ACARA AGAMA HINDU
HARI
RAYA NYEPI DAN TAHUN BARU SAKA
Dosen Pengampu:
Dra. AA Oka Puspa, M.Fil.H
Oleh:
Eni Kusti Rahayu
1509.10.0033
JURUSAN PENERANGAN
AGAMA HINDU
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA NUSANTARA
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Om swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida sang Hyang
Widi Wasa atas berkat
waranugraha-Nya, makalah mata kuliah Acara Agama Hindu ini bisa
terselesaikan.Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang
terkait dalam pembuatan makalah ini, diantaranya, Ibu Dra. AA Oka Puspa,
M.Fil.H sebagai dosen pengampu mata kuliah Acara Agama Hindu, teman-teman
dikelas yang telah memberikan kami dukungan, dan semua pihak Sekolah Tinggi
Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta yang terkait dalam menyediakan sarana dan
prasarana guna mempermudah pencarian literature.
Makalah yang kami buat ini sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga
kritik dan saran bagi pembaca sangat diharapkan guna dijadikan pembelajaran
pada pembuatan makalah yang akan datang. Terima kasih atas partisipasinya
semoga semua isi yang ada dalam makalah dapat bermanfaat bagi bembaca.
Om santi, santi, santi Om.
Jakarta, Oktober 2017
Penulis
i
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR
ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah...................................................................... 2
1.3 Tujuan
Penulisan........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Nyepi dan Tahun Saka............................................. 3
2.2 Sejarah
Tahun Baru Saka........................................................... 6
2.3 Tujuan
Hari Raya Nyepi............................................................ 14
2.4 Pelaksanaan
Hari Raya Nyepi.................................................... 17
2.5 Makna
Filosofis Hari Raya Nyepi.............................................. 22
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA
ii
|
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan
upacara Yadnya pada hari-hari suci didasari dengan perhitungan. Perhitungan
tersebut ada berdasarkan weweran, pawukon dan berdasarkan pasasihan. Hari raya
Nyepi dilaksanakan berdasarkan perhitungan pasasihan yang datangnya setiap tahun yaitu pada
penanggal apisan sasih kadasa (Tanggal satu bulan sepuluh).
Hari raya Nyepi
merupakan hari suci agama Hindu yang dirayakan setiap satu tahun sekali. Hari
suci ini berdasarkan pada pengalihan Purnama dan Tilem. Hari Raya Nyepi juga
dikenal sebagai Hari Tahun Baru Saka, yang secara resmi telah diakui sebagai
hari libur nasional sejak tahun 1983. Hari Raya Nyepi dirayakan setiap awal
sasih kedasa atau sehari setelah hari tilem kesanga. (Sutresna, 2012;115).
Pelaksanaan Hari
Raya Nyepi diawali dengan upacara melasti dan bhuta yadnya. Melasti
dilaksanakan lima hari atau tiga hari sebelum tilem kesanga. Adapula yang
melaksanakan melasti sehari sebelum tilem kesanga dan perbedaan tersebut sesuai
dengan aturan dan kondisi masyarakat setempat. Upacara Bhuta Yajna dilaksanakan
pada hari tilem sasih kesanga. Melasti bertujuan untuk mensucikan bhuwana agung
dan bhuwana alit, sedangkan bhuta yajna bertujuan untuk mengharmonisasikan
unsure-unsur alam semesta.
Pelaksanaan Hari
Raya Nyepi adalah untuk menyambut Tahun baru saka yang dilandasi dengan
kesucian dan keharmonisan sehingga tercapai ketenteraman serta kesejahteraan
hidup lahir dan batin. Dengan demikian, berdasarkan uraian tersebuat di atas,
dengan adanya makalah ini diharapkan agar dapat memahami dan menghayati Hari
Raya Nyepi sehingga dapat menjelaskan secara terperinci mengenai hari raya
nyepi, tahun baru saka, tujuan hari raya nyepi, pelaksanaan hari raya nyepi dan
makna filosofis hari raya nyepi.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Hari Raya Nyepi dan Tahun
Baru Saka?
2.
Bagaimana sejarah Tahun Baru Saka?
3.
Apa tujuan dari pelaksanaan Hari Raya
Nyepi?
4.
Bagaimana pelaksanaan Hari Raya Nyepi?
5.
Apa makna filosofis Hari Raya Nyepi?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian Hari Raya
Nyepi dan Tahun Baru Saka;
2.
Untuk mengetahui sejarah Tahun Baru Saka;
3.
Untuk mengetahui tujuan dari pelaksanaan
Hari Raya Nyepi;
4.
Untuk mengetahui pelaksanaan Hari Raya
Nyepi;
5.
Untuk mengetahui makna filosofis Hari
Raya Nyepi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka
Hari
raya Nyepi adalah salah satu hari raya bagi umat Hindu di Indonesia, yang
diperkirakan jatuh pada bulan Maret pada
tahun Masehi. Secara etimologi kata Nyepi
berasal dari kata sepi, yang artinya sunyi. Sesuai dengan tata bahasa
Bali, bahwa konsonan c, j , dan s bila disengaukan menjadi ny, dengan demikian
jika kata sepi disengaukan menjadi kata Nyepi. Berdasarkan penjelasan tersebut,
jadi Hari Raya Nyepi adalah hari raya yang diperingati dengan sepi.
Nyepi
merupakan Hari Tahun Baru Saka, yang diperingati oleh umat Hindu di Bali
Khususnya dengan suasana sepi, bagi umat Hindu di Bali pergantian Tahun Caka
selalu dimulai sesudah Tilem pada waktu sasih kasanga (IX), yaitu setelah
diadakan upacara Bhuta Yajna atau Tawur Kesanga.
Dalam
beberapa sumber disebutkan sebagai berikut:
1.
Lontar Sri Aji Kasanu, menyebutkan
bahwa;
“…ring
tileming sasih kesanga, patut maprakerti caru Tawur wastanya, sedulur nyepi
awengi.”
Terjemahannya sebagai
berikut:
….pada Tilem sasih Kesanga,
patut mengadakan Upacara Bhuta Yajna, yaitu caru yang disebut dengan “Tawur”.
Dilanjutkan dengan Nyepi satu malam.
2.
Lontar Sundari Gama, menyebutkan bahwa;
“…Atari
chaitra tekaning Tilem, ika pasucianing prawatek dewata kabeh, hana ring
telenging Samudera, ametta saring Amerta Kamandalu, matangin wenang manusia
kabeh angaturan prakerti ring prawatek dewata angapi kramanya, nihan Atari
prawaning Tilem Kasanga tag awe akena Bhuta Yajna a ring catus pataningdesa,…
enjangnya ring tilem lasti akena ikang raptima…, enjangnya nyepi amati geni,
tan wenang sajadma anambut gawe saluwirya, agni ring saparaning gnah tan
wenang.”
Terjemahannya adalah
sebagai berikut:
…. Pada hari Tilem
sasih/bulan Chaitra/Kasanga, merupakan hari pensucian para Dewata semua, mengambil
air kehidupan yang ada di tengah-tengah lautan, oleh karena itu patutlah semua
manusia/umat Hindu melakukan persembahan kepada para Dewa, melalui suatu
upacara, menurut kemampuannya, pada hari purwani tilem, agar melaksanakan
upacara melasti ke laut, mensucikan pratima…melaksanakan Nyepi, dengan tidak
manyalakan api, semua orang tidak boleh melakukan pekerjaan, antara lain,
menghidupkan api di semua tempat…
3.
Kitab Cendamani, menyebutkan sebagai
berikut;
Bagi umat Hindu di Bali pergantian Tahun saka selalu
dimulai sesudah Tilem ke sanga (IX), sehingga Hari Raya Nyepi merupakan Hari
Raya Tahun Baru Saka. Kata saka dalam bahasa sansekerta yang artinya tarich/
tahun. Tarich atau Tahun saka kita di Indonesia selalu dimulai setelah bulan
mati (Tilem) ke IX, yaitu sekita bulan Maret tarich masehi. Mengapa demikian
dan mengapa bukan setelah bulan mati ke
XII saja?.
Mengenai hal tersebut, disebabkan karena masyarakat Hindu di Bali khususnya, memiliki
keyakinan terhadap makna suatu angka. Angka 9 adalah angka yang tertinggi,
sedangkan angka 10, 11, dan seterusnya adalah pengulangan angka kembali. Angka
9 tersebut sangat dihormati dalam hubungannya dengan Dewa-Dewa yang menguasai ke-9 arah penjuru
alam, yang disebut Dewata Nawa Sanga. Selain itu, angka 9 juga merupakan angka ajaib
mistik, sebab dalam perkalian menunjukkan suatu keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan angka lainnya.
Keistimewaan tersebut dapat dilihat ,
jika angka 9 dikalikan dengan angka berapa saja (kecuali dalam pecahan atau 0
), maka hasil kalinya bila dijumlahkan akan berjumlah 9.(Jelantik,2009:
171-172). Berikut adalah contoh perkaliannya;
9 x 3 = 27 => 2 + 7 = 9
9 x 5 = 45 => 4 + 5 = 9
9 x 7 = 63 => 6 + 3 = 9
Perkalian dengan angka lain
5 x 5 = 25 => 2 + 5 = 7
8 x 7 = 54 => 5 + 4 = 9
8 x 8 = 64 => 6 + 4 = 10 (Putra,1974;29)
4.
Seminar Kesatuan Tapsir Terhadap
Aspek-Aspek Agama Hindu tentang Hari Raya Nyepi (1988)
Hari
Raya Nyepi adalah perayaan hari Tahun Baru Saka yang jatuh pada penanggal
apisan sasih kadasa (eka sukla paksa waisak) sehari setelah tilem kesanga
(Panca Dasi Krsa Paksa Chaitra). (Pemda Bali, 1999/2000: 95)
Mengenai
Tahun Baru Saka, mulai diresmikan pada penobatan Raja Kaniska dari Dinasti
Kushana pada Tahun 78 Masehi.
Pengguanaan
Tahun Saka di Indonesia, berdasarkan prasasti pada zaman dahulu hanya dikenal
Tahun saka saja. Berdasarkan kitab Negara Kertagama, pada jaman Majapahit,
pergantian tahun saka (bulan chaitra ke waisakha) dirayakan secara nasional.
Sesuai
dengan penjelasan dari sumber-sumber tersebut didepan, maka Hari Raya Nyepi
adalah hari untuk merayakan Tahun Baru saka yang dilaksanakan setelah tilem
kesanga. Bukan saja dirayakan oleh umat Hindu di Bali, namun seluruh umat Hindu
di Indonesia wajib melaksanakannya sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
2.2
Sejarah
Tahun baru Saka
Penggunaan
Tahun Baru saka diresmikan pada waktu penobatan Raja kaniska I di india dan
perkembangan selanjutnya sampai ke Indonesia adalah sebagai berikut:
a.
Penobatan Raja Kaniska I di India
Suku-
suku yang mendiami daerah yang sangat luas di Asia Selatan sangatlah banyak
jumlahnya. Suku- suku bangsa itu dilanda oleh permusuhan yang tiada hentinya.
Suku-suku bangsa itu antara lain; Saka(Scythia), Pahlawa(Partha), Yawana dan
Makawa. Mereka sangat berambisi dan ingin menundukkan satu dan yang lain.
mereka silih berganti menguasai daerah
yang membentang di Asia Selatan itu bahkan sampai ke Asia Tengah diantaranya;
Persia, Lembah Sungai Sindhu, Iran Selatan, Kasmir, India Utara, dan India
Barat yang terkenal dengan daerah sangat subur.
Sekitar
tahun 248 sebelum masehi, suku bangsa Pahlawa unggul dalam peperangan dan
menaklukan bangsa Yawana dan Saka. Pada masa berikutnya, bangsa Saka unggul
terhadap bangsa Yueh-chi. Bangsa saka harus berhadapan kembali dengan suku bangsa Pahlawa dan di sekitar 138 sampai
12 sebelum masehi, suku bangsa Saka mengalami masa jaya digjaya. Suku-suku
bangsa Saka adalah suku bangsa pengembara yang terkenal ramah dan riang dalam
menghadapi segala tantangan hidup.
Peperangan
antara suku bangsa terus berlangsung dan berkepanjangan. Suku bangsa saka kini
gilirannya terdesak dikalahkan oleh suku bangsa lain. menyadari hal ini, suku
bangsa Saka yang terdiri dari beberapa kelompok, diantaranya; saka Tigrakhauda,
Saka Humawarga, dan Saka Taradaraya mengubah arah perjuangannya dari perjuangan
politik dan militer untuk merebut kekuasaan
menjadi perjuangan di bidang kebudayaan. Hal ini menyebabkan Suku bangsa
Saka dengan kebudayaannya itu benar-benar memasyarakat.
Tahun
125 sebelum masehi, Dinasti Kusuna dari bangsa Yueh-chi memegang tampak
kekuasaan. Nampaknya dinasti Kusuna terketuk hatinya oleh perubahan arah
perjuangan suku bangsa Saka. Kekuasaan yang dipegangnya tidak dipakai untuk
menindas musuhnya melainkan untuk merangkul semua bekas musuhnya dan suku-suku
bangsa yang lain yang ada di India itu serta
mengambil puncak kebudayaan dan suku-suku itu seperti pakaian adat/ daerah kesenian dan
lain-lain dipersatukan menjadi kebudayaan Negara(Kerajaan).
Pada
tahun 78 masehi, seorang dari Dinasti Kusa bernama Raja Kaniska I naik tahta
kerajaan. Raja ini sangat bijaksana bahkan
pada hari minggu tanggal 21 Maret 79, Purnama Waisaka kebetulan hari itu
gerhana bulan menetapkan panchanga atau kalender sistem Saka untuk mengenang kejayaan
dan hari penobatannya. Sejak saat itulah ditetapkan perayaan tahun saka.
Diresmikannya
tahun saka Kaniska I merupakan tonggak sejarah yang menutup permusuhan antar
bangsa di India sebelumnya. Semenjak saat itu bangkitlah toleransi antar suku
bahkan juga toleransi antar agama. Hal ini dibuktikan dari Raja Kaniska I yang
beragama Hindu, memperhatikan kehidupan dan perkembangan agama Buddha.
Kemasyuran
Raja Kaniska I ini ditandai oleh kebijaksanaan dan kearifan politik dan
pelaksanaan pemerintahan. Baginda Raja
tidak saja menyelenggarakan siding-sidang kabinet demi kelancaran pemerintahan
Negara, tetapi juga mendorong terselenggaranya Mahasabha (Sidang Raya), atau
Pesamuan agung Keagamaan, baik untuk agama Hindu maupun agama Buddha demi
memelihara kerukunan dan toleransi hidup beragama.
Janam Kaniska yang dimulai sejak naik tahta
pada 78 masehi , telah berhasil mewujudkan stabilitas nasional dan keamanan di
bidang politik serta kokohnya toleransi dan kerukunan hidup diantara umat beragama Hindu dan Buddha.
Kemajuan yang telah berhasil diwujudkan itu
telah mengantarkan dinasti Kaniska I pada masa kejayaan. Hel itu dibuktikan pula dengan adanya
hubungan diplomatic dengan negara-negara luar, seperti: Yunani, Cina, dan India
bagian selatan.
Demikian
abad Dinasti Kusana dibawah pemerintahan Raja Kaniska I yang telah membuka
jalan bagi kemajuan perkembangan kebudayaan dan agama sehingga India menjadi
salah satu pusat agama dan peradaban manusia di seluruh dunia.
Kaniska
telah membuka pintu India selebar-lebarnya bagi negara- negara di Asia Tengah,
asia Timur jauh, dan Asia tenggara termasuk Indonesia untuk perkembangan
peradaban kebudayaan dan agama.
Sejak
ditetapkannya tahun saka oleh Raja Kaniska I, tahun ini kemudian dipakai pula
sampai ke India Utara, yang sebelumnya masyarakat memekai tahun candra,
demikian pula di India Timur bahkan terus berkembang sampai ke Nusantara
(Bali). Sejak saat itu terjadilah pembauran perhitungan tahun, antara tahun
saka (Yang memakai perhitungan Surya) dengan tahun yang memakai perhitungan
candra yang lazim disebut Luni-solar Sistem.
b.
Penggunaan Tahun Saka di India
Di
india terdapat bermacam-macam tahun, diantaranya; Tahun Saka, Tahun
Wikramaditya, Tahun Harsa, Tahun Wikram Samwat (Malawa)Tahun Malayalam(Kollam)
dll.
Adapun
nama-nama bulan Tahun saka yang ditetapkan Raja Kaniska I pada 21 Maret 79
adalah;
1)
Chitirai = Mesha = Waisaka = Kadasa
(Bali)
2)
Waikasi = Wrisabha =Jyestha = Jyesta
(Bali)
3)
Ani = Mithunam = Ashadha = Sada (Bali)
4)
Adi = Kardakam = Badrapada = Srwana =
Kasa (Bali)
5)
Aippsi = Simham = Badrapada = Karo
(Bali)
6)
Purattasi = Kanni = Aswina = katiga
(Bali)
7)
Aippasi =Tulam = Kartika = Kapat (Bali)
8)
Kartigai = Wrischikan = Margasira =
Kalima (Bali)
9)
Margali = Dhanu = Pausha = Kanem (Bali)
10) Tai
= Makaram = Magha = kapitu (Bali)
11) Masi
= Kumbham = Phalguna = Kaula (Bali)
12) Panguni
= Minam = Chaitra = Kasanga (Bali)
Sejak
tahun 1958 pemerintah India menetapkan tahun saka sebagai tahun nasional India,
dengan nama bulan dan umurnya seperti berikut:
1)
Chaitra umurnya 30 hari (22 Maret s/d 20
April)
2)
Waisakha umurnya 31 hari (21 April s/d
21 Mei)
3)
Jyestha umurnya 31 hari (22 Mei s/d
Juni)
4)
Ashadha umurnya 31 hari (22 Juni s/d 22
Juli)
5)
Srawana umurnya 31 hari (22 Juli s/d 22
agustus)
6)
Bhadrapada umurnya 31 hari (23 Agustus
s/d 22 September)
7)
Aswina umurnya 30 hari (23 September s/d
22 Oktober)
8)
Kartika umurnya 30 hari (23 Oktober s/d
21 november)
9)
Agrahayana umurnya 30 hari (22 November
s/d 21 Desember)
10) Pausha
umurnya 30 hari (22 Desember s/d 20 Januari)
11) Magha
umurnya 39 hari (21 Januari s/d 19 februari)
12) Phalguna
umurnya 30 hari (20 Februari s/s maret)
Tahun
Nasional India ini cukup lama memakan waktu untuk memasyarakat, hal ini dapat kita maklumi karena Republik
India sekarang berawal dari banyak bekas kerajaan besar dan kecil, yang
masing-masing kerajaan itu mempunyai tahun sendiri-sendiri.
Karena luasnya wilayah dan beragamnya tahun di India, walaupun telah
memiliki tahun nasional, ternyata
masyarakat tidak serentak merayakan tahun saka itu, kini tahun baru saka dirayaka
tiga kali dalam setahun, yaitu:
1) Tahun
Baru Nasional India (Saka) setiap tanggal 22 Maret;
2) Penganut
Solar System (Meshadi) dengan purnimanta merayakan Tahun Baru Saka yang
bertepatan dengan purnama;
3) Penganut
Lunni-Solar system pada tiap-tiap chaitra amawasya (Tilem Chaitra/ Kesanga)
umumnya jatuh pada bulan Maret, bagi
para penganut Chaitradi.
Dengan demikian
tahun Wikram Samwat (Malawa) juga tiga kali setahun merayakan tahun baru
mereka, yaitu:
1) Purnama
Waisakha (April) di wilayah Gujarat;
2) Tilem
Chaitra;
3) Amawasya/Tilem
Kartika (Oktober) di wilayah Gujarat.
Hal yang mirip
juga terjadi pada tahun Malayalam (Kollam). Tahun baru Malayalam dirayakan 2
kali dalam setahun, yaitu:
1) Tanggal
1 Simham (Singa) jatuh rata-rata pada 17 Agustus, dirayakan di wilayah Malabar
selatan;
2) Tanggal
1 Kunni (Kaniya) jatuh pada pertengahan September, dirayakan di wilayah Malabar
Utara.
Berdasarkan uraian diatas, ternyata
4 macam cara menghitung tahun Baru Saka, Yaitu:
1) Tahun
Nasional India berdasarkan rasi dengan penyesuaian zodiac barat, perubahan
bulannya sekitar tanggal 20, 21, 22, bulan masehi.
2) Local/
Tradisional India, berdasarkan Rasi, perubahan bulannya sekitar tanggal
13,14,15 dan 16 bulan masehi.
3) Luni
Solar Amanda (Amawasanta) sistem perubahan bulan pada tilem ke tilem (bulan
mati)
4) Luni
Solar Purnimanta Sistem, perubahan bulannya pada purnama ke purnama.
Umat Hindu di Indonesia menganut
sistem 1 dan 3 di atas dan pada sistem nomor 3 nama bulan kadang-kadang kurang
serasi, disebabkan cara penempatan Malamasa. Di Indonesia (Bali) penempatan Malamasa
pada bulan Jyesta Asadha, sedang di India tidak demikian karena berpedoman
dengan limit waktu.
c.
Tahun Saka Zaman Kejayaan Nusantara
Sepanjang
sejarah dari ratusan prasasti yang dijumpai,
sejak penggunaan tahun saka tertua sampai akhir Majapahit prasasti-prasasti
itu selalu mempergunakan tahun saka.
Tiada bukti apapun yang menunjukkan adanya penggunaan tahun selain tahun saka
di Indonesia. Di lain hal agama Hindu yang masuk ke Indonesia melalui berbagai
daerah di India, bahkan ada yang lewat kamboja, ataupun Malaya (Ligor)
Dari berbagai
data efisgrafis yang ada menunjukkan bahwa penggunaan tahun saka di Indonesia
khususnya jaman kejayaan nusantara sesungguhnya sudah sangat
memasyarakat/membudaya. Di samping itu berdasarkan tradisi, khususnya di jawa
dan Bali dijumpai pula tokoh Aji Saka yang disebut-sebut sebagai seorang yang
menyebarkan agama Hindu ke Indonesia melalui pengajaran huruf-huruf (aksara)
yang kita kenal (Aksara Jawa dan Bali). Siapakah Aji Saka ?
Berdasarkan
huruf-huruf yang diajarkan itu, sumbernya adalah satu, yaitu huruf Dewanagari.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa aji Saka datang ke Indonesia, ketika masa
kejayaan pemerintahan Raja Kaniska I yang pada masa itu penggunaan tahun saka
sangat popular di India. Ia diduga seorang sanyasin yang melaksanakan Dharma
Yatra ke Indonesia dan menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Ia seorang Dharma
Duta yang sangat berjasa bagi bangsa Indonesia.
Dari peninggalan
yang ada, yakni kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Rakawi Prapanca
diuraikan sepintas tentang perayaan Chaitra yaitu upacara phalguna. Upacara
phalguna dilaksanakan pada akhir bulan (mulai paro petang ke 14) dan perayaan
chaitra dilaksanakan mulai tanggal 1
sampai tanggal 3.
Pada perayaan
chaitra tanggal 1 chaitra dibacakan dibacakan Kitab Rajakapakapa (Semacam
undang-undang Dasar Negara Nusantara Majapahit). Keterangan tentang perayaan
chaitra ini diuraikan dalam pupuh LXXXV sampai dengan pupuh XCIII?., Kitab
Negara Kertagama. Di samping itu pada bagian akhir dari kekawini ini, Rakawi
Prapanca (pupuh XCIV) menyatakan sedang mengerjakan empat buah kekawin,
masing-masing: Tahun Saka, Lambang, Bhismacarana, dan Sugataparwa.disebutkan pula
dalam kekawin: Lambang dan Tahun Saka masih akan dilanjutkan penyusunannya.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, perayaaan bulan chaitra serta kekawin tahun saka yang
sedang disusun oleh Prapanca menunjukkan adanya perayaan tahun baru saka.
Di Bali perayaan
Tahun Baru Saka yang popular disebut Hari Raya Nyepi yang bersumber pada dua
buah naskah /lontar yakni Sundarigama dan Swamandala, disamping tradisi turun
temurun. Tidak kalah pentingnya dan pada akhirnya peranan PHDI sebagai majelis
tertinggi umat Hindu di Indonesia memberikan tuntunan, pengarahan, pembinaan
terhadap umat Hindu di Indonesia.
d.
Tahun Baru Saka di Indonesia
Setelah
kemerdekaan Republik Indonesia,para tokoh umat Hindu baik dari kalangan tua
maupun muda berkumpul untuk membicarakan penataan kehidupan umat Hindu di
Indonesia. Pertemuan berupa Pesamuan agung
diselenggarakan di Aula Fakultas Sastra Universitas Udayana tanggal 21
s/d 22 Februari 1959. Pada pertemuan ini sepakat membentuk Parisada Hindu Dharma. Pertemuan ini
berkelanjutan sampai diadakannya Dharma Asrama di Champuan Ubud pada tanggal 17
s/d 23 November 1959. Dalam pertemuan ini, salah satu keputusannya adalah
menetapkan hari raya tahun baru saka
yang disebut Hari raya Nyepi.
Parisada
Hindu Dharma dalam berbagai
keputusannya, baik keputusan Mahasabha maupun Pesamuan Agung selslu
memperjuangkan Hari Raya Nyepi, Tahun Baru Saka dapat diakui oleh pemerintah
sebagai hari libur nasional. Perjuangan ini tidak lain adalah agar umat Hindu
di seluruh Indonesia dapat melaksanakan upacara hari raya Nyepi sebaik-baiknya.
Pada hari Rabu Kliwon, Wuku Ugu tanggal 19 Januari 1983, Presiden Soeharto
mengeluarkan keputusan Presiden No.3 Tahun 1983 yang menyatakan bahwa hari Raya
Nyepi sebagai Libur Nasional. Keputusan Presiden ini seakan-akan hadiah tahun
baru bagi umat Hindu di Indonesia.
Tahun
baru saka di Indonesia dirayakan tanggal 1 bulan Waisakha dengan Pati agni,
yang sebelumnya pada Pancadasi Krsnapada Chaitra masa (hari Tilem bulan
Chaitra) dilaksanakan upacara Tawur Agung Kasanga, Upacara Bhuta Yajna yang
dilaksanakan setiah setahun sekali.perayaan tahun baru saka di Indonesia
mempergunakan perhitungan Luni-solar System, perpaduan antara Suryapramana dengan
Candrapramana.
Dilaksanakannya
upacara Tawur ini pada hari Tilem Chaitra sesuai pula dengan yang termuat dalam
lontar Sang Hyang Aji Swamandala yang
menyatakan : Muah yang tawur kunang haywa
angelaning pamargi ring tilem bulan chaitra, yang terjemahannya : bila
melaksanakan Tawur, hendaknya janganlah mencari hari lain, selain tilem bulan
chaitra. Demikian pula tahun baru dirayakan pada tanggal 1 Waisakha yakni saat
matahari menuju garis Dewayana, yakni waktu yang baik untuk mendekatkan diri
kepada Sang Hyang Widhi, saat itu pula musim hujan telah mulai reda.
2.3
Tujuan
Hari Raya Nyepi
Sebelum membahas
tentang tujuan hari raya Nyepi, terlebih dahulu perlu diketahui pula makna
daripada rangkaian upacara yang diselenggarakan sebelum Nyepi, yaitu upacara
melasti dan Tawur Kesanga.
Adapun tujuan
dari melasti dijelaskan pula dalam
sumber-sumber berikut ini:
1.
Lontar Sang Hyang Aji Swamandala
“….
Anganyutakan laraning jagat, paklesa letehing bhuana….”
Artinya:
….melenyapkan penderitaan
masyarakat, melepaskan kepapaan dan kekotoran alam…
2.
Lontar Sundari Gama
“….
Atari chaitra tekaning tilem, ika pesucianing prawatek dewata kabeh, hana ring
telening samudra, amet sarining amertha kamandalu, matangian wenang manusia
kabeh angatura prakerti ring prawatek dewata.”
Terjemahannya:
…. Pada hari bulan chaitra, merupakan
hari pensucian para dewata semua, mengambil air kehidupan yang di tengah-tengah
samudera, oleh karena itu patutlah semua manusia/ umat Hindu melakukan
persembahan kepada para dewa.
3.
Dalam kitab pedoman Hari raya Nyepi
dijelaskan bahwa upacara melasti bertujuan untuk mensucikan arca, Pratima,
Nyasa atau Pralingga yang terbuat dari permata, kepingan emas/ pripih, kayu dan
sebagainya. Arca, Pratima, Nyasa atau Pralingga tersebut bermacam-macam
bentuknya seperti arca Brahma, Arca Wisnu, Arca Siwa, Ganapati dan sebagainya.
Kesemuanya itu merupakan media untuk memusatkan pikiran dalam rangka memuja
Sang Hyang Widhi, Dewa-Dewi, Batara-Batari, dan roh suci leluhur.
Berdasarkan dari sumber tersebut di depan, maka
upacara melasti bertujuan untuk menyucikan bhuwana alit (diri sendiri) dan
bhuwana agung (alam semesta), serta arca pratima dan pralingga sebagai istana
dari Sang Hyang Widhi/ manifestasinya, selanjutnya mohon tittha amertha agar
mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan dalam hidup.
Setelah melaksanakan upacara Melasti barulah
melaksanakan upacara Tawur kasanga sesuai dengan ketentuan yang terdapat
pada beberapa sumber antara lain:
1.
Lontar Aji Kasanu
“….
Rring tileming sasih kasanga patut maprakerti caru tawur wastanya…”
Artinya:
… pada Tilem bulan/ sasih kasanga,
patut mengadakan upacara Bhuta Yajna yang disebut tawur.
2.
Lontar Sundari Gama
“….
Ri prawaning Tilem Kasanga agar melaksanakan upacara Bhuta Yajna/ Tawur Kasanga
di perempatan jalan/ desa…”
3.
Pelaksanaan Bhuta Yajna, disebutkan dalam Agastya Parwa
“…. Bhuta Yajna angaranya tawur kapujaning
tuwuh…”
Artinya:
Bhuta Yajna adalah upacara Tawur
untuk kesejahteraan makhluk.
4.
Buku Cudamani menyebutkan tujuan bhuta
Yajna adalah untuk menetralisir kekuatan-kekuatan alam, agar perpustakaan alam
ini tidak goncang. Sebenarnya dalam
kehidupan ini manusia terlalu banyak memohon kehadapan ida sang Hyang Widhi
agar selamat dan sejahtera. Secara lahiriah, manusia terlalu banyak meminta,
memohon dan hanya sedikit memberi/mempersembahkan. Berdasarkan hal tersebut, maka sudah
sewajarnya kita menyampaikan rasa terimaksaih dalam bentuk ritual yang disebut
caru, agar tercapai keseimbangan alam dan keharmonisan alam beserta isinya.
Untuk menetralisir kekuatan alam, agar bergerak seimbang, sehingga terwujudlah
kelestarian alam dan keselamatan serta kesejahteraan semua makhluk hidup di
dunia ini.
Tujuan
Brata Khususnya Brata yang dilaksanakan pada hari Raya Nyepi dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1.
Untuk mensucikan diri lahir dan bathin.
Usaha mensucikan diri dalam wujud lahiriah adalah mandi, memakai sabun dan
mengenakan pakaian yang bersih, sedangkan mensucikan diri yang bersifat bathiniah pada hal-hal yang baik,
serta memuja keagungannya
2.
Untuk melaksanakan Yajna dan Bhakti,
secara sekala (Nyata), Yajna kita laksanakan melalui persembahan upakara dan
sebelum hari raya nyepi. Sedangkan secara Niskala (abstrak) kita wujudkan
melalui tapa, brata, yoga dan Samadhi.
3.
Untuk melaksanakan amulet sarira
(Introspeksi) yakni menilai kembali perbuatan atau keberhasilan dan kegagalan
kita dimasa yang lalu. Segala hal yang baik dan benar perlu dilestarikan dan
dikembangkan,sedangkan segala kesalahan dan keburukan patut dihindarkan
4.
Untuk merencanakan program kerja atau
langkah selanjutnya sesuai dengan budi pekerti yang merupakan pancaran dari
Sang Hyang Atma yang berstana dalam diri pribadi.
Dengan
melaksanakan Brata Hari raya Nyepi diharapkan seseorang dapat meningkatkan
kualitas hidup dan kehidupannya, jasmani maupun rohani. Sehari setelah hari raya Nyepi disebut Ngembak
Geni, yang berarti ngelebar brata dan dilanjutkan dengan Dharma Santi, yaitu
saling memaafkan, sebagai tanda terjalinnya hubungan yang harmonis.
2.4
Pelaksanaan
Hari Raya Nyepi
a)
Upacara
Melasti
Dilaksanakan
tiga atau sehari sebelum Nyepi, sebagai upacara awal adalah mengahturkan
sesajen di Pura Puseh, Desa, Dalem serta Pura-pura yang menjadi milik Desa,
mempermaklumkan memohon kehadapan Dewa-dewi dan Bhatara-Bhatari agar berkenaan,
bahwa beliau akan di stanakan di Bale agung, atau tempat yang telah ditentukan.
Setelah semuanya berkumpul, para pemangku mengahturkan sesajen, selanjutnya
memohon agar Dewa-Dewi dan Bhatara-Bhatari yang merupakan sinar suci dari Sang
Hyang Widhi berkenan di iringkan ke laut/ sumber air yang suci untuk
menghanyutkan malaning jagat/ kekotoran alam dan memohon Tirtha amertha.
Sesampainya di
tempat melasti, lalu menghaturkan
sesajen dilanjutkan dengan nunas tirtha penglukatan ke hadapan Dewi Gangga, dan
Tirtha amertha ke hadapan Sang Hyang
Baruna. Tirtha penglukatan tersebut diciptakan terlebih dahulu pada arca,
pratima, pralingga serta semua perangkat upacara dan kepada semua masyarakat
yang ikut dalam upacara ini, kemudian setelah selesai sembahyang barulah mohon
Tirtha Amertha.
Setelah upacara
berakhir, kemudian kembali menuju Pura bale agung, sang Hyang Widhi Wasa,
Dewa-dewi, Bhatara-Bhatari dimohon untuk berstana di pura Bale Agung yang
secara simbolis menstanakan arca, Pratima, Nyasa, atau PralinggaNya. Selama
bersthana yang disebut juga nyejer, umat Hindu wajib mempersembahkan sesajen
yang disebut prani dan Nunas Tirta Amertha untuk kesejahteraan diri sendiri dan alam lingkungan.
Upacara nyejer ini berlangsung sampai diadakan upacara Bhuta Yajna/ Tawur
Kasanga, denganmaksud upacara tersebut disaksikan oleh Ida Sang Hyang Widhi.
Upakara-upakara/banten
yang dipersembahkan pada rangkaian upacara Melasti adalah sebagai berikut:
1)
Di kahyangan masing-masing untuk nguntab/
menurunkan Pratima serta pralingga, menghaturkan; penyucian/pengresikan, ajuman
dan segehan. Pratima dan pralingga tersebut diusung untuk bersama-sama
distanakan di Bale agung/ suatu pura yang telah ditentukan sampai saat hari
melasti. Di Bale Agung (setelah semua parum) dihaturkan pula sesajen seperti
penyucian.
2)
Uapacara di tempat melasti
Suci dua soroh beserta
reruntutannya, banten hidangan, pengulapan pengambeyan, peras, penyeneng dan
segehan. (Banten suci dihaturkan ke hadapan Ida Sang Hyang Baruna untuk memohon
sarining bhuwana/ tirtha amertha) bila upakara dilakukan di laut, danau, atau
sungai, maka satu soroh suci beserta reruntutannya ditenggelamkan terlebih
dahulu sebelum mengambil/ mohon tirtha.
3)
Banten beserta runtutannya
dihaturkan kehadapan Gangga Dewi untuk
memohon Tirtha Penglukatan/pembersihan, baik untuk praline, pralingga, jumpana,
bangunan suci, alat-alat upacara serta anggota masyarakat.
4)
Upacara di bale agung setelah kembali
dari melasti.
Di depan pura menghaturkan segehan
agung atau pemedak sesuai dengan desa
kala patra. Selanjutnya pratima serta pralingga Ida batara distanakan di Bale
Agung atau suatu pura, dipersembahkan pedatengan/pedapetan sesuai dengan loka
dresta. Mulai saat itu sampai keesokan harinya, masing-masing keluarga menghaturkan
perani berupa sesajen yang terdiri dari ; nasi, lauk pauk, jajan, buah-buahan,
canang wangi-wangian, atau sesuai dengan kemampuan seseorang (Mas Putra, 1993:
81,82,83,84)
b)
Upacara
Tawur Kasanga
Dilaksanakan
tepat pada hari Tilem Chaitra yaitu sehari sebelum upacara Nyepi.
Dilaksanakannya Tawur ini disesuaikan dengan tingkatan namanya yaitu
berdasarkan tingkatan wilayah.
1.
Tingkat Propinsi
Tawur Agung dilengkapi dengan
sesayut prayascitagumi dan sesayut Dirgayusa Gumi, beserta perlengkapannya.
Pelaksanaannya bertempat di catuspata/persimpangan.
2. Tingkat
Kabupaten
Tawur bernama Panca Kelud yaitu
mempergunakan 5 ekor ayam (5 warna sesuai penginderaan) ditambah itik belang
kalung 1 ekor, asu bangbungkem 1 ekor, beserta perlengkapanya. Tempat pelaksanaannya
di catuspata/ persimpangan.
3. Tingkat
Kecamatan
Tawur ini bernama Panca sata, yaitu
mempergunakan 5 ekor ayam(5 warna) warna penginderaan ditambah 1 ekor itik
belang kalung beserta perlengkapannya. Tempat pelaksanaannya di catuspata/
persimpangan.
4. Tingkat
desa
Tawur ini bernama Panca sata, yaitu
mempergunakan 5 ekor ayam(5 warna) warna penginderaan ditambah 1 ekor itik
belang kalung beserta perlengkapannya. Tempat pelaksanaannya di catuspata, di
jaba depan Bale Agung/Desa.
5. Tingkat
Banjar
Tawur disebut Ekasata yaitu seekor
ayam brumbun, diolah menjadi 33 tanding (urip bhuwana), genap dengan
perlengkapannya. Tempat pelaksanaannya di catus pataning banjar/ di depan bale
banjar.
6. Di
rumah masing-masing
a) Di
Merajan/Sanggah
Menghaturkan peras, ajuman, daksina,
katipat kelanan, canang lengewangi buratwangi, nunas tirta dan bija beras
kuning.
b) Di
halaman Merajan/Sanggah
Menghaturkan segehan nasi cacah 108
tanding, berisi ulam jejeron mentah,
segehan agung asoroh, denga tetabuhan arak, berem, tuak air tawar,
diharuskan/ngeyat ke hadapan Sang Bhuta Kala, dan sang Kala Bela.
c) Di
jabaan(pintu masuk halaman rumah)
Mendirikan/nancep sanggah cucuk dan
mengunggahang banten daksina, peras, penyeneng, ajuman banten danaan tumpeng
ketan, sesayut, jangan-janganan/lauk-pauk, kacang ranti, dan kacang panjang.
Pada sanggah cucuk digantungkan ketipat kelanan, canang dan cambeng yang berisi
tuwak, arak, berem dan air bersih. Dibawahnya mengahturkan:
-
Segehan agung 1 soroh
-
Segehan manca warna 9 tanding berisi
olahan ayam berumbun dan tetaburan arak, berem, tuwak dan air
-
Dihaturkan ke haapan Sang Bhutaraja dan
Sang kalaraja
-
Pada waktu menghaturkan banten, baik di
merajan, di halaman rumah maupun di muka pintu masuk pekarangan, dilengkapi
dengan tirta air tawur yang diperoleh dari propinsi/kabupaten/kecamatan/atau
banjar (Mas Putra 1993,85-87)
Setelah menghaturkan upakara/sesajen, dilanjutkan
dengan ngerupuk, yaitu berkeliling di halaman rumah membawa obor,
bunyi-bunyian, disertai dengan menaburkan nasi tawur, menyemburkan mesui,
berakhir di pintu masuk pekarangan dan perlengkapan upakara ditaruh di sana.
Maksud dari upakara ngrupuk ini adalah untuk memanggil para bhutakala, agar
menikmati upacara korban/tawur, setelah itu diharapkan tidak mengganggu
kehidupan manusia.
Selesai melaksanakan upacara ngrupuk, semua anggota
keluarga mabyakala dan maprayascita, serta natab sesayut lara melaraden,
kecuali yang belum tanggal gigi sebagai pensucian terhadap diri sendiri. sehari
setelah tawur kasanga, yaitu pananggal apisan sasih kadasa adalah hari raya
nyepi/ perayaan tahun baru saka, yang disambut dengan melakukan tapa, brata,
yoga, Samadhi, sesuai dengan catur brata penyepian yaitu:
1)
Amati Geni
Secara lahiriah tidak menyalakan
api, baik siang atau malam, tidak memasak, serta tidak menyalakan lampu
penerangan. Sedangkan secara batin
dimaksudkan untuk meredakan nafsu yang mengarah pada hal-hal yang bersifat
negative ; Sad Ripu, Sad Atatayi, Sapta Timira, dan sejenisnya.
2)
Amati Karya
Berarti tidak melakukan kerja fisik
sebagai upaya untuk melaksanakan tapa,brata, yoga dan Samadhi. Sedangkan secara
batin, berusaha menghubungkan diri
dengan Tuhan, berusaha untuk
menghentikan kegiatan jasmani dengan menghentikan kegiatan jasmani dengan
merenung dan menghitung-hitung perbuatan dimasa lampau, seberapa yang masih perlu diperbaiki, karena
kesempatan hidup yang diperoleh justru patut digunakan untuk menolong diri
dengan jalan berbuat baik.
3)
Amati Lelanguan
Kata langu berarti asyik, indah
mulia. Berarti amati lelanguan adalah tidak menikmati keindahan atau sesuatu yang mengasyikan
seperti hiburan music, lagu, tari, film, dll. Pikiran harus dipusatkan untuk
menenangkan keagunganNya, untuk introspeksi dan mendengar suara alam tanpa
aktivitas manusia.
4)
Amati Lelungan
Kata lungan berarti pergi atau
bepergian. Ini dimaksudkan agar tidak bepergian kemanapun. Menyediakan wakru
untuk upaya mendukung kegiatan tapa, yoga, Samadhi.
Sarana dan suasana penunjang
Melaksanakan
brata Nyepi bagi mereka yang tinggal di kota dengan kondisi umat beragama yang
heterogen tentu tidak akan sepenuhnya mendukung suasana Hari Raya Nyepi. Bagi
mereka dapat melaksanakannya di pura. Brat nyepi tersebut dimulai saat matahari
terbit sampai matahari terbit keesokan harinya. Pada saat berakhirnya brata
penyepian itu, disebut Ngembak geni, artinya mengakhiri pelaksanaan catur brata
penyepian, dilanjutkan dengan pelaksanaan Dharma Santhi yang bermakna saling
memaafkan dengan saling kunjung mengunjungi.
2.5
Makna
Filosofis Hari Raya Nyepi
Mengenai
makna filosofis Nyepi, maka perlu dikaji dari rangkaian upacar Nyepi seperti
berikut ini:
1.
Melasti
Bertujuan untuk melenyapkan
kekotoran baik Bhuwana Agung maupun Bhuwana Alit. Kekotoran dan kepapaan dalam
Bhuwana Alit dilebur dengan mentucikan pikiran, perkataan, dan perbuatan dengan
tirta penglukatan dan tirta amerta, sedangkan penyucian bhuwana agung
diwujudkan dengan menyucikan Arca, Pralina, Pralingga secara spiritual dengan
memercikan tirta penglukatan dan Tirta amerta.
2.
Tawur Kasanga
Tujuannya adalah menyucikan dan
menyeimbangkan alam semesta dengan menetralisir kekuatan-kekuatan alam, yang
dipimpin oleh sulinggih, memohonTirta Tawur untuk melebur malaning Bhumi. Untuk
mencapai keseimbangan Bhuwana agung dan Bhuwana alit diadakan pengembalian
terhadap apa yang pernah diambil yang diwujudkan secara simbolis dengan
menaburkan nasi tawur, sehingga tercapainya keharmonisan dan kesejahteraan
hidup.
3.
Catur Brata Penyepian
-
Amati Geni berarti tidak menyalakan api,
makna yang lebih dalam adalah pengendalian hawa nafsu
-
Amati Karya berarti tidak bekerja secara
jasmani, namun harus meningkatkan kesucian rohani.
-
Amati Lelungan berarti tidak keluar
rumah tetapi harus mawas diri.
-
Amati Lelanguan berarti tidak menuruti
kesenangan duniawi, hendaknya lebih meningkatkan pemusatan pikiran ke hadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa.
4.
Ngembak Geni
Berarti melepaskan brata,
dilanjutkan dengan melaksanakan Dharma santi, yang bermakna untuk mewujudkan
kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hari Raya Nyepi adalah hari untuk
merayakan Tahun Baru saka yang dilaksanakan setelah tilem kesanga. Bukan saja
dirayakan oleh umat Hindu di Bali, namun seluruh umat Hindu di Indonesia wajib
melaksanakannya sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
Mengenai
Tahun Baru Saka, mulai diresmikan pada penobatan Raja Kaniska dari Dinasti
Kushana pada Tahun 78 Masehi.Pengguanaan Tahun Saka di Indonesia, berdasarkan
prasasti pada zaman dahulu hanya dikenal Tahun saka saja. Berdasarkan kitab
Negara Kertagama, pada jaman Majapahit, pergantian tahun saka (bulan chaitra ke
waisakha) dirayakan secara nasional.
Tujuan
Brata Khususnya Brata yang dilaksanakan pada hari Raya Nyepi adalah untuk
mensucikan diri lahir dan bathin, untuk melaksanakan Yajna dan Bhakti untuk melaksanakan
amulet sarira (Introspeksi), dan untuk
merencanakan program kerja atau langkah selanjutnya sesuai dengan budi pekerti
yang merupakan pancaran dari Sang Hyang Atma yang berstana dalam diri pribadi.
Pelaksanaan upacara Nyepi diawali dengan
Melasti, Tawur Kasanga, Catur Brata Penyepian dan Ngembak Geni. Mengenai makna
filosofis Nyepi adalah Melasti untuk melenyapkan kekotoran baik
Bhuwana Agung maupun Bhuwana Alit.Tawur Kasanga adalah
menyucikan dan menyeimbangkan alam semesta dengan menetralisir
kekuatan-kekuatan alam. Catur Brata Penyepian adalah untuk
pengendalian hawa nafsu, mawas diri, serta tidak menuruti kesenangan duniawi, dan
terakhir adalah Ngembak Geniyang bermakna untuk mewujudkan kerukunan dan
keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Jelantik, Gde
Nyoman.2009.Sanatana Hindu Dharma.Denpasar.
Penerbit Widya Dharma
Sutrisna, I
Made. 2012. Dasar-Dasar Agama Hindu.Jakarta.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI
Wandri, Ni
Wayan. 2008. ACARA AGAMA HINDU
HARI
RAYA NYEPI DAN TAHUN BARU SAKA
Dosen Pengampu:
Dra. AA Oka Puspa, M.Fil.H
Oleh:
Eni Kusti Rahayu
1509.10.0033
JURUSAN PENERANGAN
AGAMA HINDU
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA NUSANTARA
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Om swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida sang Hyang
Widi Wasa atas berkat
waranugraha-Nya, makalah mata kuliah Acara Agama Hindu ini bisa
terselesaikan.Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang
terkait dalam pembuatan makalah ini, diantaranya, Ibu Dra. AA Oka Puspa,
M.Fil.H sebagai dosen pengampu mata kuliah Acara Agama Hindu, teman-teman
dikelas yang telah memberikan kami dukungan, dan semua pihak Sekolah Tinggi
Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta yang terkait dalam menyediakan sarana dan
prasarana guna mempermudah pencarian literature.
Makalah yang kami buat ini sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga
kritik dan saran bagi pembaca sangat diharapkan guna dijadikan pembelajaran
pada pembuatan makalah yang akan datang. Terima kasih atas partisipasinya
semoga semua isi yang ada dalam makalah dapat bermanfaat bagi bembaca.
Om santi, santi, santi Om.
Jakarta, Oktober 2017
Penulis
i
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR
ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah...................................................................... 2
1.3 Tujuan
Penulisan........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Nyepi dan Tahun Saka............................................. 3
2.2 Sejarah
Tahun Baru Saka........................................................... 6
2.3 Tujuan
Hari Raya Nyepi............................................................ 14
2.4 Pelaksanaan
Hari Raya Nyepi.................................................... 17
2.5 Makna
Filosofis Hari Raya Nyepi.............................................. 22
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA
ii
|
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan
upacara Yadnya pada hari-hari suci didasari dengan perhitungan. Perhitungan
tersebut ada berdasarkan weweran, pawukon dan berdasarkan pasasihan. Hari raya
Nyepi dilaksanakan berdasarkan perhitungan pasasihan yang datangnya setiap tahun yaitu pada
penanggal apisan sasih kadasa (Tanggal satu bulan sepuluh).
Hari raya Nyepi
merupakan hari suci agama Hindu yang dirayakan setiap satu tahun sekali. Hari
suci ini berdasarkan pada pengalihan Purnama dan Tilem. Hari Raya Nyepi juga
dikenal sebagai Hari Tahun Baru Saka, yang secara resmi telah diakui sebagai
hari libur nasional sejak tahun 1983. Hari Raya Nyepi dirayakan setiap awal
sasih kedasa atau sehari setelah hari tilem kesanga. (Sutresna, 2012;115).
Pelaksanaan Hari
Raya Nyepi diawali dengan upacara melasti dan bhuta yadnya. Melasti
dilaksanakan lima hari atau tiga hari sebelum tilem kesanga. Adapula yang
melaksanakan melasti sehari sebelum tilem kesanga dan perbedaan tersebut sesuai
dengan aturan dan kondisi masyarakat setempat. Upacara Bhuta Yajna dilaksanakan
pada hari tilem sasih kesanga. Melasti bertujuan untuk mensucikan bhuwana agung
dan bhuwana alit, sedangkan bhuta yajna bertujuan untuk mengharmonisasikan
unsure-unsur alam semesta.
Pelaksanaan Hari
Raya Nyepi adalah untuk menyambut Tahun baru saka yang dilandasi dengan
kesucian dan keharmonisan sehingga tercapai ketenteraman serta kesejahteraan
hidup lahir dan batin. Dengan demikian, berdasarkan uraian tersebuat di atas,
dengan adanya makalah ini diharapkan agar dapat memahami dan menghayati Hari
Raya Nyepi sehingga dapat menjelaskan secara terperinci mengenai hari raya
nyepi, tahun baru saka, tujuan hari raya nyepi, pelaksanaan hari raya nyepi dan
makna filosofis hari raya nyepi.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Hari Raya Nyepi dan Tahun
Baru Saka?
2.
Bagaimana sejarah Tahun Baru Saka?
3.
Apa tujuan dari pelaksanaan Hari Raya
Nyepi?
4.
Bagaimana pelaksanaan Hari Raya Nyepi?
5.
Apa makna filosofis Hari Raya Nyepi?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian Hari Raya
Nyepi dan Tahun Baru Saka;
2.
Untuk mengetahui sejarah Tahun Baru Saka;
3.
Untuk mengetahui tujuan dari pelaksanaan
Hari Raya Nyepi;
4.
Untuk mengetahui pelaksanaan Hari Raya
Nyepi;
5.
Untuk mengetahui makna filosofis Hari
Raya Nyepi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka
Hari
raya Nyepi adalah salah satu hari raya bagi umat Hindu di Indonesia, yang
diperkirakan jatuh pada bulan Maret pada
tahun Masehi. Secara etimologi kata Nyepi
berasal dari kata sepi, yang artinya sunyi. Sesuai dengan tata bahasa
Bali, bahwa konsonan c, j , dan s bila disengaukan menjadi ny, dengan demikian
jika kata sepi disengaukan menjadi kata Nyepi. Berdasarkan penjelasan tersebut,
jadi Hari Raya Nyepi adalah hari raya yang diperingati dengan sepi.
Nyepi
merupakan Hari Tahun Baru Saka, yang diperingati oleh umat Hindu di Bali
Khususnya dengan suasana sepi, bagi umat Hindu di Bali pergantian Tahun Caka
selalu dimulai sesudah Tilem pada waktu sasih kasanga (IX), yaitu setelah
diadakan upacara Bhuta Yajna atau Tawur Kesanga.
Dalam
beberapa sumber disebutkan sebagai berikut:
1.
Lontar Sri Aji Kasanu, menyebutkan
bahwa;
“…ring
tileming sasih kesanga, patut maprakerti caru Tawur wastanya, sedulur nyepi
awengi.”
Terjemahannya sebagai
berikut:
….pada Tilem sasih Kesanga,
patut mengadakan Upacara Bhuta Yajna, yaitu caru yang disebut dengan “Tawur”.
Dilanjutkan dengan Nyepi satu malam.
2.
Lontar Sundari Gama, menyebutkan bahwa;
“…Atari
chaitra tekaning Tilem, ika pasucianing prawatek dewata kabeh, hana ring
telenging Samudera, ametta saring Amerta Kamandalu, matangin wenang manusia
kabeh angaturan prakerti ring prawatek dewata angapi kramanya, nihan Atari
prawaning Tilem Kasanga tag awe akena Bhuta Yajna a ring catus pataningdesa,…
enjangnya ring tilem lasti akena ikang raptima…, enjangnya nyepi amati geni,
tan wenang sajadma anambut gawe saluwirya, agni ring saparaning gnah tan
wenang.”
Terjemahannya adalah
sebagai berikut:
…. Pada hari Tilem
sasih/bulan Chaitra/Kasanga, merupakan hari pensucian para Dewata semua, mengambil
air kehidupan yang ada di tengah-tengah lautan, oleh karena itu patutlah semua
manusia/umat Hindu melakukan persembahan kepada para Dewa, melalui suatu
upacara, menurut kemampuannya, pada hari purwani tilem, agar melaksanakan
upacara melasti ke laut, mensucikan pratima…melaksanakan Nyepi, dengan tidak
manyalakan api, semua orang tidak boleh melakukan pekerjaan, antara lain,
menghidupkan api di semua tempat…
3.
Kitab Cendamani, menyebutkan sebagai
berikut;
Bagi umat Hindu di Bali pergantian Tahun saka selalu
dimulai sesudah Tilem ke sanga (IX), sehingga Hari Raya Nyepi merupakan Hari
Raya Tahun Baru Saka. Kata saka dalam bahasa sansekerta yang artinya tarich/
tahun. Tarich atau Tahun saka kita di Indonesia selalu dimulai setelah bulan
mati (Tilem) ke IX, yaitu sekita bulan Maret tarich masehi. Mengapa demikian
dan mengapa bukan setelah bulan mati ke
XII saja?.
Mengenai hal tersebut, disebabkan karena masyarakat Hindu di Bali khususnya, memiliki
keyakinan terhadap makna suatu angka. Angka 9 adalah angka yang tertinggi,
sedangkan angka 10, 11, dan seterusnya adalah pengulangan angka kembali. Angka
9 tersebut sangat dihormati dalam hubungannya dengan Dewa-Dewa yang menguasai ke-9 arah penjuru
alam, yang disebut Dewata Nawa Sanga. Selain itu, angka 9 juga merupakan angka ajaib
mistik, sebab dalam perkalian menunjukkan suatu keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan angka lainnya.
Keistimewaan tersebut dapat dilihat ,
jika angka 9 dikalikan dengan angka berapa saja (kecuali dalam pecahan atau 0
), maka hasil kalinya bila dijumlahkan akan berjumlah 9.(Jelantik,2009:
171-172). Berikut adalah contoh perkaliannya;
9 x 3 = 27 => 2 + 7 = 9
9 x 5 = 45 => 4 + 5 = 9
9 x 7 = 63 => 6 + 3 = 9
Perkalian dengan angka lain
5 x 5 = 25 => 2 + 5 = 7
8 x 7 = 54 => 5 + 4 = 9
8 x 8 = 64 => 6 + 4 = 10 (Putra,1974;29)
4.
Seminar Kesatuan Tapsir Terhadap
Aspek-Aspek Agama Hindu tentang Hari Raya Nyepi (1988)
Hari
Raya Nyepi adalah perayaan hari Tahun Baru Saka yang jatuh pada penanggal
apisan sasih kadasa (eka sukla paksa waisak) sehari setelah tilem kesanga
(Panca Dasi Krsa Paksa Chaitra). (Pemda Bali, 1999/2000: 95)
Mengenai
Tahun Baru Saka, mulai diresmikan pada penobatan Raja Kaniska dari Dinasti
Kushana pada Tahun 78 Masehi.
Pengguanaan
Tahun Saka di Indonesia, berdasarkan prasasti pada zaman dahulu hanya dikenal
Tahun saka saja. Berdasarkan kitab Negara Kertagama, pada jaman Majapahit,
pergantian tahun saka (bulan chaitra ke waisakha) dirayakan secara nasional.
Sesuai
dengan penjelasan dari sumber-sumber tersebut didepan, maka Hari Raya Nyepi
adalah hari untuk merayakan Tahun Baru saka yang dilaksanakan setelah tilem
kesanga. Bukan saja dirayakan oleh umat Hindu di Bali, namun seluruh umat Hindu
di Indonesia wajib melaksanakannya sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
2.2
Sejarah
Tahun baru Saka
Penggunaan
Tahun Baru saka diresmikan pada waktu penobatan Raja kaniska I di india dan
perkembangan selanjutnya sampai ke Indonesia adalah sebagai berikut:
a.
Penobatan Raja Kaniska I di India
Suku-
suku yang mendiami daerah yang sangat luas di Asia Selatan sangatlah banyak
jumlahnya. Suku- suku bangsa itu dilanda oleh permusuhan yang tiada hentinya.
Suku-suku bangsa itu antara lain; Saka(Scythia), Pahlawa(Partha), Yawana dan
Makawa. Mereka sangat berambisi dan ingin menundukkan satu dan yang lain.
mereka silih berganti menguasai daerah
yang membentang di Asia Selatan itu bahkan sampai ke Asia Tengah diantaranya;
Persia, Lembah Sungai Sindhu, Iran Selatan, Kasmir, India Utara, dan India
Barat yang terkenal dengan daerah sangat subur.
Sekitar
tahun 248 sebelum masehi, suku bangsa Pahlawa unggul dalam peperangan dan
menaklukan bangsa Yawana dan Saka. Pada masa berikutnya, bangsa Saka unggul
terhadap bangsa Yueh-chi. Bangsa saka harus berhadapan kembali dengan suku bangsa Pahlawa dan di sekitar 138 sampai
12 sebelum masehi, suku bangsa Saka mengalami masa jaya digjaya. Suku-suku
bangsa Saka adalah suku bangsa pengembara yang terkenal ramah dan riang dalam
menghadapi segala tantangan hidup.
Peperangan
antara suku bangsa terus berlangsung dan berkepanjangan. Suku bangsa saka kini
gilirannya terdesak dikalahkan oleh suku bangsa lain. menyadari hal ini, suku
bangsa Saka yang terdiri dari beberapa kelompok, diantaranya; saka Tigrakhauda,
Saka Humawarga, dan Saka Taradaraya mengubah arah perjuangannya dari perjuangan
politik dan militer untuk merebut kekuasaan
menjadi perjuangan di bidang kebudayaan. Hal ini menyebabkan Suku bangsa
Saka dengan kebudayaannya itu benar-benar memasyarakat.
Tahun
125 sebelum masehi, Dinasti Kusuna dari bangsa Yueh-chi memegang tampak
kekuasaan. Nampaknya dinasti Kusuna terketuk hatinya oleh perubahan arah
perjuangan suku bangsa Saka. Kekuasaan yang dipegangnya tidak dipakai untuk
menindas musuhnya melainkan untuk merangkul semua bekas musuhnya dan suku-suku
bangsa yang lain yang ada di India itu serta
mengambil puncak kebudayaan dan suku-suku itu seperti pakaian adat/ daerah kesenian dan
lain-lain dipersatukan menjadi kebudayaan Negara(Kerajaan).
Pada
tahun 78 masehi, seorang dari Dinasti Kusa bernama Raja Kaniska I naik tahta
kerajaan. Raja ini sangat bijaksana bahkan
pada hari minggu tanggal 21 Maret 79, Purnama Waisaka kebetulan hari itu
gerhana bulan menetapkan panchanga atau kalender sistem Saka untuk mengenang kejayaan
dan hari penobatannya. Sejak saat itulah ditetapkan perayaan tahun saka.
Diresmikannya
tahun saka Kaniska I merupakan tonggak sejarah yang menutup permusuhan antar
bangsa di India sebelumnya. Semenjak saat itu bangkitlah toleransi antar suku
bahkan juga toleransi antar agama. Hal ini dibuktikan dari Raja Kaniska I yang
beragama Hindu, memperhatikan kehidupan dan perkembangan agama Buddha.
Kemasyuran
Raja Kaniska I ini ditandai oleh kebijaksanaan dan kearifan politik dan
pelaksanaan pemerintahan. Baginda Raja
tidak saja menyelenggarakan siding-sidang kabinet demi kelancaran pemerintahan
Negara, tetapi juga mendorong terselenggaranya Mahasabha (Sidang Raya), atau
Pesamuan agung Keagamaan, baik untuk agama Hindu maupun agama Buddha demi
memelihara kerukunan dan toleransi hidup beragama.
Janam Kaniska yang dimulai sejak naik tahta
pada 78 masehi , telah berhasil mewujudkan stabilitas nasional dan keamanan di
bidang politik serta kokohnya toleransi dan kerukunan hidup diantara umat beragama Hindu dan Buddha.
Kemajuan yang telah berhasil diwujudkan itu
telah mengantarkan dinasti Kaniska I pada masa kejayaan. Hel itu dibuktikan pula dengan adanya
hubungan diplomatic dengan negara-negara luar, seperti: Yunani, Cina, dan India
bagian selatan.
Demikian
abad Dinasti Kusana dibawah pemerintahan Raja Kaniska I yang telah membuka
jalan bagi kemajuan perkembangan kebudayaan dan agama sehingga India menjadi
salah satu pusat agama dan peradaban manusia di seluruh dunia.
Kaniska
telah membuka pintu India selebar-lebarnya bagi negara- negara di Asia Tengah,
asia Timur jauh, dan Asia tenggara termasuk Indonesia untuk perkembangan
peradaban kebudayaan dan agama.
Sejak
ditetapkannya tahun saka oleh Raja Kaniska I, tahun ini kemudian dipakai pula
sampai ke India Utara, yang sebelumnya masyarakat memekai tahun candra,
demikian pula di India Timur bahkan terus berkembang sampai ke Nusantara
(Bali). Sejak saat itu terjadilah pembauran perhitungan tahun, antara tahun
saka (Yang memakai perhitungan Surya) dengan tahun yang memakai perhitungan
candra yang lazim disebut Luni-solar Sistem.
b.
Penggunaan Tahun Saka di India
Di
india terdapat bermacam-macam tahun, diantaranya; Tahun Saka, Tahun
Wikramaditya, Tahun Harsa, Tahun Wikram Samwat (Malawa)Tahun Malayalam(Kollam)
dll.
Adapun
nama-nama bulan Tahun saka yang ditetapkan Raja Kaniska I pada 21 Maret 79
adalah;
1)
Chitirai = Mesha = Waisaka = Kadasa
(Bali)
2)
Waikasi = Wrisabha =Jyestha = Jyesta
(Bali)
3)
Ani = Mithunam = Ashadha = Sada (Bali)
4)
Adi = Kardakam = Badrapada = Srwana =
Kasa (Bali)
5)
Aippsi = Simham = Badrapada = Karo
(Bali)
6)
Purattasi = Kanni = Aswina = katiga
(Bali)
7)
Aippasi =Tulam = Kartika = Kapat (Bali)
8)
Kartigai = Wrischikan = Margasira =
Kalima (Bali)
9)
Margali = Dhanu = Pausha = Kanem (Bali)
10) Tai
= Makaram = Magha = kapitu (Bali)
11) Masi
= Kumbham = Phalguna = Kaula (Bali)
12) Panguni
= Minam = Chaitra = Kasanga (Bali)
Sejak
tahun 1958 pemerintah India menetapkan tahun saka sebagai tahun nasional India,
dengan nama bulan dan umurnya seperti berikut:
1)
Chaitra umurnya 30 hari (22 Maret s/d 20
April)
2)
Waisakha umurnya 31 hari (21 April s/d
21 Mei)
3)
Jyestha umurnya 31 hari (22 Mei s/d
Juni)
4)
Ashadha umurnya 31 hari (22 Juni s/d 22
Juli)
5)
Srawana umurnya 31 hari (22 Juli s/d 22
agustus)
6)
Bhadrapada umurnya 31 hari (23 Agustus
s/d 22 September)
7)
Aswina umurnya 30 hari (23 September s/d
22 Oktober)
8)
Kartika umurnya 30 hari (23 Oktober s/d
21 november)
9)
Agrahayana umurnya 30 hari (22 November
s/d 21 Desember)
10) Pausha
umurnya 30 hari (22 Desember s/d 20 Januari)
11) Magha
umurnya 39 hari (21 Januari s/d 19 februari)
12) Phalguna
umurnya 30 hari (20 Februari s/s maret)
Tahun
Nasional India ini cukup lama memakan waktu untuk memasyarakat, hal ini dapat kita maklumi karena Republik
India sekarang berawal dari banyak bekas kerajaan besar dan kecil, yang
masing-masing kerajaan itu mempunyai tahun sendiri-sendiri.
Karena luasnya wilayah dan beragamnya tahun di India, walaupun telah
memiliki tahun nasional, ternyata
masyarakat tidak serentak merayakan tahun saka itu, kini tahun baru saka dirayaka
tiga kali dalam setahun, yaitu:
1) Tahun
Baru Nasional India (Saka) setiap tanggal 22 Maret;
2) Penganut
Solar System (Meshadi) dengan purnimanta merayakan Tahun Baru Saka yang
bertepatan dengan purnama;
3) Penganut
Lunni-Solar system pada tiap-tiap chaitra amawasya (Tilem Chaitra/ Kesanga)
umumnya jatuh pada bulan Maret, bagi
para penganut Chaitradi.
Dengan demikian
tahun Wikram Samwat (Malawa) juga tiga kali setahun merayakan tahun baru
mereka, yaitu:
1) Purnama
Waisakha (April) di wilayah Gujarat;
2) Tilem
Chaitra;
3) Amawasya/Tilem
Kartika (Oktober) di wilayah Gujarat.
Hal yang mirip
juga terjadi pada tahun Malayalam (Kollam). Tahun baru Malayalam dirayakan 2
kali dalam setahun, yaitu:
1) Tanggal
1 Simham (Singa) jatuh rata-rata pada 17 Agustus, dirayakan di wilayah Malabar
selatan;
2) Tanggal
1 Kunni (Kaniya) jatuh pada pertengahan September, dirayakan di wilayah Malabar
Utara.
Berdasarkan uraian diatas, ternyata
4 macam cara menghitung tahun Baru Saka, Yaitu:
1) Tahun
Nasional India berdasarkan rasi dengan penyesuaian zodiac barat, perubahan
bulannya sekitar tanggal 20, 21, 22, bulan masehi.
2) Local/
Tradisional India, berdasarkan Rasi, perubahan bulannya sekitar tanggal
13,14,15 dan 16 bulan masehi.
3) Luni
Solar Amanda (Amawasanta) sistem perubahan bulan pada tilem ke tilem (bulan
mati)
4) Luni
Solar Purnimanta Sistem, perubahan bulannya pada purnama ke purnama.
Umat Hindu di Indonesia menganut
sistem 1 dan 3 di atas dan pada sistem nomor 3 nama bulan kadang-kadang kurang
serasi, disebabkan cara penempatan Malamasa. Di Indonesia (Bali) penempatan Malamasa
pada bulan Jyesta Asadha, sedang di India tidak demikian karena berpedoman
dengan limit waktu.
c.
Tahun Saka Zaman Kejayaan Nusantara
Sepanjang
sejarah dari ratusan prasasti yang dijumpai,
sejak penggunaan tahun saka tertua sampai akhir Majapahit prasasti-prasasti
itu selalu mempergunakan tahun saka.
Tiada bukti apapun yang menunjukkan adanya penggunaan tahun selain tahun saka
di Indonesia. Di lain hal agama Hindu yang masuk ke Indonesia melalui berbagai
daerah di India, bahkan ada yang lewat kamboja, ataupun Malaya (Ligor)
Dari berbagai
data efisgrafis yang ada menunjukkan bahwa penggunaan tahun saka di Indonesia
khususnya jaman kejayaan nusantara sesungguhnya sudah sangat
memasyarakat/membudaya. Di samping itu berdasarkan tradisi, khususnya di jawa
dan Bali dijumpai pula tokoh Aji Saka yang disebut-sebut sebagai seorang yang
menyebarkan agama Hindu ke Indonesia melalui pengajaran huruf-huruf (aksara)
yang kita kenal (Aksara Jawa dan Bali). Siapakah Aji Saka ?
Berdasarkan
huruf-huruf yang diajarkan itu, sumbernya adalah satu, yaitu huruf Dewanagari.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa aji Saka datang ke Indonesia, ketika masa
kejayaan pemerintahan Raja Kaniska I yang pada masa itu penggunaan tahun saka
sangat popular di India. Ia diduga seorang sanyasin yang melaksanakan Dharma
Yatra ke Indonesia dan menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Ia seorang Dharma
Duta yang sangat berjasa bagi bangsa Indonesia.
Dari peninggalan
yang ada, yakni kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Rakawi Prapanca
diuraikan sepintas tentang perayaan Chaitra yaitu upacara phalguna. Upacara
phalguna dilaksanakan pada akhir bulan (mulai paro petang ke 14) dan perayaan
chaitra dilaksanakan mulai tanggal 1
sampai tanggal 3.
Pada perayaan
chaitra tanggal 1 chaitra dibacakan dibacakan Kitab Rajakapakapa (Semacam
undang-undang Dasar Negara Nusantara Majapahit). Keterangan tentang perayaan
chaitra ini diuraikan dalam pupuh LXXXV sampai dengan pupuh XCIII?., Kitab
Negara Kertagama. Di samping itu pada bagian akhir dari kekawini ini, Rakawi
Prapanca (pupuh XCIV) menyatakan sedang mengerjakan empat buah kekawin,
masing-masing: Tahun Saka, Lambang, Bhismacarana, dan Sugataparwa.disebutkan pula
dalam kekawin: Lambang dan Tahun Saka masih akan dilanjutkan penyusunannya.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, perayaaan bulan chaitra serta kekawin tahun saka yang
sedang disusun oleh Prapanca menunjukkan adanya perayaan tahun baru saka.
Di Bali perayaan
Tahun Baru Saka yang popular disebut Hari Raya Nyepi yang bersumber pada dua
buah naskah /lontar yakni Sundarigama dan Swamandala, disamping tradisi turun
temurun. Tidak kalah pentingnya dan pada akhirnya peranan PHDI sebagai majelis
tertinggi umat Hindu di Indonesia memberikan tuntunan, pengarahan, pembinaan
terhadap umat Hindu di Indonesia.
d.
Tahun Baru Saka di Indonesia
Setelah
kemerdekaan Republik Indonesia,para tokoh umat Hindu baik dari kalangan tua
maupun muda berkumpul untuk membicarakan penataan kehidupan umat Hindu di
Indonesia. Pertemuan berupa Pesamuan agung
diselenggarakan di Aula Fakultas Sastra Universitas Udayana tanggal 21
s/d 22 Februari 1959. Pada pertemuan ini sepakat membentuk Parisada Hindu Dharma. Pertemuan ini
berkelanjutan sampai diadakannya Dharma Asrama di Champuan Ubud pada tanggal 17
s/d 23 November 1959. Dalam pertemuan ini, salah satu keputusannya adalah
menetapkan hari raya tahun baru saka
yang disebut Hari raya Nyepi.
Parisada
Hindu Dharma dalam berbagai
keputusannya, baik keputusan Mahasabha maupun Pesamuan Agung selslu
memperjuangkan Hari Raya Nyepi, Tahun Baru Saka dapat diakui oleh pemerintah
sebagai hari libur nasional. Perjuangan ini tidak lain adalah agar umat Hindu
di seluruh Indonesia dapat melaksanakan upacara hari raya Nyepi sebaik-baiknya.
Pada hari Rabu Kliwon, Wuku Ugu tanggal 19 Januari 1983, Presiden Soeharto
mengeluarkan keputusan Presiden No.3 Tahun 1983 yang menyatakan bahwa hari Raya
Nyepi sebagai Libur Nasional. Keputusan Presiden ini seakan-akan hadiah tahun
baru bagi umat Hindu di Indonesia.
Tahun
baru saka di Indonesia dirayakan tanggal 1 bulan Waisakha dengan Pati agni,
yang sebelumnya pada Pancadasi Krsnapada Chaitra masa (hari Tilem bulan
Chaitra) dilaksanakan upacara Tawur Agung Kasanga, Upacara Bhuta Yajna yang
dilaksanakan setiah setahun sekali.perayaan tahun baru saka di Indonesia
mempergunakan perhitungan Luni-solar System, perpaduan antara Suryapramana dengan
Candrapramana.
Dilaksanakannya
upacara Tawur ini pada hari Tilem Chaitra sesuai pula dengan yang termuat dalam
lontar Sang Hyang Aji Swamandala yang
menyatakan : Muah yang tawur kunang haywa
angelaning pamargi ring tilem bulan chaitra, yang terjemahannya : bila
melaksanakan Tawur, hendaknya janganlah mencari hari lain, selain tilem bulan
chaitra. Demikian pula tahun baru dirayakan pada tanggal 1 Waisakha yakni saat
matahari menuju garis Dewayana, yakni waktu yang baik untuk mendekatkan diri
kepada Sang Hyang Widhi, saat itu pula musim hujan telah mulai reda.
2.3
Tujuan
Hari Raya Nyepi
Sebelum membahas
tentang tujuan hari raya Nyepi, terlebih dahulu perlu diketahui pula makna
daripada rangkaian upacara yang diselenggarakan sebelum Nyepi, yaitu upacara
melasti dan Tawur Kesanga.
Adapun tujuan
dari melasti dijelaskan pula dalam
sumber-sumber berikut ini:
1.
Lontar Sang Hyang Aji Swamandala
“….
Anganyutakan laraning jagat, paklesa letehing bhuana….”
Artinya:
….melenyapkan penderitaan
masyarakat, melepaskan kepapaan dan kekotoran alam…
2.
Lontar Sundari Gama
“….
Atari chaitra tekaning tilem, ika pesucianing prawatek dewata kabeh, hana ring
telening samudra, amet sarining amertha kamandalu, matangian wenang manusia
kabeh angatura prakerti ring prawatek dewata.”
Terjemahannya:
…. Pada hari bulan chaitra, merupakan
hari pensucian para dewata semua, mengambil air kehidupan yang di tengah-tengah
samudera, oleh karena itu patutlah semua manusia/ umat Hindu melakukan
persembahan kepada para dewa.
3.
Dalam kitab pedoman Hari raya Nyepi
dijelaskan bahwa upacara melasti bertujuan untuk mensucikan arca, Pratima,
Nyasa atau Pralingga yang terbuat dari permata, kepingan emas/ pripih, kayu dan
sebagainya. Arca, Pratima, Nyasa atau Pralingga tersebut bermacam-macam
bentuknya seperti arca Brahma, Arca Wisnu, Arca Siwa, Ganapati dan sebagainya.
Kesemuanya itu merupakan media untuk memusatkan pikiran dalam rangka memuja
Sang Hyang Widhi, Dewa-Dewi, Batara-Batari, dan roh suci leluhur.
Berdasarkan dari sumber tersebut di depan, maka
upacara melasti bertujuan untuk menyucikan bhuwana alit (diri sendiri) dan
bhuwana agung (alam semesta), serta arca pratima dan pralingga sebagai istana
dari Sang Hyang Widhi/ manifestasinya, selanjutnya mohon tittha amertha agar
mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan dalam hidup.
Setelah melaksanakan upacara Melasti barulah
melaksanakan upacara Tawur kasanga sesuai dengan ketentuan yang terdapat
pada beberapa sumber antara lain:
1.
Lontar Aji Kasanu
“….
Rring tileming sasih kasanga patut maprakerti caru tawur wastanya…”
Artinya:
… pada Tilem bulan/ sasih kasanga,
patut mengadakan upacara Bhuta Yajna yang disebut tawur.
2.
Lontar Sundari Gama
“….
Ri prawaning Tilem Kasanga agar melaksanakan upacara Bhuta Yajna/ Tawur Kasanga
di perempatan jalan/ desa…”
3.
Pelaksanaan Bhuta Yajna, disebutkan dalam Agastya Parwa
“…. Bhuta Yajna angaranya tawur kapujaning
tuwuh…”
Artinya:
Bhuta Yajna adalah upacara Tawur
untuk kesejahteraan makhluk.
4.
Buku Cudamani menyebutkan tujuan bhuta
Yajna adalah untuk menetralisir kekuatan-kekuatan alam, agar perpustakaan alam
ini tidak goncang. Sebenarnya dalam
kehidupan ini manusia terlalu banyak memohon kehadapan ida sang Hyang Widhi
agar selamat dan sejahtera. Secara lahiriah, manusia terlalu banyak meminta,
memohon dan hanya sedikit memberi/mempersembahkan. Berdasarkan hal tersebut, maka sudah
sewajarnya kita menyampaikan rasa terimaksaih dalam bentuk ritual yang disebut
caru, agar tercapai keseimbangan alam dan keharmonisan alam beserta isinya.
Untuk menetralisir kekuatan alam, agar bergerak seimbang, sehingga terwujudlah
kelestarian alam dan keselamatan serta kesejahteraan semua makhluk hidup di
dunia ini.
Tujuan
Brata Khususnya Brata yang dilaksanakan pada hari Raya Nyepi dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1.
Untuk mensucikan diri lahir dan bathin.
Usaha mensucikan diri dalam wujud lahiriah adalah mandi, memakai sabun dan
mengenakan pakaian yang bersih, sedangkan mensucikan diri yang bersifat bathiniah pada hal-hal yang baik,
serta memuja keagungannya
2.
Untuk melaksanakan Yajna dan Bhakti,
secara sekala (Nyata), Yajna kita laksanakan melalui persembahan upakara dan
sebelum hari raya nyepi. Sedangkan secara Niskala (abstrak) kita wujudkan
melalui tapa, brata, yoga dan Samadhi.
3.
Untuk melaksanakan amulet sarira
(Introspeksi) yakni menilai kembali perbuatan atau keberhasilan dan kegagalan
kita dimasa yang lalu. Segala hal yang baik dan benar perlu dilestarikan dan
dikembangkan,sedangkan segala kesalahan dan keburukan patut dihindarkan
4.
Untuk merencanakan program kerja atau
langkah selanjutnya sesuai dengan budi pekerti yang merupakan pancaran dari
Sang Hyang Atma yang berstana dalam diri pribadi.
Dengan
melaksanakan Brata Hari raya Nyepi diharapkan seseorang dapat meningkatkan
kualitas hidup dan kehidupannya, jasmani maupun rohani. Sehari setelah hari raya Nyepi disebut Ngembak
Geni, yang berarti ngelebar brata dan dilanjutkan dengan Dharma Santi, yaitu
saling memaafkan, sebagai tanda terjalinnya hubungan yang harmonis.
2.4
Pelaksanaan
Hari Raya Nyepi
a)
Upacara
Melasti
Dilaksanakan
tiga atau sehari sebelum Nyepi, sebagai upacara awal adalah mengahturkan
sesajen di Pura Puseh, Desa, Dalem serta Pura-pura yang menjadi milik Desa,
mempermaklumkan memohon kehadapan Dewa-dewi dan Bhatara-Bhatari agar berkenaan,
bahwa beliau akan di stanakan di Bale agung, atau tempat yang telah ditentukan.
Setelah semuanya berkumpul, para pemangku mengahturkan sesajen, selanjutnya
memohon agar Dewa-Dewi dan Bhatara-Bhatari yang merupakan sinar suci dari Sang
Hyang Widhi berkenan di iringkan ke laut/ sumber air yang suci untuk
menghanyutkan malaning jagat/ kekotoran alam dan memohon Tirtha amertha.
Sesampainya di
tempat melasti, lalu menghaturkan
sesajen dilanjutkan dengan nunas tirtha penglukatan ke hadapan Dewi Gangga, dan
Tirtha amertha ke hadapan Sang Hyang
Baruna. Tirtha penglukatan tersebut diciptakan terlebih dahulu pada arca,
pratima, pralingga serta semua perangkat upacara dan kepada semua masyarakat
yang ikut dalam upacara ini, kemudian setelah selesai sembahyang barulah mohon
Tirtha Amertha.
Setelah upacara
berakhir, kemudian kembali menuju Pura bale agung, sang Hyang Widhi Wasa,
Dewa-dewi, Bhatara-Bhatari dimohon untuk berstana di pura Bale Agung yang
secara simbolis menstanakan arca, Pratima, Nyasa, atau PralinggaNya. Selama
bersthana yang disebut juga nyejer, umat Hindu wajib mempersembahkan sesajen
yang disebut prani dan Nunas Tirta Amertha untuk kesejahteraan diri sendiri dan alam lingkungan.
Upacara nyejer ini berlangsung sampai diadakan upacara Bhuta Yajna/ Tawur
Kasanga, denganmaksud upacara tersebut disaksikan oleh Ida Sang Hyang Widhi.
Upakara-upakara/banten
yang dipersembahkan pada rangkaian upacara Melasti adalah sebagai berikut:
1)
Di kahyangan masing-masing untuk nguntab/
menurunkan Pratima serta pralingga, menghaturkan; penyucian/pengresikan, ajuman
dan segehan. Pratima dan pralingga tersebut diusung untuk bersama-sama
distanakan di Bale agung/ suatu pura yang telah ditentukan sampai saat hari
melasti. Di Bale Agung (setelah semua parum) dihaturkan pula sesajen seperti
penyucian.
2)
Uapacara di tempat melasti
Suci dua soroh beserta
reruntutannya, banten hidangan, pengulapan pengambeyan, peras, penyeneng dan
segehan. (Banten suci dihaturkan ke hadapan Ida Sang Hyang Baruna untuk memohon
sarining bhuwana/ tirtha amertha) bila upakara dilakukan di laut, danau, atau
sungai, maka satu soroh suci beserta reruntutannya ditenggelamkan terlebih
dahulu sebelum mengambil/ mohon tirtha.
3)
Banten beserta runtutannya
dihaturkan kehadapan Gangga Dewi untuk
memohon Tirtha Penglukatan/pembersihan, baik untuk praline, pralingga, jumpana,
bangunan suci, alat-alat upacara serta anggota masyarakat.
4)
Upacara di bale agung setelah kembali
dari melasti.
Di depan pura menghaturkan segehan
agung atau pemedak sesuai dengan desa
kala patra. Selanjutnya pratima serta pralingga Ida batara distanakan di Bale
Agung atau suatu pura, dipersembahkan pedatengan/pedapetan sesuai dengan loka
dresta. Mulai saat itu sampai keesokan harinya, masing-masing keluarga menghaturkan
perani berupa sesajen yang terdiri dari ; nasi, lauk pauk, jajan, buah-buahan,
canang wangi-wangian, atau sesuai dengan kemampuan seseorang (Mas Putra, 1993:
81,82,83,84)
b)
Upacara
Tawur Kasanga
Dilaksanakan
tepat pada hari Tilem Chaitra yaitu sehari sebelum upacara Nyepi.
Dilaksanakannya Tawur ini disesuaikan dengan tingkatan namanya yaitu
berdasarkan tingkatan wilayah.
1.
Tingkat Propinsi
Tawur Agung dilengkapi dengan
sesayut prayascitagumi dan sesayut Dirgayusa Gumi, beserta perlengkapannya.
Pelaksanaannya bertempat di catuspata/persimpangan.
2. Tingkat
Kabupaten
Tawur bernama Panca Kelud yaitu
mempergunakan 5 ekor ayam (5 warna sesuai penginderaan) ditambah itik belang
kalung 1 ekor, asu bangbungkem 1 ekor, beserta perlengkapanya. Tempat pelaksanaannya
di catuspata/ persimpangan.
3. Tingkat
Kecamatan
Tawur ini bernama Panca sata, yaitu
mempergunakan 5 ekor ayam(5 warna) warna penginderaan ditambah 1 ekor itik
belang kalung beserta perlengkapannya. Tempat pelaksanaannya di catuspata/
persimpangan.
4. Tingkat
desa
Tawur ini bernama Panca sata, yaitu
mempergunakan 5 ekor ayam(5 warna) warna penginderaan ditambah 1 ekor itik
belang kalung beserta perlengkapannya. Tempat pelaksanaannya di catuspata, di
jaba depan Bale Agung/Desa.
5. Tingkat
Banjar
Tawur disebut Ekasata yaitu seekor
ayam brumbun, diolah menjadi 33 tanding (urip bhuwana), genap dengan
perlengkapannya. Tempat pelaksanaannya di catus pataning banjar/ di depan bale
banjar.
6. Di
rumah masing-masing
a) Di
Merajan/Sanggah
Menghaturkan peras, ajuman, daksina,
katipat kelanan, canang lengewangi buratwangi, nunas tirta dan bija beras
kuning.
b) Di
halaman Merajan/Sanggah
Menghaturkan segehan nasi cacah 108
tanding, berisi ulam jejeron mentah,
segehan agung asoroh, denga tetabuhan arak, berem, tuak air tawar,
diharuskan/ngeyat ke hadapan Sang Bhuta Kala, dan sang Kala Bela.
c) Di
jabaan(pintu masuk halaman rumah)
Mendirikan/nancep sanggah cucuk dan
mengunggahang banten daksina, peras, penyeneng, ajuman banten danaan tumpeng
ketan, sesayut, jangan-janganan/lauk-pauk, kacang ranti, dan kacang panjang.
Pada sanggah cucuk digantungkan ketipat kelanan, canang dan cambeng yang berisi
tuwak, arak, berem dan air bersih. Dibawahnya mengahturkan:
-
Segehan agung 1 soroh
-
Segehan manca warna 9 tanding berisi
olahan ayam berumbun dan tetaburan arak, berem, tuwak dan air
-
Dihaturkan ke haapan Sang Bhutaraja dan
Sang kalaraja
-
Pada waktu menghaturkan banten, baik di
merajan, di halaman rumah maupun di muka pintu masuk pekarangan, dilengkapi
dengan tirta air tawur yang diperoleh dari propinsi/kabupaten/kecamatan/atau
banjar (Mas Putra 1993,85-87)
Setelah menghaturkan upakara/sesajen, dilanjutkan
dengan ngerupuk, yaitu berkeliling di halaman rumah membawa obor,
bunyi-bunyian, disertai dengan menaburkan nasi tawur, menyemburkan mesui,
berakhir di pintu masuk pekarangan dan perlengkapan upakara ditaruh di sana.
Maksud dari upakara ngrupuk ini adalah untuk memanggil para bhutakala, agar
menikmati upacara korban/tawur, setelah itu diharapkan tidak mengganggu
kehidupan manusia.
Selesai melaksanakan upacara ngrupuk, semua anggota
keluarga mabyakala dan maprayascita, serta natab sesayut lara melaraden,
kecuali yang belum tanggal gigi sebagai pensucian terhadap diri sendiri. sehari
setelah tawur kasanga, yaitu pananggal apisan sasih kadasa adalah hari raya
nyepi/ perayaan tahun baru saka, yang disambut dengan melakukan tapa, brata,
yoga, Samadhi, sesuai dengan catur brata penyepian yaitu:
1)
Amati Geni
Secara lahiriah tidak menyalakan
api, baik siang atau malam, tidak memasak, serta tidak menyalakan lampu
penerangan. Sedangkan secara batin
dimaksudkan untuk meredakan nafsu yang mengarah pada hal-hal yang bersifat
negative ; Sad Ripu, Sad Atatayi, Sapta Timira, dan sejenisnya.
2)
Amati Karya
Berarti tidak melakukan kerja fisik
sebagai upaya untuk melaksanakan tapa,brata, yoga dan Samadhi. Sedangkan secara
batin, berusaha menghubungkan diri
dengan Tuhan, berusaha untuk
menghentikan kegiatan jasmani dengan menghentikan kegiatan jasmani dengan
merenung dan menghitung-hitung perbuatan dimasa lampau, seberapa yang masih perlu diperbaiki, karena
kesempatan hidup yang diperoleh justru patut digunakan untuk menolong diri
dengan jalan berbuat baik.
3)
Amati Lelanguan
Kata langu berarti asyik, indah
mulia. Berarti amati lelanguan adalah tidak menikmati keindahan atau sesuatu yang mengasyikan
seperti hiburan music, lagu, tari, film, dll. Pikiran harus dipusatkan untuk
menenangkan keagunganNya, untuk introspeksi dan mendengar suara alam tanpa
aktivitas manusia.
4)
Amati Lelungan
Kata lungan berarti pergi atau
bepergian. Ini dimaksudkan agar tidak bepergian kemanapun. Menyediakan wakru
untuk upaya mendukung kegiatan tapa, yoga, Samadhi.
Sarana dan suasana penunjang
Melaksanakan
brata Nyepi bagi mereka yang tinggal di kota dengan kondisi umat beragama yang
heterogen tentu tidak akan sepenuhnya mendukung suasana Hari Raya Nyepi. Bagi
mereka dapat melaksanakannya di pura. Brat nyepi tersebut dimulai saat matahari
terbit sampai matahari terbit keesokan harinya. Pada saat berakhirnya brata
penyepian itu, disebut Ngembak geni, artinya mengakhiri pelaksanaan catur brata
penyepian, dilanjutkan dengan pelaksanaan Dharma Santhi yang bermakna saling
memaafkan dengan saling kunjung mengunjungi.
2.5
Makna
Filosofis Hari Raya Nyepi
Mengenai
makna filosofis Nyepi, maka perlu dikaji dari rangkaian upacar Nyepi seperti
berikut ini:
1.
Melasti
Bertujuan untuk melenyapkan
kekotoran baik Bhuwana Agung maupun Bhuwana Alit. Kekotoran dan kepapaan dalam
Bhuwana Alit dilebur dengan mentucikan pikiran, perkataan, dan perbuatan dengan
tirta penglukatan dan tirta amerta, sedangkan penyucian bhuwana agung
diwujudkan dengan menyucikan Arca, Pralina, Pralingga secara spiritual dengan
memercikan tirta penglukatan dan Tirta amerta.
2.
Tawur Kasanga
Tujuannya adalah menyucikan dan
menyeimbangkan alam semesta dengan menetralisir kekuatan-kekuatan alam, yang
dipimpin oleh sulinggih, memohonTirta Tawur untuk melebur malaning Bhumi. Untuk
mencapai keseimbangan Bhuwana agung dan Bhuwana alit diadakan pengembalian
terhadap apa yang pernah diambil yang diwujudkan secara simbolis dengan
menaburkan nasi tawur, sehingga tercapainya keharmonisan dan kesejahteraan
hidup.
3.
Catur Brata Penyepian
-
Amati Geni berarti tidak menyalakan api,
makna yang lebih dalam adalah pengendalian hawa nafsu
-
Amati Karya berarti tidak bekerja secara
jasmani, namun harus meningkatkan kesucian rohani.
-
Amati Lelungan berarti tidak keluar
rumah tetapi harus mawas diri.
-
Amati Lelanguan berarti tidak menuruti
kesenangan duniawi, hendaknya lebih meningkatkan pemusatan pikiran ke hadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa.
4.
Ngembak Geni
Berarti melepaskan brata,
dilanjutkan dengan melaksanakan Dharma santi, yang bermakna untuk mewujudkan
kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hari Raya Nyepi adalah hari untuk
merayakan Tahun Baru saka yang dilaksanakan setelah tilem kesanga. Bukan saja
dirayakan oleh umat Hindu di Bali, namun seluruh umat Hindu di Indonesia wajib
melaksanakannya sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
Mengenai
Tahun Baru Saka, mulai diresmikan pada penobatan Raja Kaniska dari Dinasti
Kushana pada Tahun 78 Masehi.Pengguanaan Tahun Saka di Indonesia, berdasarkan
prasasti pada zaman dahulu hanya dikenal Tahun saka saja. Berdasarkan kitab
Negara Kertagama, pada jaman Majapahit, pergantian tahun saka (bulan chaitra ke
waisakha) dirayakan secara nasional.
Tujuan
Brata Khususnya Brata yang dilaksanakan pada hari Raya Nyepi adalah untuk
mensucikan diri lahir dan bathin, untuk melaksanakan Yajna dan Bhakti untuk melaksanakan
amulet sarira (Introspeksi), dan untuk
merencanakan program kerja atau langkah selanjutnya sesuai dengan budi pekerti
yang merupakan pancaran dari Sang Hyang Atma yang berstana dalam diri pribadi.
Pelaksanaan upacara Nyepi diawali dengan
Melasti, Tawur Kasanga, Catur Brata Penyepian dan Ngembak Geni. Mengenai makna
filosofis Nyepi adalah Melasti untuk melenyapkan kekotoran baik
Bhuwana Agung maupun Bhuwana Alit.Tawur Kasanga adalah
menyucikan dan menyeimbangkan alam semesta dengan menetralisir
kekuatan-kekuatan alam. Catur Brata Penyepian adalah untuk
pengendalian hawa nafsu, mawas diri, serta tidak menuruti kesenangan duniawi, dan
terakhir adalah Ngembak Geniyang bermakna untuk mewujudkan kerukunan dan
keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Jelantik, Gde
Nyoman.2009.Sanatana Hindu Dharma.Denpasar.
Penerbit Widya Dharma
Sutrisna, I
Made. 2012. Dasar-Dasar Agama Hindu.Jakarta.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI
Wandri, Ni
Wayan. 2008. Acara Agama Hindu. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI
Acara Agama Hindu. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar