MULTIKULTURALISME
Potret
Kehidupan Beragama Di Indonesia dalam Bingkai Multikulturalisme
Dosen Pengampu:
Untung Suhardi, S.Pd.H, M.Fil.H
Oleh:
Eni Kusti Rahayu
(1509.10.0033)
Kadek Sucipta
(1509.10.0035)
JURUSAN PENERANGAN
AGAMA HINDU
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA NUSANTARA
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Om swastyastu
Puji syukur kami haturkan kehadapan Ida Sang Hyang
Widi Wasa atas Asungkerta
Waranugraha-Nya, tugas makalah mata
kuliah Multikulturalisme dengan judul Potret
Kehidupan Beragama Di Indonesia Dalam Bingkai Multikulturalisme ini bisa terselesaikan. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan makalah
ini, diantaranya, Bapak Untung Suhardi, S.Pd.H, M.Fil.H sebagai dosen pengampu
mata kuliah Multikulturalisme, teman-teman dikelas yang telah memberikan kami
dukungan, dan semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu yang
terkait dalam menyediakan sarana dan prasarana guna mempermudah pencarian literatur
untuk makalah kami.
Makalah yang kami buat ini sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga
kritik dan saran bagi pembaca sangat diharapkan guna dijadikan pembelajaran
pada pembuatan makalah yang akan datang. Terima kasih atas partisipasi dan
perhatian para pembaca, semoga semua isi yang ada dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi bembaca.
Om santi, santi, santi Om.
Jakarta, Oktober 2017
Penulis
i
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR
ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang........................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan....................................................................... 2
1.3 Manfaat
Penulisan...................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Metode
Kegiatan....................................................................... 3
2.2 Kebutuhan
Wawancara.............................................................. 4
2.3 Hasil
Wawancara....................................................................... 5
2.4 Analisis
Wawancara................................................................... 17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA
ii
|
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberagaman
budaya atau Multikulturalisme dalam fenomena kehidupan masyarakat telah
menimbulkan berbagai persoalan, baik yang menyangkut persoalan internal maupun yang bersifat
eksternal.(Budianto,2004:66) Akhir- Akhir ini istilah multikulturalisme merupakan topik yang ramai
diperbincangkan di kalangan masyarakat,
sebab multikulturalisme di Indonesia dianggap sebagai faktor utama
terjadinya intoleransi diantara
masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Sikap intoleransi ini cenderung
berbau SARA yaitu suku, agama, ras, dan antargolongan, yang apabila dibiarkan
akan mangancam integrasi bangsa.
Banyak
kasus-kasus di Indonesia yang dilatarbelakangi oleh multikulturalisme, mulai
dari adanya kaum minoritas dan mayoritas, konflik antar suku, konflik antar
golongan, bahkan hingga penistaan agama. Kasus-kasus tersebut terjadi
karena lemahnya pemahaman dan
pemaknaan kearifan budaya, serta
kurangnya kesadaran akan indahnya hidup berdampingan secara damai ditengah
ribuan perbedaan, kurangnya rasa solidaritas dan rasa persatuan atara satu sama
lain. seperti yang kita tahu bahwa negara Indonesia adalah negara yang memiliki
berbagai etnis, suku, agama, budaya, dan ras yang beranekaragam, apabila
masyarakat dan pemerintah tidak memiliki pemahaman apalagi tidak memiliki
kesadaran tentang penerapan Multikulturalisme
yang baik dan tepat, maka akan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Multikulturalisme
pada dasarnya adalah keanekaragaman budaya,
dimana dalam keanekaragaman budaya itu masyarakatnya dapat saling menghargai satu sama lain, menerima akan adanya
keragaman, dan berbagai macam budaya (Multikultural) yang ada dalam kehidupan
masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang
mereka anut. (https://id.m.wikpiedia.org).
Multikultural ini tidak menekankan pada perbedaan yang dimiliki setiap individu
maupun kelompok tertentu, tetapi justru menekankan
bahwa multikulturalisma ini sebagai suatu kekayaan budaya yang dimiliki oleh
bangsa, yang memiliki hak, kedudukan, kesederajatan dan kewajiban yang sama
untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang damai dan sejahtera yang senantiasa berpegang teguh pada empat
pilar kebangsaan bangsa Indonesia (Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhineka
Tunggal Ika dan NKRI). Apabila semua golongan, suku, agama dan ras dapat memahami dan menerapkan empat pilar
kebangsaan Indonesia dengan baik, maka negara yang damai dan sejahtera pun akan
terwujud.
Berdasarkan
uraian tersebut diatas, dalam makalah ini kami akan membahas tentang
multikulturalisme, upaya menghindari sikap intoleran serta pelaksanaan dan
penerapan empat pilar kebangsaan dalam kehidupan masyarakat multikultul di
Indonesia.
1.2 Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pendapat para tokoh
agama tentang Multikulturalisme;
2.
Untuk mengetahui kondisi masyarakat
Multikultural di Indonesia saat ini ;
3.
Untuk mengetahui upaya menghindari sikap
intoleran diantara keanekaragaman yang ada di Indonesia;
4.
Untuk mengetahui pelaksanaan serta
penerapan UUD 1945, Pancasila, dan
Bhineka Tunggal Ika untuk NKRI.
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat
yang didapat dari penulisan makalah ini adalah dapat mengetahui tentang arti
Multikulturalisme sebagai kekayaan bangsa Indonesia, kondisi multikulturalisme
di Indonesia saat ini yang sering dianggap sebagai pemicu konflik, kita juga
mengetahui upaya-upaya untuk menghindari sikap intoleran diantara keanekaragaman,
serta mengetahui pelaksaaan dan penerapanUUD 1945, Pancasila dan Bhineka
Tunggal Ika untuk NKRI. Sehingga setelah membaca isi makalah ini, pembaca
diharapkan akan melaksanakan empat pilar kebangsaan dengan tepat, sehingga
kedamaian, kerukunan, dan kesejahteraan di dalam kondisi masyarakat Multikultur
ini dapat terwujud.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Metode Kegiatan
Kegiatan
ini dilakukan dengan cara wawancara secara langsung dengan narasumber yang
telah ditentukan terlebih dahulu, yaitu dengan seorang tokoh agama Hindu,
Buddha, dan Katolik.
a. Tokoh
Buddha
Nama :Kartono
Wirowijoyo
Tempat,
Tanggal lahir :Kutoarjo, 5
April 1948
Alamat :Desa
Pabuaran, Cibinong, Bogor, Jawa Barat
Pekerjaan :Biksu Utama
(Cia Ya Sena) Vihara Viriya Bala
Waktu
wawancara :Minggu, 22
Oktober 2017 pukul 08.46 WIB
Tempat
wawancara :Vihara Viriya
Bala, Gg Lewa 47, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur
b. Tokoh
Katolik
Nama :Leo
Melai
Tempat,
Tanggal lahir :Jakarta, 12
November 1967
Alamat :Jl. Rantai
Mas G 54, Komplek Bulak Rantai,
Kampung Tengah, Condet, Jakarta Timur
Pekerjaan :Kepala
Sekretariat Gereja Santo Aloysius Gonzaga
Waktu
wawancara :Selasa, 23
Oktober 2017 Pukul 09.49 WIB
Tempat
wawancara :Gereja Santo
Aloysius Gonzaga, Jl Pendidikan III No 2 RT 2/ RW 4, Cijantung, Pasar Rebo,
Jakarta Timur
c. Tokoh
Hindu
Nama : I Putu
Permana Yogi
Tempat,
Tanggal lahir :Bali, 24
September 1967
Alamat :Jl Kalisari
II RT 002/RW 02 Kelurahan Kalisari,
Kec. Pasar Rebo, Jakarta Timur
Pekerjaan : - Wirawsasta
- Wakil Bidang Kerohanian Pura Mustika Dharma Cijantung
Waktu
wawancara : Sabtu,18
November 2017 pukul 11.0 WIB
Tempat
wawancara : Pura Mustika
Dharma Cijantung, Komplek Kopassus, Jl R.A Fadilah, Cijantung, Pasar Rebo, RT
1/RW 5 Cijantung, Jakarta Timur
Adapun
pertanyaan wawancara yang diajukan kepada setiap narasumber adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana
pendapat anda tentang Multikulturalisme?
2. Bagaimana
kondisi Multikulturalisme pada masyarakat Indonesia saat ini?
3. Bagaimana
upaya untuk menghindari sikap intoleran diantara keanekaragaman di Indonesia?
4. Apakah
pelaksanaan UUD 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika sudah diterapkan
dengan baik untuk NKRI?
2.2
Kebutuhan Wawancara
Adapun
alat-alat yang kami butuhkan dalam proses wawancara adalah sebagai berikut:
1. Handphone
& Charger;
2. Kamera;
3. Tripod;
4. Alat
tulis;
5. Daftar
pertanyaan wawancara.
2.3
Hasil Wawancara
2.3.1 Tokoh Buddha
1. Bagaimana
pendapat Anda tentang multikulturalisme?
“Dalam ajaran agama Buddha kita harus mawas diri, menyadari bahwa bangsa Indonesia
ini adalah bangsa timur, bangsa ketimuran , budaya import inilah yang banyak mempengaruhi, seharusnya
kita sebagai bangsa Indonesia harus sadar
bahwa budaya luar tidak akan bisa kekal karena budaya kita pada dasarnya
adalah adi Luhur, seperti di jawa yang masih menggunakan tata karma yang
baik,dan tata karma yang utama. seperti budaya Hindu dan Buddha yang dikenal
dengan budaya persembahan, tidak hanya hindu Buddha tetapi di masyarakat jawa,
juga masih banyak yang memiliki tradisi- tradisi lain. seperti agama Hindu
Buddha itu menyatu, budaya masyarakat jawa, masyarakat bali sesungguhnya juga
adalah satu. Walaupun agama islam ada
yang melaksanakan tradisi persembahan itu, tetapi sesugguhnya tradisi itu masih
berjalan, ini adalah suatu hal yang baik, dan tidak akan bisa hilang dengan banyaknya agama dan budaya yang
ada di indonedia menutur saya ini adalah baik, dan bagus.
Di Indonesia itu banyak agama, kita harus mensyukuri
lo, Indonesia memiliki suku, kekayaan dan di negara lain itu tidak ada, di
Indonesia sendiri ada 6 agama lo, bahkan di luar negeri itu tidak ada, walaupun
di luar negeri agama islam dan Kristen sebagai mayoritas, tetapi di Indonesia
semuanya ada. Kemudian dengan kebudayaannya, sukunya yang jumlahnya ribuan ya,
semuanya itu bisa menyatu karena adanya awal nusantara ini adalah karena adanya
pendatang yang membawa macam-macam kebudayaan, salah satunya Hindu Buddha.
Tetapi itu sangat bagus dan luar biasa, tetapi kembali lagi, manusia itu
memiliki su shin atau kesedaran priadi, yaitu harus melihat pada diri pribadi,
sebagia bangsa , sebagai warga negara, kita jalankan agama sesuai dengan
pancasila, dalam agama Buddha juga ada pancasila tapi bukan pancasila dasar,
tapi pancaralaku yaitu panatipata, saya berjanji akan menghindari pembunuhan,
adinnadana, saya akan berjanji tidak akan mencuri, kamesu micchacara saya tidak akan berbuat melanggar susila,
Musavada saya akan berjanji tidak akan berbohong, suramerayavada saya berjanji
akan menghindari minuman yang memabukkan, itulah pancasilanya dalam agama
Buddha. tetapi pancasila sebagai dasar negara juga tetap kita laksanakan.
Untuk mendalami, meghormati,
melaksanaksanakan prektik perbuatan baik, jadi apabila ada perkembangan budaya
maupun keanekaragaman budaya itu sudah menjadi satu komitmen bersama-sama untuk
menjalani, agama dan budaya muncul sebagai kekayaan bangsa.”
2. Bagaimana
kondisi masyarakat multikultural di Indonesia saat ini?
“Kondisi saat ini menurut saya cukup kondusif
seperti yang dikatakan oleh Bapak Wiranto selaku Menteri Kondisi ini masih
cukup aman-aman saja, tidak ada masalah, meskipun adanya perpu, tetapi ini kan
untuk NKRI, walaupun masih ada beberapa golongan yang kurang senang dan kurang
sepaham dengan saya, itu sudah wajar karena ada sesuatu yang belum tercapai,
yang mengganggu tetapi kita harus tetap mawas diri, kalau bangsa ini tidak mau
mawas diri ya susah, harus mawas diri
walaupun ada kemiskinan yang belum teratasi. Indonesia sebagai negara yang baru
merdeka dan masih berjuang, menurut saya masih ada banyak kekurangan, oleh
karena itu harus meneruskan perjuangan. Oleh karena itu melangkah dari satu
langkah menuju langkah selanjutnya, langkah yang pertama ini adalah kebaikan,
positif, jadi sesuai jaman sekarang adalah kesungguhan ucapan dan tindakan
harus dipraktikan. Dalam agama Buddha ada citena yaitu rencana, acitana citena
yaitu pelaksanaan, uba citena evaluasi. karma cetana akibat dari pelaksanaan.
Agama Buddha dianggap sebagai kaum minoritas, apabila
terjadi komunikasi dan toleransi yang sangat erat, apabila dianggap sebagai
kaujm minoritas itu sesungguhnya bukan suatu masalah, karena itu hanya
kehidupan perjalanan suatu agama, biarkan saja, selama negara masih diakui
secara sah. Pada dasarnya, agama Buddha itu mengenal anise atau tidak kekal,
dahulu agama Buddha menjadi mayoritas, sekarang berputar rodanya, buddha
minoritas. Itulah yang disebut tidak kekal, artinya tidak kekal. negara juga
tidak kekal, selalu berubah berubah berubah, soal masalah mayoritas dan
minoritas ini, yang penting mayoritas mau melindungi minoritas iya tho, jangan apa mentang-mentang mayoritas, yang minoritas ini
malah digiles ya tidak boleh, kaum Buddha, agama lain mau digiles, ya tidak
boleh. karena kita dasarnya adalah
pancasila, bhineka tunggal ika, tidak bisa satu agama minoritas itu digiles
begitu saja, karena ada undang-undang
yang menangani masalah itu, yang mayoritas itu mengayomi yang minoritas,
dan yang minoritas juga jangan banyak usil,gitu,ya diem-diem aja.”
3. Bagaimana
upaya untuk menghindari sikap intoleransi diantara keanekaragaman yang ada di
Indonesia?
Jawaban:
“Semuanya itu harus ada pengendalian diri, karena
apabila tidak ada pengendalian diri dan tidak melaksanakan ajaran secara
konkret maka akan terpecah belah. Harus
mawas diri, harus berpikir cerdas. Sehingga kalau terjadi apa apa harus
dipikirkan terlebih dahulu, agama Buddha itu berawal dari ahimsa yaitu tidak
mencari permusuhan. Pengendalian diri dalam agama Buddha itu sendiri dapat dilakukan
dengan namaskara yaitu menyebutkan nama-nama
tuhan, banyak beribadah, harus melihat diri sendiri atau yang disebut su
shin,
Dalam agama Buddha ada yang namanya catur paramita,
yaitu ada mita, mudita, karunia,upeka. Cinta kasih secara universal, bukan
hanya pada seseorang saja, yaitu mencintai secara keseluruhan mudita yaitu
kasih sayang/ welas asih, diantara warga bangsa ini saling tolong menolong dalam agama Buddha juga ada Ahimsa yaitu
menghindari segala macam permusuhan,karena dalam sejarah agama Buddha itu tidak
ada pertumpahan darah.
Agama Buddha juga meyakini adanya 2 hukum yaitu
hukum karma dan hukum negara. Hukum
karma ini sangat kuat mempengaruhi karena manusia itu bisa lahir
kembali/tumimbal lahir/lahir kembali, agama Buddha itu tidak mengenal
kematian.yang hanya raga sedangkan rohnya akan terus hidup dan berjuang menuju
kemanapun Apabila melakukan perbuatan baik maka akan mendapat hasil yang baik.
Upaya ini bisa dilakukan oleh pemerintah untuk
mengatasi kekurangan yang ada di negara ini, misalnya mulai dari masalah
kemiskinan, dan peningkatan mutu pendidikan, misalnya mahasiswa diilatih
wiraswasta. Jangan hanya meminta.dalam agama Buddha itu sendiri toleransi itu
ada aturannya, dalam Buddha tidak akan
berbuat sesuatu karena takut, toleransi kita berdasarkan catur paramitha,
jangan merasa menjadi umat yang paling benar jangan merasa benar sendiri karena
itu dpat menyajiti, harus saling merangkul.
Agar toleransi ini semakin kuat harus selalu di praktikkan oleh masing
–masing orang, hidup ditengah-tengah masyarakat harus menjalin komunikasi yang
baik, dengan saudara yang berbeda agama
harus tetap saling menghargai satu sama lain, jangan saling mengejek antara
satu sama lain, maka dikatakan bahwa pengendalian diri adalah yang utama,”
4. Berkaitan
dengan agama, apakah pelaksanaan UUD 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika
sudah diterapkan dengan baik untuk NKRI?
“Menurut saya UUD 1945 dan pancasila itu sudah
diterapkan dengan baik, karena pancasila dalam Buddha dan pancasila dalam dasar
negara itu saling berkaitan, menurut saya kaum minoritas sendiri sudah
menerapkannya dengan baik tetapi didalam negara Indonesia ada kaum minoritas
yang justru salah satu tindakannya mengganggu NKRI. Dalam agama Buddha sendiri
juga ada istilah Dharma negara yaitu membela negara, dalam agama Buddha
dikatakan “saya melihat keadaan yang terjadi , apa yang harus aku lakukan” kita tidak boleh sorak-sorak dengan keadaan
yang demikian, apabila tetangga mengalami musibah bagaimana yang kita lakukan
untuk membina hubungan dala masyarakat, kita harus saling tolong menolong.”
2.3.2 Tokoh Katolik
1. Bagaimana
pendapat anda tentang Multikulturalisme?
“Iya Multikultural itu hal yang sangat eee… itu
sebenernya kebudayaan buat sebuah bangsa itu, dimana-mana multikultur itu kekayaan
ya, nah ini yang membuat kita di Indonesia itu seharusnya lebih kaya daripada negara lain manapun,
karena kita punya budaya yang begitu banyak yang kalau budaya itu dipeluk semua
budayanya kita akan menjadi bangsa yang luar biasa sebenernya. Cuma kan
sekarang ini eee.. budaya itu mulai apa ya, mulai seperti ditinggal, contohnya saya deh, saya sudah sekian lama
tinggal hidup itu di Indonesia, tapi pasti bukan saya saja tapi di bangsa ini
pasti ada beberapa budaya yang tidak sama gito lo, nah itu karena bagaimana
kita tau dari buku-buku atau bacaan-bacaan yang seharusnya, oke lah kalau
pemerintah nggak mungkin, mungkin ada kelompok-kelompok tertentu yang mengangkat budaya itu supaya kita semua
bisa tahu bahwa ini kekayaan sebenernya, biar salam ataupun apa-apa tapi budaya
itu tidak dihilangkan dari sebuah bangsa”
2. Bagaimana
kondisi Multikulturalisme pada masyarakat Indonesia saat ini?
“Terus
bagaimana kondisinya, nah ini anehnya ya, anehnya kita sudah begitu banyak
budaya harusnya kita kan eee… setiap dari kita itu membuka diri untuk menerima
budaya, ini bukan orang asing loh, ini orang Indonesia loh. Iya kan orang
Indonesian seharusnya kan menjadi kedekatan hati gitu ya, dia orang Indonesia,
kita sama-sama di Indonesia dengan budayanya yang dibawa dari masing-masing
daerah ya harusnya kita harusnya kita menjadi satu gitu loh. Sementara ini
paling paling paling riskan, ini yang
paling bisa dirobek gitu kalau sekarang ini, bukan Cuma kita aja, di Amerika
juga begitu, ras itu paling mudah dirobek, paling sensitive. Jadi bagaimana
kita menjaga itu yang harusnya dikedepankan. Caranya bagaimana? Caranya ya itu
tadi menerima budaya apapun yang bukan budaya kita sendiri yang bukan dari akar
sendiri. untuk mayoritas dan minoritas, nah itu anehnya juga ya, padahal kita
harusnya belajar bahwa bangsa Indonesia diangkat dari bahasa Melayu, yang Cuma segitu, kan
enggak banyak yang tau bahasa Melayu itu sih,di daerah Sumatera dan Kepulauan
Riau, tapi para pemimpin kita menggunakan bahasa itu, yang digunakan yang kecil
itu, yang digunakan oleh orang yang enggak banyak itu menjadi bahasa nasional, kan luar biasa.
Kenapa enggak pake bahasa jawa aja kan lebih banyak orangnya itu, budayanya
mungkin yang lebih kuat. Tapii kita pakai bahasa Melayu ya yang pemakainya sebenernya
sedikit, kan harusnya kita belajar dari situ, menegdepankan kekayaan kita
sendiri. ”
3. Bagaimana
upaya untuk menghindari sikap intoleran diantara keanekaragaman di Indonesia?
“Kalau
Gereja ini, Gereja Cijantung ini tuh dibawah sebuah keuskupan yang pusatnya di
Gereja Katedral sana. Terus disana ada yang namanya komisi-komisi yang
menangani, misalnya komisi pendidikan, komisi Liturgi yang menangani masalah
ritual keagamaan, terus ada komisi hubungan antaragama dan kepercayaan, komisi
keadilan dan perdamaian dan komisi sosial. Nah kemudian Gereja setiap kali ada
momen-momen tertentu ikit serta disitu
dengan seksi-seksinya, karena itu yang bisa yang mungkin menghidupkan
seksi-seksi. Saya kira juga semua lembaga keagamaan lainnya juga begitu ya,
yang menghidupkan jemaatnya. Terus hubungan kami disini dengan masjid sudirman
disebelah sini, masyarakat sekita cukup baik. Artinya kalau disini kita ada
perayaan Paskah, Natal dan perayaan lain, kita selalu melibatkan mereka, warga
sekitar, juga LSM macam-macam, organisasi macam itu, kemarin kita dapat bantuan
dari Banser NU, kemudian ada remaja masjid. Pertama kita tidak muat parkiran
terus kita ijin kesana untuk menggunakan lahan parkirannya, dan kita
menyerahkan kepada remaja masjid. Terus setelah acara selesai kami mengundang
mereka untuk makan bersama gitu
Itu
hal yang simple, itu kerjasama macam
gitu yang paling simple itu
sangan-sangay simple dan sebenarnya
hubungan kotak-kotak agama bukan budayanya ya. Nah ini bagaimana kita harus tau
ya kita harus kenal juga, bukan sekedar tau tapi kita kenal gitu loh. Kita
berusaha membuka diri kenal mereka gitu ya, demikian juga sebaliknya, kita
harusnya begitu bukan Cuma tau tapi kenal. Itu yang harus diutamakan”
4. Apakah
pelaksanaan UUD 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika sudah diterapkan
dengan baik untuk NKRI?
“Harusnya
sih baik, karena kalau tubuh kita kan itu rohnya ya, harusnya kita bisa melihat
itu sebagai rohnya bangsa, bagaimana kita bisa menjaga roh itu tetap utuh,
tetap baik, ya dengan sikap yang menerima apa adanya. Karena seperti tubuh kita
menjaga roh kita, punya semangat murni, dengan tingkah laku, perbuatan yang
searah. Anggaplah kalau pancasila, UUD 1945, lambang negara garuda itu adalah
rohnya bangsa yang harus dijaga kemurniannya, kalau masing-masing dari kita
menyadari itu nggak akan ada musuh. Dari kalangan manapun, dari agama manapun
kalau membuka diri macam itu dengan mudah kita bisa menjadi bangsa yang baik.
Kita sudah mengetahui contohnya, tapi tidak bisa menerapkannya, kan aneh.”
2.3.3 Tokoh Hindu
1. Bagaimana
pendapat anda tentang Multikulturalisme?
“Om
swastyastu, multikulturalisme itu kalau kita lihat dari sudut pandang keyakinan kita sebagai orang yang beragama
Hindu bahwa Ida sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan
pengetahuan yang sangat mulia buat kita, untuk kita bisa melihat bagaimana
semesta beliau ini tercipta dari sebuah makna perbedaan atau yang disebut
dengan rwabinedha dari dua kekuatan
beliau yang sesungguhnya maha suci, berwujud purusa pradana yang melahirkan
ee.. sebuah energy yang sangat utama disebut dengan wisesa atau sang hyang
wisesa, karena dari situlah lahirnya sebuah penciptaan alam semesta ini. Nah,
dengan adanya kelahiran atau penciptaan itu maka lahirlah sebuah tatanan
kehidupan di dalam kesemestaan beliau yang mana kita ketahui bahwa beliau sama
menciptakan adanya tumbuh-tumbuhan, kedua menciptakan adanya hewan. Tumbuhan
dengan eka pramana, hewan dengan dwi pramana, lalu menciptakanlah manusia
dengan tri pramananya.
Nah,
dari kesadaran manusia yang mempunyai tri pramana, mempunyai idep, bayu, sabda
yang sesungguhnya dari situlah melahirkan tatantan-tatanan kehidupan yang
mereka sesuaikan dengan situasi kondisi dimana peradaban itu ada, maka lahirlah
tatanan yang disebut dengan kultur atau budaya. Budaya itu memang dilahirkan
dari dasar kemampuan seseorang untuk berpikir, melihat, merasakan, dan
melakukan atau melaksanakan daripada firasat, nah dari situlah lahir sebuah
kebiasaan, dari kebiasaan itulah melahirkan adanya tatanan kultur atau budaya,
sehingga agama Hindu itu sangatlah e.. apa namanya istilahnya sangat sempurna
melihat tatanan multikulturalisme itu, sehingga di dalam ajaran agama Hindu itu
sangat diyakini, dengan adanya budaya itu adalah merupakan cerminan daripada
salah satu bentuk kekayaan daripada peradaban semesta ini, sehingga seharusnya
menjunjung tinggi adanya sebuah hakikat dari budaya itu sendiri, mungkin itu.”
2. Bagaimana
kondisi Multikulturalisme pada masyarakat Indonesia saat ini?
“Kalau
melihat dari multikulturalisme yang ada di wilayah daripada territorial Negara
Kesatuan Republik Indonesi, kalau kita melihat daripada sejarah berdirinya
bangsa ini justru itu merupakan suatu podasi, merupakan suatu titik tolak yang
luar biasa hikmah dan maknanya dan kekuatannya buat bangsa yang kita cintai
ini, karena tanpa adanya multikulturalisme ini, tanpa adanya sebuah kekuatan
yang sangat-sangat rill di dalam berkehidupan berkebangsaan ini tidaklah
mungkin akan tercipta sebuah tatanan kebhinekaan ini, karena dari sinilah kita
sadari bahwa bagaimana pergerakan bangsa Indonesia ini lahir dari sebuah
tatanan kultural-kultural yang sangat majemuk, yang boleh dikatakan itu
beragam, bahwa kita sadar wilayah nusantara ini yang merupakan cikal bakal daripada
lahirnya wilahyah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang seyogyanya juga dulu
sebelum terjadinya penyatuan nusantara ini bagaimana kultural yang ada di
wilayah nusantara ini sangatlah luar biasa beragamnya, sehingga dengan ikrar
sumpah amukti palapanya Gajah Mada di bawah panji Sri Tungga Dewi di zaman
Majapahit, terciptalah sebuah tatanan negara yang sangat kuat dalam wujud
Kerajaan Majapahit yang sesungguhnya merupakan inspirasi dari para pendahulu
kita, para pejuang kita membangun sebuah negara yang kuat, kokoh, yang
berdasarkan pada asas kebhinekaan itu untuk mencapai pada stu kesatuan tujuan,
yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tapi
kenyataannya sekarang dengan adanya degradasi daripada pemahaman akan kesadaran
pengetahuan daripada sejarah-sejarah
perjuangan bangsa kita ini yang justru semakin surut di tingkat anak-anak
sekarang yang sudah banyak terkontaminasi dengan pemikiran-pemikiran budaya
asing yang sesungguhnya juga itu adalah merupakan wujud konspirasi dari sebuah
negara-negara yang ingin menghancurkan tatanan negara kita, sehingga anak-anak
kita sekarang sangatlah minim pengetahuannya tentang sejarah kebangsaan kita ini, sehingga
lama-lama kalau kita tidak cepat tanggap dengan situasi dan kondisi seperti
ini, niscaya kulturalisme yang asli
negara kita ini akan pelan-pelan tergeser dan berubah menjadi kultur yang belum
tentu itu sesuai dan e.. seimbang, selaras dengan tatanan daripada dasar budaya
bangsa yang kita cintai ini.
Oleh
karena itu, ke depan kita sebagai remaja harus lebih waspada, lebih tanggap,
dan lebih peka dengan perkembangan daripada situasi global yang akan terus
mengintip, yang akan terus menjerumuskan atau mengarahkan kita kepada hal-hal yang sesungguhnya kita akan
melupaka kultur daripada ee… budaya bangsa, kultur bangsa Indonesia yang sangat
e.. kita hormati dan sangat-sangat termasyur sebenarnya di seluruh dunia.
Mungkin itu yang bisa kita jelaskan tentang bagaimana perspektif daripada
multikulturalisme yang ada di negara kita saat ini. oleh Karena itulah, saya
berpesan kepada generasi muda khususnya para mahasiswa untuk benar-benar bisa
saling bahu membahu, saling e.. berinspirasi bagaimana bisa mempertahankan
kultur kita yang sesungguhnya itulah dasr kekuatan dari terbentuknya,
terbangunnya bangsa yang kita cintai ini. ”
3. Bagaimana
upaya untuk menghindari sikap intoleran diantara keanekaragaman di Indonesia?
“Pertama
mari kita lihat dulu dari sudut pandang Hindu karena kita beragama Hindu. Bahwa
di dalam agama Hindu telah memberikan ajaran yang sebagai wujud bagaimana umat
Hindu menyikapi perjalanan kehidupan beragamanya atau berkeyakinannya pada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa dengan diajarkan adanya Tiga Kerangka. Pertama ada
filsafat, kedua etika dan ritual. Nah, dari tiga unsure filsafat, bahwa agama
Hindu sangatlah lengkap dengan filsafat tatana kehidupan, baik dalam kehidupan bersosial, berpolitik, maupun
beragama, yang semua asasnya itu berdasarkan pada asas kebenaran yang kita
sering sebut dengan ajaran dharma. Yang kedua, inilah merupakan bentuk daripada
e.. apa namanya, realisasi bahwa di
dalam ajaran kita untuk kita bagaimana
bagaimana bisa memperytahankan kultur kita sendiri, budaya kita sendiri, kita
untuk berkomunnikasi kepada saudara-saudara kita yang lain, yang notabene
adalah beragama lain, seperti dalam konsep Hindu sebenarnya kita sudah
diajarkan dengan tatanan Tat Tvam asi. Nah, dalam ajaran kita inilah Hindu
mengajarkan landasan yang sangat kuat, yang sangat-sangat fundamental dan
sangat-sangat tertulis bagaimana kita bisa hidup di dalam sebuag cerminan multikulturalisme ini bisa menjadikan kita itu lebih nyaman, menjadikan kita
toleran, maka kita mengamalkan konsep Tat Tvam Asi.
Dari
konsep Tat Tvam Asilah, kita lahir sebuah tatanan, bagaimana kita mengakui
bahwa kebenaran baliau itu adalah satu adanya, sesungguhnya tidak ada kebenaran
yang mendua di alam semesta ini, dan kita semua adalah satu di hadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, maka lahirlah konsep Vasidaiva Kutumbakam, yang menyatakan
diri kita adalah harus saling harga menghargai, saling hormat menghormati, maka
lahirlah konsep Tri Kaya Parisudha, denga konsep Tri Kaya Parisudha itulah
bentuk wujud daripada masyarakat Hindu untuk bagaimana dia bisa untuk hidup
saling harmoni,saling berdampingan satu denganyang lain karena pada intinya
segala sesuatu yang terjadi adalah bersumber
kepada diri kita sendiri, bukan dari orang lain, karena cerminan baik
benarnya sebuah makna perbuatna itu
adalah lahir dari kesadaran diri kita sendiri untuk menyadari bahwa kita ini ada dalam lingkungan
yang bagaimana, kita yakini dengan konsep Tat Tvam Asi dan Tri Kaya Parisudha,
maka terjagalah keseimbangan yang kita lahir Tri Hita Karana.”
4. Apakah
pelaksanaan UUD 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika sudah diterapkan
dengan baik untuk NKRI?
“Kalau
dilihat dari segi nasional, sepengetahuan saya bahwa sesungguhnya kalau kita
jujur mengakui negara kita ini usdah mempunyai konsep-konsep yang sangat luar
biasa bagusnya. Dilihat dari konsep dasar ketatanegaraan kita ini sudah lahir
dari benih-benih sari pati perjuangan daripada bangsa kita yang kita cintai ini yang telah ditanamkan
inspirasinya oleh para pejuang-pejuang kita, tokoh-tokoh nasional yaitu salah
satunya adalah Bapak Ir. Soekarno sebagai proklamator bangsa yang kita cintai
ini, beliau itu kita yakini adalah tokoh inspirator daripada berdirinya bangsa
ini yang juga beliau kita yakini sebagai agama Hindu yang yakin akan keleluhuran,
beliau juga merupakan utusan niskala untuk bagaimana menyelamatkan manusia yang
khususnya yang ada di wilayah nusantara ini untuk bagaimana dia bisa bangkit,
merdeka dari tekanan-tekanan penjajahan yang kurang lebih 350 tahun mengintip
daripada kebebasan kehidupan kita yang ada di wilayah nusantara ini. sehingga
tatanan kenegaraan itu sesungguhnya sudah sangatlah baik, sudah sesuai dengan
alam, kultur daripada wilayah nusantara kita yang berdasarkan pancasila dan UUD
1945 yang juga merupakan inspirasi itu
lahir daripada e.. tatanan, kalau istilah bahasa Hindu itu adalah lahir dari
tatanan wewisik ya, lahir dari tatanan wahyu. Niskala yang diterima oleh para
leluhur kita terdahulu yang itu dijadikan inspirasi oleh tokoh pejuang kita
untuk membangun bangsa ini.
Kita
sadari bahwa bangsa kita ini ada bukan
karena sebuah pemberian, tapi karena sebuah perjuangan, maka oleh karena itulah
Tuhan memberikan jalan yang terbaik buat tatanan kenegaraan kita, sehingga kita
meyakini itu adalah merupakan suatu yang
terbaik buat bangsa kita. tetapi di dalam pelaksanaan operasional bangsa kita
lambat laun terjadi sebah pergeseran-pergeseran pemikiran karena berdalih yang
namanya kepentingan, berdalih yang namanya perubahan. Tetapi semua itu kita
akui dengan jujur bukanlah sesuatu yang lahir dari makna perjuangan daripada
generasi, tapi itu lahir dari sebuah tatanan yang sudah ada, karena pada hal
ini sebenarnya yang paling berpengaruh adalah ketidakmampuan dari warga bangsa
kita ini memaknai arti yang mendasar tentang hakikat perbedaan, hakikat dari
makna kebhinekaan yang sesungguhnya itusangat terputus-putus, sangat terbatas
pemahamannya, yang selama ini dia tahu bahwa Bhineka Tunggal Ika yang ada di
sesanti bangsa ini yang terdapat di pita burung garuda, padahal sebenarnya
hakikat dasarnya adalah Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa, bukan hanya berbeda-beda menjadi satu, tapi
berbeda-berda dalam satu kesatuan yang utuh karena sesungguhnya tidak ada
kebenaran yang mendua, atau tidak ada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan yang
lebih dari satu di dalam kebenaran yang niscaya ini, sehingga dari situlah
sekarang generasi yang khususnya pengetahuannya terbatas, akhirnya keliru
menterjemahkan hakikat-hakikat kebenaran
dari makna kebhinekaan kita yang sesungguhnya itu adalah bekal yang pokok
sebagai alat pemersatu bangsa yang bagaimana awallnya bangsa ini tercipta dari
perbedaan itu sehingga kita sebagai
generasi khususnya sekarang.
Adik
sebagai generasi muda harus lebih banyak belajat, lebih banyak melihat ke
depan, dengan tidak melupakan cerminan yang sudah ada dari tatanan-tatanan yang sudah berjalan
untuk bagaimana kita bisa memperbaiki dalam konteks menyempurnakan dari apa
yang sudah dititipkan, apa yang sudah ditatankan, ditatankan itu artinya yang
sudah digrid, yang sudah digariskan oleh para pejuang, kita tinggal
menyesuaikan bukan berarti merubah, merubah
itu adalah mengandung makna yang egoism, seolah-olah kita mampu untuk mendirikan
bangsa ini. kita ini hanya melanjutkan
dari sebuah makna perjuangan, bukan memulai. Maka kita harus menyesuaikan,
bukan merubah, itu yang saya garis bawahi, menyesuaikan, bukan merubah.
Menyesuaikan dengan apa? Menyesuaikan dengan perkembangan peradaban kehidupan
manusia, karena kita sadari yang paling abadi itu adalah justru perubahan itu
sendiri, makan janganlah kita ego merasa diri kita mampu, merasa diri kita
paling di dalam keseharian kehidupan kita,
bahwa Tuhan telah menciptakan ruang yang
telah dipenuhi oleh kemuliaan-kemuliaan yang merasa lebih, yang satu merasa
kurang, itu disitulah ambil hikmah dari yang menjadi dasar landasan yang saya
katakana Tat Tvam asi.
Kita
saling melengkapi satu dengan yang lain sehingga kita harapkan terciptanya harmoni
kehidupan berbangsa dan bernegara di dalam tatanan kesadaran kita untuk
bagaimana kita menjadi umat beragama yang saling toleransi satu dengan yang
lainnya untuk menciptakan satu kesatuan
yang utuh sebagai tujuan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang adil dan
makmur yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945, mungkin itu.
2.4
Analisis Wawancara
2.4.1 Analisis Pertanyaan Pertama
Menurut
tokoh Buddha, Keanekaragaman suku, budaya dan agama yang ada di Indonesia
merupakan sebuah kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki oleh negara manapun
di dunia ini. sedangkan menurut tokoh Katolik menyatakan bahwa keanekaragaman
atau multikulturalisme adalah kekayaan
bangsa yang harus dijaga dan dipeluk
semuanya agar menjadi bangsa yang luar biasa. Menurut tokoh Hindu,
Multikulturalisme adalah suatu keindahan yang diciptakan oleh Tuhan, sehingga
Sebagai bangsa yang kaya akan budaya dan suku, hendaknya selalu menjunjung
tinggi budaya lokal yang merupakan budaya nenek moyang kita yang harus tetap
dipegang teguh dan dijaga, baik kelestariannya maupun keharmonisannya, sehingga
kehidupan yang damai dan harmonis dapat terbentuk.
2.4.2 Analisis Pertanyaan Kedua
Kondisi
multikuktural di Indonesia saat ini seperti yang dikatakan oleh Tokoh Buddha cukup
kondusif , walaupun masih ada beberapa golongan yang kurang senang dan kurang
sepaham tentang adanya makna keindahan dan kekayaan dari perbedaan karena ada
sesuatu yang belum tercapai. Menurut tokoh Katolik, setiap dari kita itu
membuka diri untuk menerima budaya, sebagai sesama warga negara Indonesia harus
mempunyai kedekatan hati satu sama lain walaupun dengan berbagai macam
perbedaan.
Sedangkan
menurut tokoh Hindu, adanya kesadaran semakin surut di tingkat anak-anak
sekarang yang sudah banyak terkontaminasi dengan pemikiran-pemikiran budaya
asing yang sesungguhnya juga itu adalah menghancurkan tatanan negara kita,
sehingga anak-anak kita sekarang sangatlah minim pengetahuannya tentang sejarah ataupun budaya kebangsaan kita ini, bila
tidak cepat tanggap dengan situasi dan kondisi seperti ini, niscaya
kulturalisme yang asli negara kita ini
akan pelan-pelan tergeser dan berubah menjadi kultur yang belum tentu itu
sesuai dan selaras dengan tatanan dasar budaya bangsa yang kita cintai ini.
2.4.3 Analisis
Pertanyaan Ketiga
Dalam agama Buddha yang pertama kali harus
dilakukan adalah dengan pengendalian diri, baik pengendalian pikiran, perkataan
maupun perbuatan, selain itu ada yang
namanya catur paramita, yaitu ada mita, mudita, karunia,upeka. Cinta kasih
secara universal, bukan hanya pada seseorang saja, yaitu mencintai secara
keseluruhan mudita yaitu kasih sayang/ welas asih, diantara warga bangsa ini
saling tolong menolong dalam agama
Buddha juga ada Ahimsa yaitu menghindari segala macam permusuhan. Sementara
menurut Katolik adalah sebagai warga negara Indonesia harus kenal satu sama
lain, tidak cukup hanya tau saja. Sebagai warga negara, harus selalu berbaur
dan bersatu dalam satu kesatuan. Sedangkan menurut Hindu adalah dengan konsep
Vasudaiva Kutumbakan dan Tat Tvam Asi untuk selalu menjaga toleransi, persatuan
dan keharmonisan dengan sesama warga negara Indonesia .
2.4.4 Analisis Pertanyaan Keempat
Menurut tokoh Buddha, UUD 1945 dan
pancasila itu sudah diterapkan dengan baik, karena kaum minoritas sendiri sudah
menerapkannya dengan baik, mereka manaati peraturan yang ditetapkan pemerintah
Indonesia, mereka berusaha menjalankan segala hak dan kewajiban mereka dengan
sebaik mungkin demi mewujudkan cita-cita bangsa yang adil, makmur, damai, dan
sejahtera. Sedangkan menurut tokoh Katolik bahwa 4 pilar ini adalah rohnya
bangsa yang harus dijaga kemurniannya, bila kita menyadari bahwa kita mempunyai
kekuatan atau roh yang sama maka tidak akan terjadi konflik ataupun permusuhan,
baik dari kalangan manapun, dari agama manapun jika bisa bersatu padu dalam
keharmonisan maka akan mudah menjadi bangsa yang baik.
Menurut tokoh Hindu, generasi muda harus
lebih banyak belajar, lebih banyak melihat ke depan, dengan tidak melupakan
cerminan yang sudah ada dari tatanan-tatanan
yang sudah berjalan untuk bagaimana kita bisa memperbaiki dalam konteks
menyempurnakan dari apa yang sudah dititipkan, apa yang sudah ditatankan,
ditatankan itu artinya yang sudah digrid, yang sudah digariskan oleh para
pejuang, kita tinggal menyesuaikan bukan berarti merubah. untuk
menciptakan satu kesatuan yang utuh
sebagai tujuan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur yang
berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keanekaragaman suku, budaya dan agama
yang ada di Indonesia merupakan sebuah kekayaan bangsa Indonesia yang harus
selalu kita jaga dan selalu dijunjung tinggi agar warisan luar biasa dari nenek
moyang kita dapat terus diturunkan kepada generasi generasi penerus bangsa
Indonesia.Kondisi multikuktural di Indonesia saat ini cukup kondusif , walaupun
masih ada beberapa golongan yang kurang senang dan kurang sepaham tentang
adanya makna keindahan dan kekayaan dari perbedaan karena ada sesuatu yang
belum tercapai.
Dalam upaya menciptakan kehidupan
multikultur yang harmonis, kita harus menhgormati budaya atau golongan lain.
selain itu kondisi sekarang ini juga menunjukkkan bahwa banyak genesi yang
terpengaruh dengan budaya asing yang menyebabkan kurangnya pemahaman dan
pengetahuan mengenai budaya Indonesia, yang lama kelamaan bisa menyebabkan
budaya bangsa ini luntur bahkan tergeser.
Dalam mencegah terjadinya intoleransi
adalah pertama dengan pengendalian diri, yaitu dengan pengendalian pikiran,
perkataan, dan perbuatan, kemudian dilanjutkan dengan penerapan konsep catur
paramita dan vasudaiva kutumbakan, serta konsep Tat Tvam Asi, dengan penerapan
tiga konsep tersebut maka kita akan berbaur satu sama lain, akan lebih memahami
dan mengenal satu sama lain sehingga tidak ada permusuhan atau perselisihan
yang dilatarbelakangi oleh suku, ras, ataupun agama.
Pelaksanaan 4 pilar itu sudah diterapkan dengan baik, 4 pilar ini
adalah rohnya bangsa yang harus dijaga kemurniannya, bila kita menyadari bahwa
kita mempunyai kekuatan atau roh yang sama maka tidak akan terjadi konflik
ataupun permusuhan, baik dari kalangan suku, ras, agama, atau golongan,
semuanya bersatu padu dalam keharmonisan maka akan mudah menjadi bangsa yang
baik. untuk menciptakan satu kesatuan
yang utuh sebagai tujuan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang adil dan
makmur yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945
Tidak ada komentar:
Posting Komentar