta ini;
2.1.1. Bhuta Yadnya sebagai komunikasi
dan harmonisasi tingkat partikel elektron atom dalam alam semesta
Sesungguhnya seluruh alam semesta
ini, baik dalam bentuk padat, cair, dan gas, merupakan satu kesatuan sub atomik
atau elektron. Upacara bhuta yadnya lah yang berpengaruh dalam resrtukturisasi
dan reposisi struktur electrkn-elektron partikel atom materi yang membangun
bumi ini. Sebab dalam bahasa sanskerta
yang dimaksud dengan kata bhuta adalah materi atau unsur. Dengan demikian, alam
semesta ini merupakan himpunan tak terhingga dari elektron-elektron unsur yang terdiri dari delapan unsur atau yang disebut Asta Prakrti, yaitu tanah,
air, api, udara, ether, pikiran, budhi, dan ego. Elektron-elektron Asta Prakrti
tersebut seluruhnya bervibrasi atau bergetar dengan irama kosmik atau irama
alam yang telah di stem oleh sang penciptanya.
Frekuensi gelombang asta prekrti ini
dapat dipengarugi dan saling mempengaruhi dengan frekuesi gelombang otak. Saat
ini gelombang asta prakrti alam semesta telah banyak dikacaukan oleh emisi
gelombang manusia yang egoistik. Perut bumi atau pertiwi yang mengandung
unsure-unsur asta prakrti telah dieksploitasi secara besar-besaran dengan
menggunakan energi ahamkara (ego), akhirnya bumi sesekali memberikan reaksi
atau teguran melalui bencana alam. Sesuungguhnya bencana alam itu diciptakan
oleh energi ahamkara pikiran manusia. (Donder:2007)
Agar dapat membebaskan diri dari
gelombang –gelombang informasi yang menyesatkan, setiap orang seharusnya rajin
menyelaraskan gelombang pikirannya dengan sumber gelombang kesucian, sumber
gelombang kebijaksanaan, sumber gelombang kebenaran, dan itulah Tuhan.
Gelombang spiritual itu melimpah adanya dan tidak memerlukan modal untuk
mendapatkannya. Sembahyang, berdoa, kirthanam(memuji nama-nama Tuhan), dan
japa, merupakan wujud upaya membebaskan diri dari volusi gelombang negatif di
alam semesta ini. jika upaya itu telah berhasilmembawa frekuensi pikiran
manusia pada level frekuensi yang sama atau selaras dengan level frekuensi alam
semesta, maka vibrasi tersebut akan menjadi sarana interferensi terhadap
frekuensi vibrasi gelombang Tuhan, dan itu membuat manusia dekat denganTuhan
(Suja:2000).
Sebagaimana dikatakan bahwa dengan
sembahyang, berdoa, kirthanam, dan japa dapat membebaskan diri dari volusi
gelombanng-gelombang negatif. Ritual Bhuta Yadnya, memiliki faktor yang signifikan
terhadap untuk merestrukturisasi gelombang-gelombang mikro. Karena dalam ritual
bhuta yadnya tersebut terdapat banyak penggunaaan unsur-unsur ritual yang
berfungsi untuk melakukan proses super posisi gelombang-gelombang mikro. Unsur-unsur itu antara lain ; (1) penggunaan
sarana hewan, yang tubuhnya masih mengandung kadar air sebagai bahan konduktor
atau penghantar arus gelombang elektromagnetik. (2) penggunaan warna hitam dari
hewan korban sebagai sarana ritual Bhuta Yadnya mengandung maksud menjadikan
sarana warna hitam sebagai sarana absorvsi atau penyerapan gelombang –gelombang
kosmik, (3) penggunaan berbagai unsur-unsur bunyi-bunyian(seperti Kulkul atau
kentongan), bunyi letusan bamboo ynag dibakar, (4) penggunaan gamelan
Balaganjur (gamelan yang dipukul dengan semangat, semarak,energik, dan keras),
bertujuan untuk melakukan manufer
manufer (super posisi) terhadap gelombang negatif (buruk) yang berpengaruh
terhadap pola gelombang otak manusia. (5) penggunaan kidung yang melankolis
sebagai sarana untuk merestrukrurisasi gelombang-gelombang yang kacau baik
karena perbedaan frekuensi maupun arah rambatan gelombang itu, (6) penggunaan
mantram yang bertujuan memperbaiki secara keseluruhan vibrasi kosmik.
Seorang suci bernama Svami Sivananda
(1998) mengatakan bahwa mantra berarti
sesuatu yang membebaskan pikiran manusia dari pengaruh
gelombang-gelombang materi atau keterikatannya terhadap dunia (Prakrti).
Penggunaan unsur ritual tersebut mampu menciptakan suasana ritual manjadi
sebuah aktivitas yang seolah-olah bagaikan nada ritmik yang menyelusup diantara
gelombang-gelombang alam semesta. Itulah sebabnya ritual bhuta yadnya yang
dilakukan dengan penuh kesadaran, atau kepercayaan, dan pemahaman yang benar
patut dilaksanakan oleh setiap individu maupun secara bersama.
2.1.2
Upacara Tumpek Kandang untuk Harmonisasi Dunia Hewan dalam suatu sistem
di alam semesta
Tumpek Kandang adalah upacara selamatan untuk
binatang-binatang seperti binatang yang disembelih dan binatang piaraan. Kenapa
harus ada upacara untuk para binatang? Mungkin ada yang pernah bertanya dalam
hati demikian. Sesungguhnya inilah Hindu yang mengajarkan cinta kasih yang
besar kepada seluruh ciptaan Tuhan dan yang mengajarkan sifat untuk menghargai
tak hanya kepada sesama manusia tapi juga kepada binatang ,tumbuhan dan seluruh
ciptaannya. Karena dalam hindu terdapat amanat untuk menjaga keharmonisan
hidup dengan semua mahluk dan alam semesta. Selain itu dalam ajaran Hindu,
meyakini bahwa semua makhluk memiliki jiwa yang berasal dari Ida Sang Hyang
Widhi.
Khusus pada perayaan Tumpek Kandang,
umat memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Siwa Pasupati agar hewan
peliharaannya diberkati kerahayuan. Sebab, hewan sangat berguna bagi
kehidupan manusia. Misalnya, sapi atau kerbau bagi para petani memiliki peran
yang sangat besar dalam membantu aktivitas agrarisnya. Mengapa
membuat upacara selamatan terhadap hal-hal tersebut ? Dalam ajaran agama Hindu,
keharmonisan hidup dengan semua makhluk dan alam semesta senantiasa
diamanatkan. Manusia hendaknya selaras dan hidup hamonis dengan alam
semesta,khususnya bumi ini dan dengan ciptaan-Nya yang lain, termasuk
tumbuh-tumbuhan dan binatang.
Keberadaan
hewan dalam agama Hindu dipandang sebagai suatu keniscayaan, oleh sebab itu
manusia sebagai makhluk yang paling cerdas, paling mulia, (mengaku) paling
dekat dengan Tuhan , tidak dapat mengabaikan atau bahkan mengutuk keberadaan
salah satu hewan tersebut. Mungkin dari sudut pandang agama non Hindu,
menganggap bahwa orang Hindu mempersekutukan Tuhan dengan binatang,
memberhalakan binatang dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut dalam agama
Hindu tidak popular, dan tidak dikenal karena dalam perspektif teologi agama
Hindu saguna Brahman dan filosofi advaita, Tuhan itu “memang meresapi” masuk ke
dalam tubuh makhluk hidup dan juga ke dalam benda-benda ata unsure alam
semesta. Jadi, kata mempersekutukan itu tidak dipopulerkan dalam agama Hindu,
yang lebih dipopulerkan adalah bahwa Tuhan Dan ciptaannya adalah satu.
Ritual yang dilaksanakan pada hari
tumpek kandang juga kerap disebut tumpek celeng, adalah ritual yang mengandung
nilai-nilai luhur dan universal. Dikatakan demikian karena di dalam ritual
tersebut terkandung proses edukasi yang bersifat natural evolisif, sehingga
umat Hindu secara alamiah digiring pada proses pemahaman bahwa dunia hewan juga
pantas menerima perlakuan atau perbuatan yang baik dari manusia.
Ketika umat Hindu melaksanakan
ritual tersebut, secara kasat mata terlihat bahwa para umat Hindu datang ke
kandang atau ke tempat dimana hewan-hewannya ditambatkan seraya berbicara dan
memberi penghormatan kepada hewan-hewan tersebut, seolah-olah ia berkomunikasi
dengan hewan tersebut. Mungkin paham
antropologi menganggapnya sebagai manaisme atau dinamisme, namun dalam
Kosmologi hindu tidak menganggapnya demikian. Manusia sebagai makhluk yang
memperoleh predikat sebagai makhluk yang paling mulia, telah memperoleh suatu
anugrah yang maha besar, yakni pikiran.
Demikian kata Svami Sivananda
Dalam kaitannya dengan upacara atau
ritual tumpek kandang yang selain bertujuan untuk mengucap syukur ka hadapan
Tuhan, juga untuk memberi spirit kepada hewan-hewan agar keceriaan dan
kesenangan yang dimiliki dapat tetap dipertahankan, sehingga para hewan lebih
maksimal mengabdikan dirinya kepada manusia. Karena hewan-hewan itu diciptakan
untuk melayani umat manusia, dan hewan-hewan itu akan berbahagia sekali jika
dalam hidupnya dapat berguna bagi kehidupan manusia. Hewan hanya akan meningkat
karmavasananya secara luar biasa, jika ia dalam hidupnya dapat mengabdi secara
optimal kepada manusia. Manusialah yang akan meningkatkan derajat kelahiran
hewan- hewan tersebut pada kelahiran berikutnya.
Mantram, doa, atau ucapan syukur
kepada Tuhan yang diucapkan ketika melakukan upacara tumpek kandang menyebabkan
para hewan akan memiliki kesadaran yang lebih tinggi. Hewan yang diperhatikan
atau dipelihara dengan baik, maka mereka dapat berkomunikasi timbal balik.
Contoh; hewan seperti anjing, kucing, bebek, babi, burubg, dan sebagainya jika
dipelihara atau dirawat dengan baik, hewan-hewan itu ketika melihat tuannya
(pemeliharanya) langsung menundukkan kepalanya atau menggerakkan ekornya. Itu
merupakan isyarat bahwa hewan-hewan mwningkat kesadarannya.
Pikiran yang baik akan mempengaruhi
makhluk dan lingkungan sekitarnya, oleh sebab itu ritual tumpek kandang
tersebut sampai saat ini masih memiliki fungsi dan efek positif terhadap upaya
mewujudkan dunia yang semakin baik. Dunia yang semakin baik dapat berwujud mana
kala semua makhluk memiliki pikiran dan perasaan yang mendalam untuk melakukan
tugas pengabdian. (Donder :2007)
2.1.3
Upacara Tumpek Uduh untuk harmonisasi dengan dunia tumbuh-tumbuhan di
alam semesta
Tumpek Uduh adalah hari turunnya
Sang Hyang Sangkara yang manjaga keselamatan hidup segala tumbuh-tumbuhan.
Beliau menjaga agar tumbuh-tumbuhan itu subur tumbuhnya, hidup, dan terhindar
dari hama penyakit, serta agar memberikan hasil yang melimpah, melebihi dari
yang sebelumnya, dan bisa hemat atau tetap ada walaupun dipakai/dimakan.
Pemujaan tumpek uduh dilaksanakan
setiap 6 bulan sekali di hari sabtu kliwon tepat 25 hari sebelum hari raya
galungan. Pemujaan tumpek uduh ini merupakan suatu persembahan kepada
manifestasi Tuhan sebagai Dewa Sangkara penguasa tumbuh-tumbuhan. Momentum ini
sangat baik bagi manusia, mengingat begitu pentingnya tanaman dan alam semesta
dalam arti yang sangat luas, sehingga menjadi harmoni dalam kehhidupan ini.
Manusia sangat tergantung dari alam
semesta raya ini, sebagai bagian dari alam semesta ini, maka umat Hindu sangat
menghormati alam semesta beserta isinya. Oleh karena itu kita memperingati
tumpek uduh sebagai suatu penghormatan terhadap alam yang telah menyediakan
makanan yang dikonsumsi oleh manusia. Esensi terpenting dan makna dari perayaan
tumpek uduh adalah sebagai ucapan rasa terima kasih yang mendalam terhadap
kekayaan alam yang melimpah ruah.
Keberadaan atau kehadiran tumbuhan
di dunia ini memiliki misi/ tugas masing- masing dari Tuhan yang mesti harus
dilaksanakan. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan paling mulia akan sangat
baik sekali jika pikiran dan rasa bersyukurnya kepada Tuhan itu disampaikan di
dekat pohon atau tumbuhan itu, agar vibrasi atau getaran rasa syukur itu juga
dapat merambat dan dirasakan oleh tumbuh-tumbuhan itu. Tumbuh-tumbuhan tidak
dapat dikatakan hanya sebagai makhluk yang tidak memiliki perasaan, bahkan
sebaliknya, tumbuh-tumbuhan memiliki perasaan keceriaan, dan kemurungan seperti
manusia (Bose dalam Jendra, 1999:102)
Berbahagialah tumbuh-tumbuhan itu
jika dalam hidupnya dijadikan sebagai persembahan. Secara spiritual, jiwa- jiwa
atau roh yang ada pada setiap tumbuhan dipersembahkan kembali kepada Tuhan, dan
fisiknya dipersembahkan kepada manusia.
Maka perasaan tumbuhan tersebut akan merasa bahagia manakala mereka
dapat digunakan oleh manusia sebagai sarana ritual. Karena tumbuhan berfungsi
sebagai sarana persembahan manusia kepada Tuhan, maka manusia harus berusaha
memotivasi, mengajak agar para tumbuhan itu menyadari fungsinya sebagai
persembahan, sehingga tumbuhan itu akan berdaun, atau berbuah yang lebat.
Vibrasi ini sebagai gelombang pikiran dengan motif bakti dapat ditangkap oleh
tumbuh-tumbuhan itu, sehingga mereka akan sangat bergembira dan antusias
menerima permintaan manusia agar tumbuhan itu berbuah atau berdaun lebat.
(Donder, 2007:392)
2.1.4
Upacara Tumpek Landep untuk Harmonisasi Tingkat Elektron Atom dalam Sistem Teknologi di Alam Semesta
Hari raya Tumpek Landep adalah hari yang dikhususkan untuk
memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dalam wujudnya sebagai Dewa
Senjata ( Pasupati ). Tumpek Landep diperingati saat Saniscara Kliwon wuku
Landep setiap 6 bulan sekali. Pelaksanaan upacara Tumpek Landep
dilaksanakan karena mengandung hakekat dan makna yang tinggi dan sangat
berhubungan dengan kehidupan manusia di dunia terutama mengenai intelegensi manusia,
karena manusia itu sendiri adalah termasuk makhluk religious yang selalu
berhubungan dengan kekuatan supra natural.
Dari kata Landep sendiri mengandung
pengertian Tajam atau ketajaman. Tumpek Landep adalah ungkapan rasa
terima kasih umat Hindu khususnya terhadap Sang Hyang Widi Wasa yang
turun ke dunia dan memberikan ketajaman pemikiran kepada manusia.
Adapun ketajaman itu layaknya senjata yang berbentuk lancip/runcing seperti
keris, tombak dan pedang.
Dalam pengertian lain bahan logam
seperti besi, perak, perunggu tersebut sudah banyak membantu dan
mempermudah pekerjaan manusia dalam kehidupan sehari hari. Hari raya
Tumpek Landep sendiri adalah rangkaian dari hari raya yang lain dan bila
diurutkan akan seperti ini : hari raya Galungan, hari raya Kuningan, hari raya
Saraswati dan hari raya Siwaratri dan hari raya Tumpek Landep itu sendiri.
Dalam perayaan Tumpek Landep sendiri bisa dilakukan di rumah dan pura dengan
cara mengumpulkan benda benda pusaka atau benda yang terbuat dari logam,
upacara ini dilakukan dari pagi hingga sore hari.
Upacara ini terus dilakukan secara
turun temurun sampai saat ini, dimana pada masa sekarang tidak hanya senjata
yang terbuat dari besi namun barang/alat lain yang mengandung unsur besi atau
benda dapat bergerak terbuat dari logam seperti (sepeda motor, mobil)
alat rumah tangga dan lain lain yang ikut diupacarakan diberikan hiasan
khusus dari janur yang di sebut tamian.Saat upacara berlansung benda benda
yang terbuat atau mempunyai unsur logam ini diberikan sesajen agar dapat
mempermudah dan memperlancar kegiatan manusia untuk menjalani kehidupan sehari
hari.
Sebagaimana
dikatakan bahwa bukan hanya hewan, tumbuhan dan manusia saja yang memiliki
kekuatan, roh, dan perasaan, tetapi benda mati sekalipun memiliki roh. Oleh sebab
itu agar seluruh partikel materi di alam semesta dapat menikmati kebahagiaan
bersama, maka manusia pantas juga untuk membagi dan mengelola perasaan
bahagianya itu sehingga mampu dirasakan oleh sarva bhuta (seluruh materi). Hindu tidak memiliki paham bahwa
memberi penghormatan atau berkomunikasi dengan benda-benda mati sebagai
tindakan berhala. Sebab jika ditelusuri secara kronologis sesungguhnyalah bahwa
partikel asta prakrti bersenyawa dengan pikiran, budhi, dan kehendak (ego) dari
roh semesta.
Dengan demikian ritual tumpek landep
yang dilaksanakan oleh umat Hindu itu sebagai upaya komunikasi antar partikel
alam semesta demi mewujudkan keharmonisan alam semesta. Dalam pelaksanaannya
hari raya tumpek landep dihaturkan ritual persembahan terhadap para penguasa
atau kekuatan-kekuatan yang ada pada tombak, keris, peralatan pande (tukang
besi). Kemudian saat ini berkembang perayaan hari raya tumpek landep seperti, sepeda motor, mobil, computer, semua
benda bermesin. Sehingga ritual tumpek landep sesungguhnya identik dengan
perayaan hari raya teknologi.
Adapun adanya, sesungguhnya ritual
tumpek landep bertujuan untuk menciptakan harmonisasi tingkat partikel atom
yang ada di bumi khususnya dan di alam semesta pada umumnya. Sehingga ritual
ini memiliki makna yang sangat luhur. Harmoni dengan alam dan menghindari
konflik dengan alam merupakan etik universal Hindu. Bila pikiran agama ras
smith ingin menaklukkan alam, namun dalam paham Hindu manusia mampunyai peran
memanajemen alam bersama alam.
2.1.5 Agni Hotra sebagai Upaya
Mewujudkan Harmonisasi Universal pada Seluruh Sistem di alam Semesta
Agnihotra berasal dari kata sanskerta, dimana terdiri
dari dua kata yaitu agni dan hotra. Agni adalah api, dan hotra adalah
persembahyangan atau melakukuan persembahan. Jadi agnihotra adalah sebuah
ritual atau bentuk upacara persembahan. Agnihotra adalah upacara persembahan
kepada Dewa agni, suatu upacara yang sangat penting dalam Veda yang
dilaksanakan sehari-hari oleh golongan grhastin. Tujuan Agnihotra adalah untuk menetralisir alam semesta dari
pengaruh dan tendensi duniawi. Barangsiapa yang menghalangi pelaksanaan Homa
suci ini maka dalam hidupnya tidak akan dapat menumbuhkan dan merasakan
kedamaian.
Pada semua pelaksanaan upacara yang
menggunakan api, Agnihotra lah sebagai dasarnya yang diuraikan dalam veda.
Agnihotra merupakan ritual yang berkaitan dengan bioenergi, psikologi,
obat-obatan, pertanian, biogenetic, mikrobiologi, dan komunikasi interplanet.
Oleh sebab itu agni hotra sesungguhnya merupakan ritual holistic, menyeluruh,
dan multifungsi. Ia berfungsi sebagai; psikoterapi, rekayasa biogenetic,
planologis, dan multi terapi.
Ribuan orang, umumnya dari Amerika
Utara, Amerika Selatan, Eropa Barat, Eropa Timur, telah mendapatkan kesembuhan
dan manfaat lainnya dari agnihotra. Agnihotra membuat pelaksana yadnya
inteligensinya meningkat, sel- sel otaknya berganti dengan yang baru, terjadi
penyegaran kulitnya, terjadi pembersihan pada darahnya. Agnihotra dapat
menetralkan serangan bakteri. Banyak energy positif dan energy kesehatan yang
keluar dari pelaksanaan agnihotra. Power kehidupan lahir dari api agnihotra
ini, hanya pada waktu itu dalam lingkaran tersebut terdapat banyak sekali
kekuatan datang dari agnihotra ini yang dapat merubah struktur dan formasi dari
semua atom, sehingga semua substansi, bahan-bahan menjadi universal. Agnihotra
juga dapat membantu memperbaiki lapisan ozon yang telah rusak.
Masih banyak lagi manfaat agnihotra
itu, antara lain bahan- bahan yang telah menjadi abu di dalam api persembahan
itu dapat digunakan sebagai; kapsul, bubuk, krim, untuk terapi atau pengobatan;
sakit telinga, hidung, tenggorokan (THT), dan lain-lainnya. Abu agnihotra
inilah yang dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam berbagai kesulitan,
keluhan, dan aneka penyakit.
Apa yang terjadi ketika upacara
agnihotra dilaksanakan, sehingga ritual agnihotra itu mempunyai pengaruh besar
terhadap kehidupan manusia di dunia? Sesungguhnya apa yang terjadi itu dapat
dijelaskan dengan teori ilmu mekanika gelombang atau fisika quantum, yakni
dengan pelaksanaan ritual agnihotra tersebut telah terjadi suatu reaksi
gelombang dengan tingkat partikel sub atomic atau reaksi gelombang pada tingkat
partikel electron atom. Hal tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut; ketika damaru/ kendang, genta/lonceng
pandita, kirtan/ lagu pujian, japam/ pengulangan nama-nama dewa atau Tuhan
diucapkan dalam pelaksanaan ritual agnihorta, juga meditasi atau pemusatan
pikiran dilaksanakan, maka terjadi proses superposisi gelombang.
Terbukti bahwa dengan
tahapan-tahapan proses agnihotra secara benar, akan dapat membuat manusia
terkondisikan agar memiliki pancaran gelombang otak yang selaras dengan
gelombang alam semesta/ kosmik. Ketika vibrasi otak manusia setara dengan
gelombang kosmik, maka manusia menjadi bagian dari kosmik dan sekaligus sebagai
pengatur atau penguasa kosmik itu sendiri. Dengan kata lain bahwa manusia yang
memiliki vibrasi gelombang pikirannya setara dengan gelombang kosmik, maka
manusia seperti itu telah berubah statusnya menjadi dewa atau Tuhan itu
sendiri. Manusia seperti itu akan dapat memerintahkan alam sesuai dengan
keinginannya. Dari salah satu aspek ritual agnihotra itu dapat diketahui bahwa
demikian besar fungsi agnihotra tersebut, yakni dapat mengharmoniskan antara
dunia mikrokosmos dan dunia makrokosmos.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Yadnya adalah
suatu bentuk pemujaan atau persembahan yang dilaksanakan secara tulus iklas
untuk tujuan yang mulia dan luhur yang
ditujukan ke hadapan Ida sang Hyang Widhi wasa. Yadnya juga bertujuan untuk
penyucian, yaitu untuk menyucikan atau pembersihan yang berhubungan dengan diri
sendiri, sesame, alam lingkungan, dan juga kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan
yang kecil disebut dengan “Segehan“, Sega berarti nasi (bahasa Jawa:
sego). Upacara ini di sebut dengan “ Segehan “, dengan lauk pauknya yang sangat
sederhana seperti bawang merah, jahe, garam dan lain-lainnya. Tingkatan upacara
dalam tingkatan madya ini di sebut dengan “ Caru “. Pada tingkatan ini selain
mempergunakan lauk pauk seperti pada segehan, maka di gunakan pula daging
binatang. Tingkatan yang utama ini di
sebut dengan Tawur misalnya Tawur Kesanga dan Nyepi yang jatuhnya setahun
sekali, Panca Wali Krama adalah upacara Bhuta Yadnya yang jatuhnya setiap
sepuluh tahun sekali, dan Eka Dasa Rudra yaitu upacara Bhuta Yadnya yang
jatuhnya setiap seratus tahun sekali.
Upaya
nyata dalam mewujudkan keseimbangan alam semesta dengan jalan Bhuta yadnya. Upacara Tumpek Kandang
untuk Harmonisasi Dunia Hewan, ritual tumpek kandang tersebut sampai saat ini
masih memiliki fungsi dan efek positif terhadap upaya mewujudkan dunia yang
semakin baik. Upacara Tumpek Uduh untuk
harmonisasi dengan dunia tumbuh-tumbuhan, Karena tumbuhan berfungsi sebagai
sarana persembahan manusia kepada Tuhan, maka manusia harus berusaha
memotivasi, mengajak agar para tumbuhan itu menyadari fungsinya. Agni Hotra
sebagai Upaya Mewujudkan Harmonisasi Universal pada Seluruh Sistem di alam
Semesta, fungsi agnihotra tersebut, yakni dapat mengharmoniskan antara dunia
mikrokosmos dan dunia makrokosmos.
3.2
Saran
Manusia sebagai
makhluk yang paling mulia memiliki kesadaran dan juga pikiran terhadap
kewajiban untuk melunasi hutangnya. Untuk melunasi hutangnya itu diwujudkan
dengan yadnya atau korban suci, salah satu hutang yang harus dilunasi adalah
dengan jalan bhuta yadnya, sesuai dengan topic yang kita bahas diatas. Upacara
bhuta yadnya sebaiknya selalu rutin dilaksanakan oleh setiap umat, agar
keharmonisan di alam semesta ini lebih terasa dan dapat tercipta keseimbangan
antara semua makhluk di alam ini.
DAFTAR PUSTAKA
Donder, I Ketut. 2007. Kosmologi Hindu. Surabaya: Paramita
Suarjaya, I Wayan, dkk.2008.Panca Yadnya.Denpasar: Penerbit Widya
Dharma
Sudirga,
Ida Bagus, dkk.2007. Pelajaran agama
Hindu untuk kelas XI SMA. Surabaya: Paramita
Surayin,Ida
Ayu Putu. 2002. Upacara-Upacara Yadnya.
Surabaya: Paramita
Aditya, Gede. http://adityamp17082000.blogspot.co.id/makalah-agama-bhuta-yadnya
(Diakses
pada tanggal 25 mei 2016, pukul 10.36 WIB)
http://balitoursclub.com/berita_146_makna_tumpek_uduh.html (Diakses pada
tanggal 4 Juni 2016 pukul 10.03 WIB)
http://budilana-legenda.blogspot.co.id/2012/02/upacara-agnihotra.html (Diakses pada
tanggal 4 Juni 2016 pukul 10.03 WIB)
http://inputbali.com/budaya-bali/memahami-makna-tumpek-kandang-dalam-tradisi-hindu(Diakses
pada tanggal 4 Juni 2016 pukul 10.03 WIB)
http://www.hindu-dharma.org/2014/01/tumpek-kandang-perwujudan-kasih-terhadap-binatang/
(Diakses pada tanggal 4 Juni 2016 pukul 10.03 WIB)
https://pendidikanagamahindu.wordpress.com/makna-hari-suci-tumpek-landep/ (Diakses pada tanggal
4 Juni 2016 pukul 10.03 WIB)
Sudarma, I Wayan.
https://dharmavada.wordpress.com/2011/03/27/agni-hotra-selayang-pandang
(Diakses pada tanggal 26 Mei 2016, pukul 07.16 WIB)
BIODATA PENULIS
Eni Kusti Rahayu
|
|
Pekalongan, 01 Desember 1996
|
|
Pondok Kuwera No 20,Kel.Gedong, Pasar
Rebo, Jakarta Timur
|
|
Prodi Penerangan Agama Hindu
|
I Made Sudiana Saputra
|
|
Lampung,Kec.Seputih Raman,14 April 1997
|
|
Pura Agung Taman Sari Halim
Perdana Kusuma
|
|
Prodi Pendidikan Agama Hindu
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar