Pada hakekatnya Nyepi adalah rangkaian upacara dalam rangka peringatan menyambut datangnya Tahun Baru Saka bagi umat Hindu. Peringatan Tahun Baru membawa konsekuensi logis dilaksanakannya evaluasi kehidupan, terhadap kehidupan tahun yang lalu, sehingga jelas tergambar potret kehidupan kita tahun yang telah lewat. Kejelasan gambaran hidup tersebut, memungkinkan kita mencanangkan program/resolusi untuk kehidupan tahun yang akan datang ke arah yang lebih baik, lebih positif dan lebih kondusif, damai dan sejahtera. Inilah satu bukti masyarakat Hindu menerapkan manajemen hidup yang sesungguhnya tidak jauh dari ilmu pengetahuan tentang manajemen kehidupan manusia yang dikembangkan saat ini.
Dalam rangka evaluasi itulah umat
Hindu memerlukan suasana hening, sepi, dan tenang untuk melakukan
renungan/kilas balik/introspeksi/retrospeksi terhadap kehidupan kita yang telah
lewat. Ibarat kita melihat bayangan bulan di tempayan yang berisi air atau pun
di laut. Di dalam air yang tenang kita akan menemukan sejatinya bayangan bulan
tersebut secara utuh dan sesungguhnya, sebagaimana yang diarahkan oleh pustaka
suci Kakawin “Arjuna Wiwaha” berikut ini :
“Sasi wimba haneng gatha mesi banyu/ndan asing suci nirmala mesi
wulan/iwa mangkana rakwa kiteng kadadin/ring sang angambeki yoga kiteng
sakala”.
Dinyatakan bahwa: hanya dalam kejernihan pikiran, kita akan
mampu melihat Tuhan. Kejernihan pikiran itu dapat dicapai melalui Yoga.
Demikianlah seorang pendaki spiritual sejati selalu rindu akan puncak
keheningan. Ketika berada pada puncak keheningan/sunya tersebut, seseorang akan
dapat merasakan kedamaian/keindahan/ spiritualitas/ketuhanan yang sukar
dilukiskan dengan pengalaman indrawi.
TUJUAN PERAYAAN NYEPI
Secara filosofis intisari dari
tujuan Nyepi adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui profile kehidupan
kita di tahun yang sudah lewat;
2. Setelah mengetahui bagaimana
profile kehidupan kita di masa lalu, kita bisa membuat target
kehidupan/resolusi kehidupan kedepannya guna mencapai kualitas kehidupan yang
lebih baik sesuai amanat kehidupan sebagai manusia sebagaimana disuratkan dalam
ajaran Sarasamuccaya, berikut:
“Ri sakwening sarwa bhuta, iking janma wwang juga wenang gumawayaken
ikang cubhacubhakarma, kuneng
panentasakane ring cubhakarma juga ikang acubhakarma phalaning dadi
wwang”(Sarasamuccaya Sloka 2)
(Di antara semua makhluk hidup yang ada, hanya kelahiran sebagai manusialah, yang dapat
melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; tugas kita yang paling esensi adalah melebur/merubah perbuatan yang tidak baik menjadi baik/benar, inilah konsekuensi kelahiran sebagai manusia).
melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; tugas kita yang paling esensi adalah melebur/merubah perbuatan yang tidak baik menjadi baik/benar, inilah konsekuensi kelahiran sebagai manusia).
Terkait dengan esensi Nyepi yakni
melaksanakan evaluasi/kilas balik, introspeksi/retrospeksi tersebut di atas,
maka rangkaian penyelenggaraan Nyepi paling tidak dilaksanakan dengan 4 tahapan
kegiatan, yang secara keseluruhan saling terkait dan merupakan satu kesatuan
utuh, yang mendukung prinsip utama Nyepi. Tahapan yang dimaksud adalah:
1. Melasti: adalah upacara
penyucian diri (Bhuana Alit), peralatan upacara dan lingkungan yang telah
terjadi selama satu tahun berjalan Jadi setiap orang harus menyucikan diri dan
lingkungannya, karena hal tersebut akan mendukung pelaksanaan Nyepi/Hening
tersebut. Prosesi Melasti dilaksanakan sebelum Nyepi, yang kali ini dipusatkan
di Pura Segara Cilincing, Jakarta Utara pada tanggal 11 Maret 2018. Dalam Upacara tersebut dihadiri oleh umat Hindu Jabodetabek, serta dihadiri juga oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan beserta jajaran Setda Prov. DKI Jakarta.
2. Tawur Kesanga:
adalah upacara penyucian semesta (Bhuana Agung) dan menjaga keharmonisan
unsur-unsur alam semesta. Dengan adanya penyelarasan/harmonisasi itulah maka
manusia akan dibantu dengan suasana kondusif untuk melakukan renungan. Posesi
Tawur Kesanga dilaksanakan sehari sebelum Nyepi tepatnya pada bulan Mati/Tilem
sasih Kesanga yang kali ini jatuh pada tanggal 16 Maret 2018 dan dipusatkan di
Pura Aditya Jaya Rawamangun, Jakarta Timur .
1.
Nyepi: setelah
dua tahap sebelumnya dilalui, yakni pembersihan dan harmonisasi diri dan
lingkungan, maka diharapkan setiap orang akan siap untuk melakukan puncak
kegiatan yaitu “menyepi” itu sendiri. Kegiatan ini merupakan kegiatan utama
Nyepi yang intinya merupakan: renungan/kilas balik/evaluasi/introspeksi/
retrospeksi. Pada tahun 2018 ini, Hari Raya Nyepi jatuh pada tanggal 17 Maret
2018.
Secara teknis,
Nyepi biasanya dilaksanakan di rumah masing-masing mulai pkl 06:00 tanggal 17
Maret 2018 sampai dengan pukul 06:00 tanggal 18 Maret 2018 dengan melakukan
empat disiplin pokok yang disebut sebagai Catur Brata Penyepian, yakni:
1.
Amati Geni, tidak menyalakan api dan
dengan mengendalikan amarah
2.
Amati Karya, tidak melakukan kegiatan
fisik
3.
Amati Lelungaan, menghindari
bepergian
4.
Amati Lelanguan, tidak meluapkan
kegembiraan berlebihan.
Disiplin atau
Brata Penyepian tambahan yang dapat dilaksanakan adalah:
1.
Upawasa: tidak makan dan minum
2.
Jagra: tidak tidur
3.
Mona: tidak bercakap-cakap.
Dengan keempat
dispilin tersebut maka Suksma (diri sejati manusia) akan bisa fokus dalam
keheningan untuk melaksanakan renungan/kilas
balik/evaluasi/introspeksi/retrospeksi dimaksud. Inilah satu ciri khas
pelaksanaan perayaan tahun baru bagi umat Hindu, yang bukan dengan
beramai-ramai, namun menyepi.
4.
Ngembak
Geni: merupakan tahapan akhir dari
renungan/kilas balik/evaluasi/ introspeksi/ retrospeksi yang jatuh sehari
setelah Nyepi. Ngembak Geni dilaksanakan dengan bertemu sanak keluarga untuk
saling memaafkan (silaturahmi) yang dilandasi dengan rasa tulus iklas. Pada
tahun 2018 ini Ngembak Geni jatuh pada tanggal 18 Maret 2018.
Dengan seluruh proses tersebut,
selanjutnya diharapkan setiap orang telah berkomitmen untuk menjalani Tahun
Baru dengan semangat baru dan dengan berbagai resolusi yang mengarah kepada
kehidupan yang lebih baik, lebih positif dan lebih kondusif lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar