ANTROPOLOGI BUDAYA
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP
PERUBAHAN CARA BERPAKAIAN SEMBAHYANG
UMAT HINDU
Dosen
Pengampu:
I Wayan
Kantun Mandara, S.Ag.,M.Fil.H
Disusun Oleh:
Agustya Prayuda
AA Made Dewi Kartika
Eni Kusti Rahayu
Kadek Sucipta
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU (STAH)
DHARMA NUSANTARA JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Om swastyastu,
Pertama- tama patutlah kita
menghaturkan angayubhagia ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas waranugrahaNya, penyusun mampu
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas Antropologi Budaya. Dalam
penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun berkat bantuan dosen , doa orang tua, serta dorongan dari teman-teman,
sehingga kendala yang penulis hadapi bisa teratasi. Makalah ini disusun agar
pembaca dapat memperluas ilmu dan pengetahuan tentang pengaruh globalisasi terhadap perubahan cara berpakaina adat sembahyang
umat Hindu, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber
informasi, referensi dan berita.
Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran dan pengetahuan kepada
pembaca, khususnya mahasiswa dan akademisi di Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma
Nusantara Jakarta. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan, karena pengalaman yang kami miliki masih sangat
terbatas. Oleh karena itu, penulis berharap kepada dosen pembimbing dan para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini, baik dari bentuk maupun isinya, sehingga kedepannya
dapat lebih baik.
Om santi santi santi om,
Jakarta, Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.................................................................................. 4
1.2
Rumusan Masalah............................................................................. 5
1.3
Tujuan Penulisan............................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Globalisasi dan Busana.................................................................... 6
2.2 Perkembangan Gaya Busana Remaja Hindu di Era
Globalisasi...... 7
2.3 Dampak dan Penyebab Perubahan Gaya Berpakaian...................... 9
2.4 Etika Berpakaian Sembahyang yang Tepat dan
Benar.................... 10
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan........................................................................................ 15
3.2
Saran.................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini
globalisasi sangat mempengaruhi zaman. Segala aspek menjadi berubah akibat dari
arus globalisasi. Termasuk gaya hidup yang suka kebarat-baratan, mulai dari
sikap, gaya bicara, maupun dalam berbusana. Salah satu perubahan yang paling
mencolok adalah soal penampilan (gaya pakaian). Gaya pakaian menjadi salah satu
hal yang sangat mempengaruhi kepribadian seseorang di era globalisasi saat ini.
Globalisasi memang membawa dampak
terjadinya pergeseran etika dalam berbusana adat ke Pura oleh generasi
muda Hindu. Banyak generasi muda yang kurang memahami dan juga ada yang
tidak mau memahami tentang etika dalam berpakaian ke Pura. Banyak dari meraka
terutama kaum perempuan yang memakai model baju kebaya (baju atasan yang sering
dikenakan para wanita dalam persembahyangan ke Pura) yang kurang sesuai.
Pada dasarnya berbusana tentu akan lebih baik
jika disesuaikan dengan aktifitas / kegiatan yang akan dilakukan. Wanita sering
kita jumpai mengenakan kebaya dengan bahan transparan dengan kain bawahan
(kamen) bagian depan hanya beberapa cm dibawah lutut untuk melakukan
persembahyangan. Kita seharusnya mengetahui bahwa pikiran setiap manusia tentu
tidak sama, ada yang berpikir positif bahwa itulah trend mode
masa kini. Tapi ada yang berpikiran negatif tentu tidak sedikit, inilah
permasalahanya bagi orang yang mempunyai pikiran negatif, paling tidak
busana terbuka akan mempengaruhi kesucian pikiran umat lain yang melihatnya
sehingga mempengaruhi konsentrasi persembahyangan. Oleh karena itu dalam
makalah ini, kami akan membahas tentang perkembangan gaya busana remaja Hindu
pada Khususnya dan bagi umat Hindu pada umumnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana perkembangan gaya busana
remaja Hindu di era globalisasi?
2.
Apakah dampak dan penyebab perubahan
gaya pakaian adat ke pura remaja Hindu diera globalisasi?
3.
Bagaimana etika berpakaian sembahyang
atau busana adat ke pura yang benar dan tepat?
1.2 Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui perkembangan gaya
busana remaja Hindu di era globalisasi;
2.
Untuk mengetahui dampak dan penyebab
perubahan gaya pakaian adat ke pura remaja Hindu diera globalisasi;
3.
Untuk mengetahui etika berpakaian
sembahyang atau busana adat ke pura yang benar dan tepat.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan
Gaya Busana Remaja Hindu di Era Globalisasi
Secara etimologis globalisasi berasal dari
kata globe (Inggris) yang berarti dunia. Dari kata itu dikenal istilah
globalisasi yang berarti proses mendunia. Globalisasi secara harfiah adalah
sebuah perubahan sosial, berupa bertambahnya keterkaitan diantara masyarakat
dan elemen-elemen yang terjadi akibat transkulturasi dan perkembangan teknologi
di bidang komunikasi dan transportasi yang memfasilitasi pertukaran budaya dan
ekonomi internasional
Mantra
(1996 : 1-2) mengemukakan, Globalisasi merupakan gejala yang tak dapat
dihindarkan, tetapi sekaligus juga membuka kesempatan yang luas. Globalisasi
telah membawa kemajuan besar dan perubahan-perubahan mendasar dalam kehidupan
masyarakat, khususnya umat Hindu yaitu terjadinya benturan
kultur. Sekarang ini globalisasi bukan merupakan hal yang baru
dibicarakan. Tekanan dari globalisasi yang menjadi tantangan terbesar saat ini
harus dicarikan solusi.
Pengertian
busana (pakaian) dalam arti luas adalah suatu benda kebudayaan yang sangat
penting untuk hampir semua suku bangsa di dunia. Pakaian adalah
menyimbolkan manusia, sebuah topeng dan suatu petunjuk tentang jabatan,
tingkat, status, tetapi bukan identifikasi dengan suatu bagian dari
pengada hakiki (Dilistone : 2002:80). Pakaian atau busana dikatakan sebagai
suatu benda kebudayaan yang sangat penting untuk hampir semua suku bangsa di
dunia (Artini 2013:3).
Synnott (2003 : 11-14), juga mengemukakan
bahwa, “tubuh kita dengan bagian-bagiannya dimuati oleh simbolisme kultural,
publik dan privat, positif dan negatif, politik dan ekonomi, seksual, moral dan
seringkali kontroversial”. Pakaian adalah salah satu ciri khas seseorang dalam
berpenampilan. Baik itu dalam bekerja, jalan-jalan, belanja maupun dalam
bersembahyang.
Saat ini banyak generasi muda yang
menggunakan trend kebaya
seperti gambaran di atas. Agama Hindu
mengajarkan susila. Sehingga pakaian ke pura itu adalah pakaian yang bisa menumbuhkan
rasa nyaman baik yang memakai maupun yang melihat, menumbuhkan rasa kesucian,
dan mengandung kesederhanaan, warnanyapun akan lebih baik yang berwarna tidak ngejreeeng, jadi karena pakaian bisa menumbuhkan
kesucian pikiran.
Seperti
yang banyak mengalami perubahan pada etika dalam menggunakan busana adat ke
pura. Sejak dahulu hingga sekarang busana adat ke pura selalu berubah sesuai
perkembangan jaman. Seharusnya dalam menggunakan busana adat ke pura terutama
untuk persembahyangan harus sesuai dengan tata cara yang berlaku. Namun dewasa
ini para umat Hindu terutama para remaja dalam menggunakan busana adat sudah
tidak sesuai dengan aturan.
Hal ini bisa terjadi karena pola
pikir masyarakat. Mereka tidak mengerti akan makna dari busana adat tersebut.
Untuk itu agar tidak terus-menerus keliru, perlu adanya pemberitahuan kepada
masyarakat secara umum tentang tatwa dalam
berbusana adat. Sehingga masyarakat menjadi lebih paham dan mengerti
makna-makna yang terkandung dalam busana adat ke pura.
Pada
zaman sekarang ini kurangnya minat generasi muda (yowana) khususnya
dari kalangan dehe (gadis) untuk memakai tata rias rambut
model sanggul, termasuk menatanya dengan model pepusungan, juga
amat jarang ditemukan. Umumnya kalangan wanitanya, lebih banyak menata rambutnya
dengan cara membiarkan rambutnya terurai (megambahan), baik
dengan potongan rambut pendek ataupun rambut panjang. Mereka juga biasanya
menggunakan berbagai jenis ikatan di bagian belakang seperti gelang karet, ada
juga yang menggunakan pita pengikat atau bando dengan
variasi hiasan warna-warni. Sedangkan untuk kalangan prianya, dalam tata rias
rambut, mereka cenderung tampil apa adanya tanpa sentuhan penataan salon
kecantikan. Hanya saja karena terpengaruh model punk, cukup banyak anak-anak muda yang menyisir
rambutnya dengan model acak-acakan.
Adapun
contoh-contoh perubahan busana adat ke pura diera globalisasi sekarang seperti
:
a)
Pemakaian
baju kebaya/brokat bagi
busana wanita menjadi lebih transfaran, modis dan memakai lengan pendek
b)
Pemakaian kamben/kain bagi
busana wanita sedikit lebih tinggi atau diatas lulut.
c)
Pemakaian
asesoris yang berlebihan sehingga terkesan modis dan mahal seperti bross,
hiasan kepala.
d)
Pemakaian
udeng/destar bagi busana laki-laki yang tidak benar,
tidak memiliki ikatan ujung udeng menghadap keatas
e)
Pemakaian kamben/kain bagi
busana laki-laki yang tidak memiliki kancut (ujungnya lancip menyentuh tanah)
dan ada juga yang memakai kamben model
sarung yang bukan termasuk busana ke pura.
f)
Pemakaian
tinggi saput dan jarak kamben bagi busana laki-laki yang salah biasanya
sejengkal dari mata kaki.
g)
Pemakaian
sanggul yang salah, gadis memakai pusung tagel dan wanita yang sudah
berkeluarga memakai pusung gonjer atau bahkan dengan rambut terurai.
2.2 Dampak
dan Penyebab Perubahan Gaya Pakaian Adat ke pura Umat Hindu/ Remaja Hindu di
era Globalisasi
Busana
Adat ke Pura kian menyimpang, yang merupakan tradisi busana adat ke pura saat
ini terjadi bergeseran. Bahkan, busana yang kini sering dipergunakan umat ke
pura kian menyimpang. Kendati tak ada aturan baku soal tata busana adat ke
pura, namun tetap diperlukan pakaian sopan dan tidak berpakaian tembus pandang
(Bali Post) Minggu (8/12/2014).
Adapun
penyebab dari perubahan trend busana adat kepura bagi umat Hindu adalah :
a)
Banyaknya selebritis dan para model
memakai bahan-bahan budaya bali yang dipakai sampel model atau desain terbaru
untuk dimodifikasi.
b)
Dari adanya modifikasi yang dipakai
model atau selebritis menjadi banyak yang ditiru oleh umat agama Hindu untuk
busana ke pura biar lebih modern.
c)
Adanya kombinasi atau perpaduan model
busana barat dan busana lokal yang menjadi trend terbaru dalam berbusana.
d)
Berkembangnya pariwisata bali terutama
orang-orang suka dengan budaya dan busana bali sehingga banyak menjadi barang
dagangan untuk para tusis-turis yang dating ke Bali.
e)
Berkembangnya trend (Fashion) busana-busana modern dari luar yang dapat
mempengaruhi busana adat ke pura sehingga dilihat menjadi lebih modis.
f)
Banyaknya umat Hindu (para ABG) yang
mengikuti perkembangan fashion/trend terbaru dari berbagai gaya busana. Seperti
kebaya, kamen dan pakaian lainnya.
Adapun
dampak yang terjadi bagi umat hindu dari adanya perubahan seni berbusana diera
globalisasi antara lain :
a)
Kurangnya kesadaran terhadap tatwa atau filosofi yang
terkandung dari symbol-simbol busana adat kepura umat Hindu.
b)
Adanya penyimpangan etika dalam berbusana, seperti
banyak busana contohnya : kebaya yang tarnsfaran dan pemakaian kamen terlalu
tinggi (diatas lutut).
c)
Adanya pikiran-pikiran kotor dipura yang diakibatkan
pakaian yang kurang sopan terutama bagi laki-laki yang tidak bisa mengontrol
diri melihat busana yang tranfaran dan terlalu vulgar.
d)
Mengganggu kenyamanan saat sembahyang, dari bahan yang
terlalu bervariasi dan gaya yang sedikit ketat.
e)
Adanya persaingan busana dikalangan ibu-ibu yang sedang
sembahyang akibat berkembangnya terus fashion atau model-model terbaru,
sehingga dapat menimbulkan kesenjangan dan merasa jengah dalam berbusana.
2.3
Etika Berpakaian Sembahyang atau Busana Adat ke Pura yang Benar dan
Tepat.
Selama
ini, banyak cara berpakaian busana adat ke pura yang tidak sesuai dengan pakem.
Penyimpangan yang dilakukan terhadap berbusana ke pura ini tentunya dapat
berpengaruh negatif. Generasi muda sekarang boleh mengikuti perkembangan
mode berpakaian namun hanya dilaksanakan dalam upacara resepsi atau menghadiri
upacara perkawinan. Untuk berpakaian ke pura memang tidak ada aturan baku.
Namun,
sembahyang ke pura tentu harus berpakaian sopan dan tidak berpakaian tembus
pandang. Tidak hanya berpakaian, mulai dari penataan rambut harus rapi.
Sedangkan untuk pakaian brokat yang sekarang mengalami banyak modifokasi
hendaknya hanya dipakai saat pesta.
Berkaitan dengan busana adat ke
Pura dalam rangka mengikuti upacara persembahyangan yang masuk kategori sebagai
pakaian “tradisi-religi”, tentunya dimaksudkan untuk digunakan pada ruang dan
waktu saat melakukan hubungan bhakti dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa atau Ida Bhatara-Bhatari. Dan
untuk kepentingan itu jelas memerlukan persyaratan mendasar yaitu Asuci laksana,dimana umat ketika datang pedek tangkil ke Pura sepatutnya terlebih dahulu
membersihkan diri secara fisik, disertai juga penyucian pikiran serta
penampilan dalam balutan busana/pakaian yang bersih, rapi, dan sopan.
Pada dasarnya tata busana yang digunakan pada saat
berlangsungnya upacara keagamaan, yakni sesuai dengan konsepsi Tri Angga, yang terdiri dari:
1.
Busana/pakaian
pada Uttama Angga(kepala).
2.
Busana/pakaian Madyama Angga(badan),
3.
Busana/pakaian Kanistama Angga(dari pinggang ke bawah)
2.3.1
Etika Busana Adat ke Pura untuk Putra
Dalam menggunakan busana adat diawali
dengan menggunakan kain/kamen, dengan lipatan untuk putra kamen/ wastra
melingkar dari kiri kekanan karena merupakan pemegang Dharma. Tinggi kamen putra kira-kira sejengkal dari
telapak kaki karena putra sebagai penanggung jawab Dharma harus melangkah
dengan panjang, tetapi harus tetap melihat tempat yang dipijak adalah Dharma.
Pada putra menggunakan kancut (lelancingan) dengan ujung yang lancip dan sebaiknya
menyentuh tanah (menyapuh jagat), ujungnya yang
kebawah sebagai symbol penghormatan terhadap ibu pertiwi. Kancut juga
merupakan simbol kejantanan. Untuk persembahyangan, tidak diperkenankan untuk
menunjukkan kejantanan yang berarti pengendalian, tetapi pada saat ngayah
kejantanan itu boleh ditunjukkan. Untuk menutupi kejantanan itu maka ditutupi
dengan saputan (kampuh). Tinggi saputan kira-kira satu jengkal dari ujung
kamen, selain untuk menutupi kejantanan, saputan juga berfungsi sebagai
penghadang musuh dari luar. Saputan melingkar berlawanan arah jarum jam (prasawya).
Kemudian dilanjutkan dengan
menggunakan selendang kecil (umpal) yang
bermakna kita sudah mengendalikan hal-hal yang buruk. Pada saat inilah tubuh
manusia sudah terbagi dua yaitu Bhuta Angga dan Manusa Angga. Penggunaan umpal diikat
menggunakan simpul hidup di sebelah kanan sebagai symbol pengendalian emosi dan
menyama. Pada saat putra memakai baju , umpal harus terlihat sedikit agar kita
pada sat kondisi apapun siap memegang teguh Dharma.
Kemudian
dilanjutkan dengan menggunakan baju (kwaca) dengan syarat bersih, rapi dan
sopan. Baju pada saat busana adat terus berubah-ubah sesuai dengan
perkembangan. Pada saat ke pura harus menunjukan rasa syukur kita, rasa syukur
tersebut diwujudkan dengan memperindah diri. Jadi pada bagian baju sebenarnya
tidak ada patokan yang pasti.
Kemudian
dilanjutkan menggunakan udeng (destar). Udeng secara umum dibagi tiga yakni:
a.
Udeng jejateran (udeng untuk persembahyangan)
menggunakan simpul hidup di depan, disela-sela mata, sebagai lambang cundamani atau mata ketiga. Juga sebagai lambang
pemusatan pikiran, dengan ujung menghadap keatas sebagai symbol penghormatan
pada Sang Hyang Aji Akasa. Udeng jejateran memiliki dua
bebidakan yakni sebelah kanan lebih tinggi, dan sebelah kiri lebih rendah yang
berarti kita harus mengutamakan dharma. Bebidakan yang kiri symbol Dewa Brahma,
yang kanan symbol Dewa siwa dan simpul hidup lemabnagkan Dewa wisnu, udeng
jejataran bagian atas kepala atau rambut masih tidak tertutupi yang berarti
masih brahmacara dan amsih meminta.
b.
Udeng dara kepak (dipakai oleh raja),
masih ada bebidakan tetapi ada tambahan penutup kepala yang berarti symbol
pemimpin yang selalu melindungi masyarakatnya dan pemusatan kecerdasan.
c.
Udeng beblatukan (dipakai oleh pemangku)
tidak ada bebidakan, hanya ada penutup kepala dan simpulnya di belakang dengan
diikat kebawah sebagai symbol lebih mendahulukan kepentingan umum dari pada
kepentingan pribadi serta disimbolkan sudah mampu menundukkan indria-indria.
2.4.1
Etika Busana Adat ke Pura untuk Putri.
Sama
seperti busana adat putra, pertama diawali dengan memakai kamen tetapi lipatan
kamen melingkar dari kanan ke kiri sesuai dengan konsep sakti. Putri sebagai
sakti bertugas menjaga agar si laki-laki tidak melenceng dari ajaran Dharma.
Tinggi kamen putri kira-kira setelapak tangan karena pekerjaan putri sebagai
sakti sehingga langkahnya lebih pendek.
Setelah
menggunakan kamen untuk putri memakai bulang yang berfungsi untuk menjaga
rahim, untuk mengendalikan emosi. Pada putri menggunakan selendang/senteng
diikat menggunakan simpul hidup dikiri yang berarti sebagai sakti dan mebraya.
Putri memakai selendang diluar, tidak tertutupi oleh baju, agar selalu siap
membenahi putra kalau melenceng dari ajaran Dharma, dilanjutkan dengan
menggunakan baju(kebaya).
Dalam
Seminar sehari oleh Gunarta (2013) mengambil tema “ Filosofi Pakaian Adat
Bali” dijelaskan pepusungan ada tiga yaitu :
1. Pusung
gonjer yaitu di buat dengan cara rambut dilipat sebagaian dan sebagian lagi
digerai,pusung gonjer di gunakan untuk putri yang masih lajang/ belum menikah
sebagai lambang putri tersebut masih bebas memilih dan dipilih pasangannya.
Pusung gonjer juga sebagai symbol keindahan sebagai mahkota serta sebagai stana
Tri Murti.
2. Pusung
Tagel adalah untuk putrid yang sudah menikah.
3.
Pusung podgala/pusung kekupu yaitu
cempaka putih, cempaka kuning, sandat sebagai lambang Tri Murti. Biasanya
dipakai oleh peranda istri. Ada tiga bunga yang di pakai yaitu cempaka putih,
cempaka kuning, sandat sebagai lambing dewa Tri Murti.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Globalisasi
merupakan gejala yang tak dapat dihindarkan, tetapi sekaligus juga membuka
kesempatan yang luas. Globalisasi telah membawa kemajuan besar dan
perubahan-perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat,
khususnya umat Hindu.
Pengertian busana (pakaian) dalam arti luas
adalah suatu benda kebudayaan yang sangat penting untuk hampir semua suku
bangsa di dunia. Pakaian adalah menyimbolkan manusia, sebuah topeng
dan suatu petunjuk tentang jabatan, tingkat, status, tetapi bukan
identifikasi dengan suatu bagian dari pengada hakiki.
Akibat pengaruh dari modernisasi dan
globalisasi bentuk penampilan saat berbusana adat kepura remaja Hindu hadir
dengan penampilan yang bagaikan seorang artis selebritis.
Banyaknya perubahan busana yang sedikit menyimpang seperti : busana pakaian
wanita yang terlalu transfaran, kamben yang terlalulu tinggi, memakai hiasan
asesoris yang berlebihan.
Pemakaian sanggul yang kadang
tertukar dengan perempuan yang lajang daan yang sudah berkeluarga. Bagi busana
laki-laki dalam pemakaian busana udeng/destar kebanyakan tidak memakai symbol
ikatan ujung udenga yang menghadap keatas, pemakaian kancut yang salah.
Pergeseran busana adat kepura
mempunyai sebab dan dampak antara lain: sebab dari perubahan busana adat kepura
seperti banyaknya pengaruh busana dari luar yang diadopsi serta dikombinasikan
dengan budaya lokal busna Hindu. Umat Hindu mengikuti trend busana yang berkembang. Serta
perubahan berbusana itu dapat berdampak bagi generasi umat Hindu kedepan seperti
kurangnya pemahanan tattwa/filosofi dan etika yang terkandung dalam setiap
busana adat ke pura.
3.2 Saran
Dari makalah ini kami menhgarapkan agar para pembaca dan
umat Hindu pada umumnya agar seseorang pergi ke pura berniat
untuk menghadapkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa menggunakan pakaian bersih dan
sopan serta sesuai dengan tattwa yang
ada dalam tatanan agama dan budaya.
Berpenampilan tetap cantik/tampan,
rapi dan bersih pada saat melakukan persembahyangan tidak ada salahnya, namun
tidak boleh berlebihan sehingga persembahyangan pun bisa dilakukan dengan baik.
Untuk bisa tampil cantik, tentu tidak harus menggunakan pakaian kebaya, dan
aksesori serba mahal. Semua harus disesuaikan dengan keperluan saja, jangan
sampai berlebih yang bisa menimbulkan kesan pamer. Mulai dari pakaian atau
kebaya, pilih yang tepat untuk acara persembahyangan, dan rambut sewajarnya,
demikian juga aksesoris. Dan jangan lupa agar filosofis dalam berpakaian tidak
dilupakan. Karena itu adalah sebuah budaya yang patut untuk di pertahankan.
DAFTAR PUSTAKA
Mantra,
Ida Bagus , 1996. Landasan Kebudayaan Bali. Denpasar
: Yayasan Dharma
Synnott,
2003. Tubuh
Sosial : Simbolisme diri dan MasyarakatI. Yogyakarta:
Jalasutra.
Tim Redaksi
, (Bali Post) Minggu (8/12/2014). Denpasar. BALI POST
(http://acaryawasu.blogspot.com/2012/11/tatwa-busana-adat-bali-makna) Diakses pada 27 Oktober 2016
Yudha
Asmara, Imade https://imadeyudhaasmara.wordpress.com/2015/04/24/perkembangan-busana-adat-kepura-bagi-remaja-hindu-dalam-era-globalisasi-perspektif-tri-kerangka-dasar-agama-hindu/ Diakses pada 27 Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar