Senin, 12 Maret 2018

Makalah Hari Raya Nyepi

ACARA AGAMA HINDU
HARI RAYA NYEPI DAN TAHUN BARU SAKA

Dosen Pengampu:
Dra. AA Oka Puspa, M.Fil.H


Oleh:
Eni Kusti Rahayu
1509.10.0033

JURUSAN PENERANGAN AGAMA HINDU

SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA NUSANTARA
JAKARTA
2017



KATA PENGANTAR 
Om swastyastu 
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida sang Hyang Widi Wasa atas berkat waranugraha-Nya, makalah mata kuliah Acara Agama Hindu ini bisa terselesaikan.Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan makalah ini, diantaranya, Ibu Dra. AA Oka Puspa, M.Fil.H sebagai dosen pengampu mata kuliah Acara Agama Hindu, teman-teman dikelas yang telah memberikan kami dukungan, dan semua pihak Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta yang terkait dalam menyediakan sarana dan prasarana guna mempermudah pencarian literature.
Makalah yang kami buat ini sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran bagi pembaca sangat diharapkan guna dijadikan pembelajaran pada pembuatan makalah yang akan datang. Terima kasih atas partisipasinya semoga semua isi yang ada dalam makalah dapat bermanfaat bagi bembaca.
Om santi, santi, santi Om.
Jakarta, Oktober 2017

Penulis







i
 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................      i
DAFTAR ISI .............................................................................................      ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang...........................................................................      1
1.2  Rumusan Masalah......................................................................      2
1.3  Tujuan Penulisan........................................................................      2

BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Nyepi dan Tahun Saka.............................................      3      
2.2  Sejarah Tahun Baru Saka...........................................................      6      
2.3  Tujuan Hari Raya Nyepi............................................................      14
2.4  Pelaksanaan Hari Raya Nyepi....................................................      17
2.5  Makna Filosofis Hari Raya Nyepi..............................................      22

BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan................................................................................      24
DAFTAR PUSTAKA








ii





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pelaksanaan upacara Yadnya pada hari-hari suci didasari dengan perhitungan. Perhitungan tersebut ada berdasarkan weweran, pawukon dan berdasarkan pasasihan. Hari raya Nyepi dilaksanakan berdasarkan perhitungan pasasihan  yang datangnya setiap tahun yaitu pada penanggal apisan sasih kadasa (Tanggal satu bulan sepuluh).
Hari raya Nyepi merupakan hari suci agama Hindu yang dirayakan setiap satu tahun sekali. Hari suci ini berdasarkan pada pengalihan Purnama dan Tilem. Hari Raya Nyepi juga dikenal sebagai Hari Tahun Baru Saka, yang secara resmi telah diakui sebagai hari libur nasional sejak tahun 1983. Hari Raya Nyepi dirayakan setiap awal sasih kedasa atau sehari setelah hari tilem kesanga. (Sutresna, 2012;115).
Pelaksanaan Hari Raya Nyepi diawali dengan upacara melasti dan bhuta yadnya. Melasti dilaksanakan lima hari atau tiga hari sebelum tilem kesanga. Adapula yang melaksanakan melasti sehari sebelum tilem kesanga dan perbedaan tersebut sesuai dengan aturan dan kondisi masyarakat setempat. Upacara Bhuta Yajna dilaksanakan pada hari tilem sasih kesanga. Melasti bertujuan untuk mensucikan bhuwana agung dan bhuwana alit, sedangkan bhuta yajna bertujuan untuk mengharmonisasikan unsure-unsur alam semesta.
Pelaksanaan Hari Raya Nyepi adalah untuk menyambut Tahun baru saka yang dilandasi dengan kesucian dan keharmonisan sehingga tercapai ketenteraman serta kesejahteraan hidup lahir dan batin. Dengan demikian, berdasarkan uraian tersebuat di atas, dengan adanya makalah ini diharapkan agar dapat memahami dan menghayati Hari Raya Nyepi sehingga dapat menjelaskan secara terperinci mengenai hari raya nyepi, tahun baru saka, tujuan hari raya nyepi, pelaksanaan hari raya nyepi dan makna filosofis hari raya nyepi.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka?
2.      Bagaimana sejarah Tahun Baru Saka?
3.      Apa tujuan dari pelaksanaan Hari Raya Nyepi?
4.      Bagaimana pelaksanaan Hari Raya Nyepi?
5.      Apa makna filosofis Hari Raya Nyepi?


1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka;
2.      Untuk mengetahui sejarah Tahun Baru Saka;
3.      Untuk mengetahui tujuan dari pelaksanaan Hari Raya Nyepi;
4.      Untuk mengetahui pelaksanaan Hari Raya Nyepi;
5.      Untuk mengetahui makna filosofis Hari Raya Nyepi.















BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka

Hari raya Nyepi adalah salah satu hari raya bagi umat Hindu di Indonesia, yang diperkirakan  jatuh pada bulan Maret pada tahun Masehi. Secara etimologi kata Nyepi  berasal dari kata sepi, yang artinya sunyi. Sesuai dengan tata bahasa Bali, bahwa konsonan c, j , dan s bila disengaukan menjadi ny, dengan demikian jika kata sepi disengaukan menjadi kata Nyepi. Berdasarkan penjelasan tersebut, jadi Hari Raya Nyepi adalah hari raya yang diperingati dengan sepi.
Nyepi merupakan Hari Tahun Baru Saka, yang diperingati oleh umat Hindu di Bali Khususnya dengan suasana sepi, bagi umat Hindu di Bali pergantian Tahun Caka selalu dimulai sesudah Tilem pada waktu sasih kasanga (IX), yaitu setelah diadakan upacara Bhuta Yajna atau Tawur Kesanga.
Dalam beberapa sumber disebutkan sebagai berikut:
1.        Lontar Sri Aji Kasanu, menyebutkan bahwa;
“…ring tileming sasih kesanga, patut maprakerti caru Tawur wastanya, sedulur nyepi awengi.”
Terjemahannya sebagai berikut:
….pada Tilem sasih Kesanga, patut mengadakan Upacara Bhuta Yajna, yaitu caru yang disebut dengan “Tawur”. Dilanjutkan dengan Nyepi satu malam.

2.        Lontar Sundari Gama, menyebutkan bahwa;
“…Atari chaitra tekaning Tilem, ika pasucianing prawatek dewata kabeh, hana ring telenging Samudera, ametta saring Amerta Kamandalu, matangin wenang manusia kabeh angaturan prakerti ring prawatek dewata angapi kramanya, nihan Atari prawaning Tilem Kasanga tag awe akena Bhuta Yajna a ring catus pataningdesa,… enjangnya ring tilem lasti akena ikang raptima…, enjangnya nyepi amati geni, tan wenang sajadma anambut gawe saluwirya, agni ring saparaning gnah tan wenang.”
Terjemahannya adalah sebagai berikut:
…. Pada hari Tilem sasih/bulan Chaitra/Kasanga, merupakan hari pensucian para Dewata semua, mengambil air kehidupan yang ada di tengah-tengah lautan, oleh karena itu patutlah semua manusia/umat Hindu melakukan persembahan kepada para Dewa, melalui suatu upacara, menurut kemampuannya, pada hari purwani tilem, agar melaksanakan upacara melasti ke laut, mensucikan pratima…melaksanakan Nyepi, dengan tidak manyalakan api, semua orang tidak boleh melakukan pekerjaan, antara lain, menghidupkan api di semua tempat…

3.        Kitab Cendamani, menyebutkan sebagai berikut;
Bagi umat Hindu di Bali pergantian Tahun saka selalu dimulai sesudah Tilem ke sanga (IX), sehingga Hari Raya Nyepi merupakan Hari Raya Tahun Baru Saka. Kata saka dalam bahasa sansekerta yang artinya tarich/ tahun. Tarich atau Tahun saka kita di Indonesia selalu dimulai setelah bulan mati (Tilem) ke IX, yaitu sekita bulan Maret tarich masehi. Mengapa demikian dan mengapa bukan setelah bulan mati  ke XII saja?.
Mengenai hal tersebut, disebabkan karena  masyarakat Hindu di Bali khususnya, memiliki keyakinan terhadap makna suatu angka. Angka 9 adalah angka yang tertinggi, sedangkan angka 10, 11, dan seterusnya adalah pengulangan angka kembali. Angka 9 tersebut sangat dihormati dalam hubungannya dengan  Dewa-Dewa yang menguasai ke-9 arah penjuru alam, yang disebut Dewata Nawa Sanga.  Selain itu, angka 9 juga merupakan angka ajaib mistik, sebab dalam perkalian menunjukkan suatu keistimewaan tersendiri  dibandingkan dengan angka lainnya. Keistimewaan tersebut  dapat dilihat , jika angka 9 dikalikan dengan angka berapa saja (kecuali dalam pecahan atau 0 ), maka hasil kalinya bila dijumlahkan akan berjumlah 9.(Jelantik,2009: 171-172). Berikut adalah contoh perkaliannya;
9 x 3 = 27 => 2 + 7 = 9
9 x 5 = 45 => 4 + 5 = 9
9 x 7 = 63 => 6 + 3 = 9

Perkalian dengan angka lain
5 x 5 = 25 => 2 + 5 = 7
8 x 7 = 54 => 5 + 4 = 9
8 x 8 = 64 => 6 + 4 = 10  (Putra,1974;29)

4.        Seminar Kesatuan Tapsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu tentang Hari Raya Nyepi (1988)
Hari Raya Nyepi adalah perayaan hari Tahun Baru Saka yang jatuh pada penanggal apisan sasih kadasa (eka sukla paksa waisak) sehari setelah tilem kesanga (Panca Dasi Krsa Paksa Chaitra). (Pemda Bali, 1999/2000: 95)
Mengenai Tahun Baru Saka, mulai diresmikan pada penobatan Raja Kaniska dari Dinasti Kushana pada Tahun 78 Masehi.
Pengguanaan Tahun Saka di Indonesia, berdasarkan prasasti pada zaman dahulu hanya dikenal Tahun saka saja. Berdasarkan kitab Negara Kertagama, pada jaman Majapahit, pergantian tahun saka (bulan chaitra ke waisakha) dirayakan secara nasional.
Sesuai dengan penjelasan dari sumber-sumber tersebut didepan, maka Hari Raya Nyepi adalah hari untuk merayakan Tahun Baru saka yang dilaksanakan setelah tilem kesanga. Bukan saja dirayakan oleh umat Hindu di Bali, namun seluruh umat Hindu di Indonesia wajib melaksanakannya sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.



2.2    Sejarah Tahun baru Saka

Penggunaan Tahun Baru saka diresmikan pada waktu penobatan Raja kaniska I di india dan perkembangan selanjutnya sampai ke Indonesia adalah sebagai berikut:

a.         Penobatan Raja Kaniska I di India

Suku- suku yang mendiami daerah yang sangat luas di Asia Selatan sangatlah banyak jumlahnya. Suku- suku bangsa itu dilanda oleh permusuhan yang tiada hentinya. Suku-suku bangsa itu antara lain; Saka(Scythia), Pahlawa(Partha), Yawana dan Makawa. Mereka sangat berambisi dan ingin menundukkan satu dan yang lain. mereka silih berganti  menguasai daerah yang membentang di Asia Selatan itu bahkan sampai ke Asia Tengah diantaranya; Persia, Lembah Sungai Sindhu, Iran Selatan, Kasmir, India Utara, dan India Barat yang terkenal dengan daerah sangat subur.
Sekitar tahun 248 sebelum masehi, suku bangsa Pahlawa unggul dalam peperangan dan menaklukan bangsa Yawana dan Saka. Pada masa berikutnya, bangsa Saka unggul terhadap bangsa Yueh-chi. Bangsa saka harus berhadapan kembali dengan  suku bangsa Pahlawa dan di sekitar 138 sampai 12 sebelum masehi, suku bangsa Saka mengalami masa jaya digjaya. Suku-suku bangsa Saka adalah suku bangsa pengembara yang terkenal ramah dan riang dalam menghadapi segala tantangan hidup.
Peperangan antara suku bangsa terus berlangsung dan berkepanjangan. Suku bangsa saka kini gilirannya terdesak dikalahkan oleh suku bangsa lain. menyadari hal ini, suku bangsa Saka yang terdiri dari beberapa kelompok, diantaranya; saka Tigrakhauda, Saka Humawarga, dan Saka Taradaraya mengubah arah perjuangannya dari perjuangan politik dan militer untuk merebut kekuasaan  menjadi perjuangan di bidang kebudayaan. Hal ini menyebabkan Suku bangsa Saka dengan kebudayaannya itu benar-benar memasyarakat.
Tahun 125 sebelum masehi, Dinasti Kusuna dari bangsa Yueh-chi memegang tampak kekuasaan. Nampaknya dinasti Kusuna terketuk hatinya oleh perubahan arah perjuangan suku bangsa Saka. Kekuasaan yang dipegangnya tidak dipakai untuk menindas musuhnya melainkan untuk merangkul semua bekas musuhnya dan suku-suku bangsa yang lain yang ada di India itu serta  mengambil puncak kebudayaan dan suku-suku  itu seperti pakaian adat/ daerah kesenian dan lain-lain dipersatukan menjadi kebudayaan Negara(Kerajaan).
Pada tahun 78 masehi, seorang dari Dinasti Kusa bernama Raja Kaniska I naik tahta kerajaan. Raja ini sangat bijaksana bahkan  pada hari minggu tanggal 21 Maret 79, Purnama Waisaka kebetulan hari itu gerhana bulan menetapkan panchanga atau kalender sistem Saka untuk mengenang kejayaan dan hari penobatannya. Sejak saat itulah ditetapkan perayaan tahun saka.
Diresmikannya tahun saka Kaniska I merupakan tonggak sejarah yang menutup permusuhan antar bangsa di India sebelumnya. Semenjak saat itu bangkitlah toleransi antar suku bahkan juga toleransi antar agama. Hal ini dibuktikan dari Raja Kaniska I yang beragama Hindu, memperhatikan kehidupan dan perkembangan agama Buddha.
Kemasyuran Raja Kaniska I ini ditandai oleh kebijaksanaan dan kearifan politik dan pelaksanaan pemerintahan.  Baginda Raja tidak saja menyelenggarakan siding-sidang kabinet demi kelancaran pemerintahan Negara, tetapi juga mendorong terselenggaranya Mahasabha (Sidang Raya), atau Pesamuan agung Keagamaan, baik untuk agama Hindu maupun agama Buddha demi memelihara kerukunan dan toleransi hidup beragama.
 Janam Kaniska yang dimulai sejak naik tahta pada 78 masehi , telah berhasil mewujudkan stabilitas nasional dan keamanan di bidang politik serta kokohnya toleransi dan kerukunan  hidup diantara umat beragama Hindu dan Buddha. Kemajuan yang telah berhasil diwujudkan itu  telah mengantarkan dinasti Kaniska I pada masa kejayaan.  Hel itu dibuktikan pula dengan adanya hubungan diplomatic dengan negara-negara luar, seperti: Yunani, Cina, dan India bagian selatan.
Demikian abad Dinasti Kusana dibawah pemerintahan Raja Kaniska I yang telah membuka jalan bagi kemajuan perkembangan kebudayaan dan agama sehingga India menjadi salah satu pusat agama dan peradaban manusia di seluruh dunia.
Kaniska telah membuka pintu India selebar-lebarnya bagi negara- negara di Asia Tengah, asia Timur jauh, dan Asia tenggara termasuk Indonesia untuk perkembangan peradaban kebudayaan dan agama.
Sejak ditetapkannya tahun saka oleh Raja Kaniska I, tahun ini kemudian dipakai pula sampai ke India Utara, yang sebelumnya masyarakat memekai tahun candra, demikian pula di India Timur bahkan terus berkembang sampai ke Nusantara (Bali). Sejak saat itu terjadilah pembauran perhitungan tahun, antara tahun saka (Yang memakai perhitungan Surya) dengan tahun yang memakai perhitungan candra yang lazim disebut Luni-solar Sistem.

b.                  Penggunaan Tahun Saka di India

Di india terdapat bermacam-macam tahun, diantaranya; Tahun Saka, Tahun Wikramaditya, Tahun Harsa, Tahun Wikram Samwat (Malawa)Tahun Malayalam(Kollam) dll.
Adapun nama-nama bulan Tahun saka yang ditetapkan Raja Kaniska I pada 21 Maret 79 adalah;
1)        Chitirai = Mesha = Waisaka = Kadasa (Bali)
2)        Waikasi = Wrisabha =Jyestha = Jyesta (Bali)
3)        Ani = Mithunam = Ashadha = Sada (Bali)
4)        Adi = Kardakam = Badrapada = Srwana = Kasa (Bali)
5)        Aippsi = Simham = Badrapada = Karo (Bali)
6)        Purattasi = Kanni = Aswina = katiga (Bali)
7)        Aippasi =Tulam = Kartika = Kapat (Bali)
8)        Kartigai = Wrischikan = Margasira = Kalima (Bali)
9)        Margali = Dhanu = Pausha = Kanem (Bali)
10)    Tai = Makaram = Magha = kapitu (Bali)
11)    Masi = Kumbham = Phalguna = Kaula (Bali)
12)    Panguni = Minam = Chaitra = Kasanga (Bali)

Sejak tahun 1958 pemerintah India menetapkan tahun saka sebagai tahun nasional India, dengan nama bulan dan umurnya seperti berikut:
1)        Chaitra umurnya 30 hari (22 Maret s/d 20 April)
2)        Waisakha umurnya 31 hari (21 April s/d 21 Mei)
3)        Jyestha umurnya 31 hari (22 Mei s/d Juni)
4)        Ashadha umurnya 31 hari (22 Juni s/d 22 Juli)
5)        Srawana umurnya 31 hari (22 Juli s/d 22 agustus)
6)        Bhadrapada umurnya 31 hari (23 Agustus s/d 22 September)
7)        Aswina umurnya 30 hari (23 September s/d 22 Oktober)
8)        Kartika umurnya 30 hari (23 Oktober s/d 21 november)
9)        Agrahayana umurnya 30 hari (22 November s/d 21 Desember)
10)    Pausha umurnya 30 hari (22 Desember s/d 20 Januari)
11)    Magha umurnya 39 hari (21 Januari s/d 19 februari)
12)    Phalguna umurnya 30 hari (20 Februari s/s maret)

Tahun Nasional India ini cukup lama memakan waktu untuk memasyarakat,  hal ini dapat kita maklumi karena Republik India sekarang berawal dari banyak bekas kerajaan besar dan kecil, yang masing-masing kerajaan itu mempunyai tahun sendiri-sendiri.
Karena  luasnya wilayah  dan beragamnya tahun di India, walaupun telah memiliki  tahun nasional, ternyata masyarakat tidak serentak  merayakan  tahun saka itu, kini tahun baru saka dirayaka tiga kali dalam setahun, yaitu:
1)      Tahun Baru Nasional India (Saka) setiap tanggal 22 Maret;
2)      Penganut Solar System (Meshadi) dengan purnimanta merayakan Tahun Baru Saka yang bertepatan dengan purnama;
3)      Penganut Lunni-Solar system pada tiap-tiap chaitra amawasya (Tilem Chaitra/ Kesanga) umumnya jatuh pada bulan  Maret, bagi para penganut Chaitradi.

Dengan demikian tahun Wikram Samwat (Malawa) juga tiga kali setahun merayakan tahun baru mereka, yaitu:
1)   Purnama Waisakha (April) di wilayah Gujarat;
2)   Tilem Chaitra;
3)   Amawasya/Tilem Kartika (Oktober) di wilayah Gujarat.

Hal yang mirip juga terjadi pada tahun Malayalam (Kollam). Tahun baru Malayalam dirayakan 2 kali dalam setahun, yaitu:
1)   Tanggal 1 Simham (Singa) jatuh rata-rata pada 17 Agustus, dirayakan di wilayah Malabar selatan;
2)   Tanggal 1 Kunni (Kaniya) jatuh pada pertengahan September, dirayakan di wilayah Malabar Utara.

Berdasarkan uraian diatas, ternyata 4 macam cara menghitung tahun Baru Saka, Yaitu:
1)   Tahun Nasional India berdasarkan rasi dengan penyesuaian zodiac barat, perubahan bulannya sekitar tanggal 20, 21, 22, bulan masehi.
2)   Local/ Tradisional India, berdasarkan Rasi, perubahan bulannya sekitar tanggal 13,14,15 dan 16 bulan masehi.
3)   Luni Solar Amanda (Amawasanta) sistem perubahan bulan pada tilem ke tilem (bulan mati)
4)   Luni Solar Purnimanta Sistem, perubahan bulannya pada purnama ke purnama.
Umat Hindu di Indonesia menganut sistem 1 dan 3 di atas dan pada sistem nomor 3 nama bulan kadang-kadang kurang serasi, disebabkan cara penempatan Malamasa. Di Indonesia (Bali) penempatan Malamasa pada bulan Jyesta Asadha, sedang di India tidak demikian karena berpedoman dengan limit waktu.

c.                   Tahun Saka Zaman Kejayaan Nusantara

Sepanjang sejarah dari ratusan prasasti yang dijumpai,  sejak penggunaan tahun saka tertua sampai akhir Majapahit prasasti-prasasti itu selalu  mempergunakan tahun saka. Tiada bukti apapun yang menunjukkan adanya penggunaan tahun selain tahun saka di Indonesia. Di lain hal agama Hindu yang masuk ke Indonesia melalui berbagai daerah di India, bahkan ada yang lewat kamboja, ataupun Malaya (Ligor)
Dari berbagai data efisgrafis yang ada menunjukkan bahwa penggunaan tahun saka di Indonesia khususnya jaman kejayaan nusantara sesungguhnya sudah sangat memasyarakat/membudaya. Di samping itu berdasarkan tradisi, khususnya di jawa dan Bali dijumpai pula tokoh Aji Saka yang disebut-sebut sebagai seorang yang menyebarkan agama Hindu ke Indonesia melalui pengajaran huruf-huruf (aksara) yang kita kenal (Aksara Jawa dan Bali). Siapakah Aji Saka ?
Berdasarkan huruf-huruf yang diajarkan itu, sumbernya adalah satu, yaitu huruf Dewanagari. Ada pendapat yang menyatakan bahwa aji Saka datang ke Indonesia, ketika masa kejayaan pemerintahan Raja Kaniska I yang pada masa itu penggunaan tahun saka sangat popular di India. Ia diduga seorang sanyasin yang melaksanakan Dharma Yatra ke Indonesia dan menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Ia seorang Dharma Duta yang sangat berjasa bagi bangsa Indonesia.
Dari peninggalan yang ada, yakni kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Rakawi Prapanca diuraikan sepintas tentang perayaan Chaitra yaitu upacara phalguna. Upacara phalguna dilaksanakan pada akhir bulan (mulai paro petang ke 14) dan perayaan chaitra  dilaksanakan mulai tanggal 1 sampai tanggal 3.
Pada perayaan chaitra tanggal 1 chaitra dibacakan dibacakan Kitab Rajakapakapa (Semacam undang-undang Dasar Negara Nusantara Majapahit). Keterangan tentang perayaan chaitra ini diuraikan dalam pupuh LXXXV sampai dengan pupuh XCIII?., Kitab Negara Kertagama. Di samping itu pada bagian akhir dari kekawini ini, Rakawi Prapanca (pupuh XCIV) menyatakan sedang mengerjakan empat buah kekawin, masing-masing: Tahun Saka, Lambang, Bhismacarana, dan Sugataparwa.disebutkan pula dalam kekawin: Lambang dan Tahun Saka masih akan dilanjutkan penyusunannya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, perayaaan bulan chaitra serta kekawin tahun saka yang sedang disusun oleh Prapanca menunjukkan adanya perayaan tahun baru saka.
Di Bali perayaan Tahun Baru Saka yang popular disebut Hari Raya Nyepi yang bersumber pada dua buah naskah /lontar yakni Sundarigama dan Swamandala, disamping tradisi turun temurun. Tidak kalah pentingnya dan pada akhirnya peranan PHDI sebagai majelis tertinggi umat Hindu di Indonesia memberikan tuntunan, pengarahan, pembinaan terhadap umat Hindu di Indonesia.

d.                  Tahun Baru Saka di Indonesia

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia,para tokoh umat Hindu baik dari kalangan tua maupun muda berkumpul untuk membicarakan penataan kehidupan umat Hindu di Indonesia. Pertemuan berupa Pesamuan agung  diselenggarakan di Aula Fakultas Sastra Universitas Udayana tanggal 21 s/d 22 Februari 1959. Pada pertemuan ini sepakat membentuk  Parisada Hindu Dharma. Pertemuan ini berkelanjutan sampai diadakannya Dharma Asrama di Champuan Ubud pada tanggal 17 s/d 23 November 1959. Dalam pertemuan ini, salah satu keputusannya adalah menetapkan hari raya tahun baru saka  yang disebut Hari raya Nyepi.
Parisada Hindu Dharma  dalam berbagai keputusannya, baik keputusan Mahasabha maupun Pesamuan Agung selslu memperjuangkan Hari Raya Nyepi, Tahun Baru Saka dapat diakui oleh pemerintah sebagai hari libur nasional. Perjuangan ini tidak lain adalah agar umat Hindu di seluruh Indonesia dapat melaksanakan upacara hari raya Nyepi sebaik-baiknya. Pada hari Rabu Kliwon, Wuku Ugu tanggal 19 Januari 1983, Presiden Soeharto mengeluarkan keputusan Presiden No.3 Tahun 1983 yang menyatakan bahwa hari Raya Nyepi sebagai Libur Nasional. Keputusan Presiden ini seakan-akan hadiah tahun baru bagi umat Hindu di Indonesia.
Tahun baru saka di Indonesia dirayakan tanggal 1 bulan Waisakha dengan Pati agni, yang sebelumnya pada Pancadasi Krsnapada Chaitra masa (hari Tilem bulan Chaitra) dilaksanakan upacara Tawur Agung Kasanga, Upacara Bhuta Yajna yang dilaksanakan setiah setahun sekali.perayaan tahun baru saka di Indonesia mempergunakan perhitungan Luni-solar System, perpaduan antara Suryapramana dengan Candrapramana.
Dilaksanakannya upacara Tawur ini pada hari Tilem Chaitra sesuai pula dengan yang termuat dalam lontar Sang Hyang Aji Swamandala yang menyatakan : Muah yang tawur kunang haywa angelaning pamargi ring tilem bulan chaitra, yang terjemahannya : bila melaksanakan Tawur, hendaknya janganlah mencari hari lain, selain tilem bulan chaitra. Demikian pula tahun baru dirayakan pada tanggal 1 Waisakha yakni saat matahari menuju garis Dewayana, yakni waktu yang baik untuk mendekatkan diri kepada Sang Hyang Widhi, saat itu pula musim hujan telah mulai reda.



2.3    Tujuan Hari Raya Nyepi

Sebelum membahas tentang tujuan hari raya Nyepi, terlebih dahulu perlu diketahui pula makna daripada rangkaian upacara yang diselenggarakan sebelum Nyepi, yaitu upacara melasti dan Tawur Kesanga.
Adapun tujuan dari melasti  dijelaskan pula dalam sumber-sumber berikut ini:
1.         Lontar Sang Hyang Aji Swamandala
“…. Anganyutakan laraning jagat, paklesa letehing bhuana….”
Artinya:
….melenyapkan penderitaan masyarakat, melepaskan kepapaan dan kekotoran alam…
2.         Lontar Sundari Gama
“…. Atari chaitra tekaning tilem, ika pesucianing prawatek dewata kabeh, hana ring telening samudra, amet sarining amertha kamandalu, matangian wenang manusia kabeh angatura prakerti ring prawatek dewata.”
Terjemahannya:
…. Pada hari bulan chaitra, merupakan hari pensucian para dewata semua, mengambil air kehidupan yang di tengah-tengah samudera, oleh karena itu patutlah semua manusia/ umat Hindu melakukan persembahan kepada para dewa.
3.         Dalam kitab pedoman Hari raya Nyepi dijelaskan bahwa upacara melasti bertujuan untuk mensucikan arca, Pratima, Nyasa atau Pralingga yang terbuat dari permata, kepingan emas/ pripih, kayu dan sebagainya. Arca, Pratima, Nyasa atau Pralingga tersebut bermacam-macam bentuknya seperti arca Brahma, Arca Wisnu, Arca Siwa, Ganapati dan sebagainya. Kesemuanya itu merupakan media untuk memusatkan pikiran dalam rangka memuja Sang Hyang Widhi, Dewa-Dewi, Batara-Batari, dan roh suci leluhur.

Berdasarkan dari sumber tersebut di depan, maka upacara melasti bertujuan untuk menyucikan bhuwana alit (diri sendiri) dan bhuwana agung (alam semesta), serta arca pratima dan pralingga sebagai istana dari Sang Hyang Widhi/ manifestasinya, selanjutnya mohon tittha amertha agar mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan dalam hidup.
Setelah melaksanakan upacara Melasti barulah melaksanakan upacara Tawur kasanga sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada  beberapa sumber  antara lain:
1.        Lontar Aji Kasanu
“…. Rring tileming sasih kasanga patut maprakerti caru tawur wastanya…”
Artinya:
… pada Tilem bulan/ sasih kasanga, patut mengadakan upacara Bhuta Yajna yang disebut tawur.
2.        Lontar Sundari Gama
“…. Ri prawaning Tilem Kasanga agar melaksanakan upacara Bhuta Yajna/ Tawur Kasanga di perempatan jalan/ desa…”
3.        Pelaksanaan  Bhuta Yajna, disebutkan dalam Agastya Parwa
“…. Bhuta Yajna angaranya tawur kapujaning tuwuh…”
Artinya:
Bhuta Yajna adalah upacara Tawur untuk kesejahteraan makhluk.
4.        Buku Cudamani menyebutkan tujuan bhuta Yajna adalah untuk menetralisir kekuatan-kekuatan alam, agar perpustakaan alam ini tidak goncang.  Sebenarnya dalam kehidupan ini manusia terlalu banyak memohon kehadapan ida sang Hyang Widhi agar selamat dan sejahtera. Secara lahiriah, manusia terlalu banyak meminta, memohon dan hanya sedikit memberi/mempersembahkan.  Berdasarkan hal tersebut, maka sudah sewajarnya kita menyampaikan rasa terimaksaih dalam bentuk ritual yang disebut caru, agar tercapai keseimbangan alam dan keharmonisan alam beserta isinya. Untuk menetralisir kekuatan alam, agar bergerak seimbang, sehingga terwujudlah kelestarian alam dan keselamatan serta kesejahteraan semua makhluk hidup di dunia ini.

Tujuan Brata Khususnya Brata yang dilaksanakan pada hari Raya Nyepi dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.        Untuk mensucikan diri lahir dan bathin. Usaha mensucikan diri dalam wujud lahiriah adalah mandi, memakai sabun dan mengenakan pakaian yang bersih, sedangkan mensucikan diri yang  bersifat bathiniah pada hal-hal yang baik, serta memuja keagungannya
2.        Untuk melaksanakan Yajna dan Bhakti, secara sekala (Nyata), Yajna kita laksanakan melalui persembahan upakara dan sebelum hari raya nyepi. Sedangkan secara Niskala (abstrak) kita wujudkan melalui tapa, brata, yoga dan Samadhi.
3.        Untuk melaksanakan amulet sarira (Introspeksi) yakni menilai kembali perbuatan atau keberhasilan dan kegagalan kita dimasa yang lalu. Segala hal yang baik dan benar perlu dilestarikan dan dikembangkan,sedangkan segala kesalahan dan keburukan patut dihindarkan
4.        Untuk merencanakan program kerja atau langkah selanjutnya sesuai dengan budi pekerti yang merupakan pancaran dari Sang Hyang Atma yang berstana dalam diri pribadi.

Dengan melaksanakan Brata Hari raya Nyepi diharapkan seseorang dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya, jasmani maupun rohani.  Sehari setelah hari raya Nyepi disebut Ngembak Geni, yang berarti ngelebar brata dan dilanjutkan dengan Dharma Santi, yaitu saling memaafkan, sebagai tanda terjalinnya hubungan yang harmonis.




2.4    Pelaksanaan Hari Raya Nyepi
a)      Upacara Melasti
Dilaksanakan tiga atau sehari sebelum Nyepi, sebagai upacara awal adalah mengahturkan sesajen di Pura Puseh, Desa, Dalem serta Pura-pura yang menjadi milik Desa, mempermaklumkan memohon kehadapan Dewa-dewi dan Bhatara-Bhatari agar berkenaan, bahwa beliau akan di stanakan di Bale agung, atau tempat yang telah ditentukan. Setelah semuanya berkumpul, para pemangku mengahturkan sesajen, selanjutnya memohon agar Dewa-Dewi dan Bhatara-Bhatari yang merupakan sinar suci dari Sang Hyang Widhi berkenan di iringkan ke laut/ sumber air yang suci untuk menghanyutkan malaning jagat/ kekotoran alam dan memohon Tirtha amertha.
Sesampainya di tempat melasti,  lalu menghaturkan sesajen dilanjutkan dengan nunas tirtha penglukatan ke hadapan Dewi Gangga, dan Tirtha amertha  ke hadapan Sang Hyang Baruna. Tirtha penglukatan tersebut diciptakan terlebih dahulu pada arca, pratima, pralingga serta semua perangkat upacara dan kepada semua masyarakat yang ikut dalam upacara ini, kemudian setelah selesai sembahyang barulah mohon Tirtha Amertha.
Setelah upacara berakhir, kemudian kembali menuju Pura bale agung, sang Hyang Widhi Wasa, Dewa-dewi, Bhatara-Bhatari dimohon untuk berstana di pura Bale Agung yang secara simbolis menstanakan arca, Pratima, Nyasa, atau PralinggaNya. Selama bersthana yang disebut juga nyejer, umat Hindu wajib mempersembahkan sesajen yang disebut prani dan Nunas Tirta Amertha untuk  kesejahteraan diri sendiri dan alam lingkungan. Upacara nyejer ini berlangsung sampai diadakan upacara Bhuta Yajna/ Tawur Kasanga, denganmaksud upacara tersebut disaksikan oleh Ida Sang Hyang Widhi.
Upakara-upakara/banten yang dipersembahkan pada rangkaian upacara Melasti adalah sebagai berikut:
1)        Di kahyangan masing-masing untuk nguntab/ menurunkan Pratima serta pralingga, menghaturkan; penyucian/pengresikan, ajuman dan segehan. Pratima dan pralingga tersebut diusung untuk bersama-sama distanakan di Bale agung/ suatu pura yang telah ditentukan sampai saat hari melasti. Di Bale Agung (setelah semua parum) dihaturkan pula sesajen seperti penyucian.
2)        Uapacara di tempat melasti
Suci dua soroh beserta reruntutannya, banten hidangan, pengulapan pengambeyan, peras, penyeneng dan segehan. (Banten suci dihaturkan ke hadapan Ida Sang Hyang Baruna untuk memohon sarining bhuwana/ tirtha amertha) bila upakara dilakukan di laut, danau, atau sungai, maka satu soroh suci beserta reruntutannya ditenggelamkan terlebih dahulu sebelum mengambil/ mohon tirtha.
3)        Banten beserta runtutannya dihaturkan  kehadapan Gangga Dewi untuk memohon Tirtha Penglukatan/pembersihan, baik untuk praline, pralingga, jumpana, bangunan suci, alat-alat upacara serta anggota masyarakat.
4)        Upacara di bale agung setelah kembali dari melasti.
Di depan pura menghaturkan segehan agung atau pemedak sesuai dengan  desa kala patra. Selanjutnya pratima serta pralingga Ida batara distanakan di Bale Agung atau suatu pura, dipersembahkan pedatengan/pedapetan sesuai dengan loka dresta. Mulai saat itu sampai keesokan harinya, masing-masing keluarga menghaturkan perani berupa sesajen yang terdiri dari ; nasi, lauk pauk, jajan, buah-buahan, canang wangi-wangian, atau sesuai dengan kemampuan seseorang (Mas Putra, 1993: 81,82,83,84)

b)     Upacara Tawur Kasanga
Dilaksanakan tepat pada hari Tilem Chaitra yaitu sehari sebelum upacara Nyepi. Dilaksanakannya Tawur ini disesuaikan dengan tingkatan namanya yaitu berdasarkan tingkatan wilayah.
1.         Tingkat Propinsi
Tawur Agung dilengkapi dengan sesayut prayascitagumi dan sesayut Dirgayusa Gumi, beserta perlengkapannya. Pelaksanaannya bertempat di catuspata/persimpangan.
2.    Tingkat Kabupaten
Tawur bernama Panca Kelud yaitu mempergunakan 5 ekor ayam (5 warna sesuai penginderaan) ditambah itik belang kalung 1 ekor, asu bangbungkem 1 ekor, beserta perlengkapanya. Tempat pelaksanaannya di catuspata/ persimpangan.
3.    Tingkat Kecamatan
Tawur ini bernama Panca sata, yaitu mempergunakan 5 ekor ayam(5 warna) warna penginderaan ditambah 1 ekor itik belang kalung beserta perlengkapannya. Tempat pelaksanaannya di catuspata/ persimpangan.
4.    Tingkat desa
Tawur ini bernama Panca sata, yaitu mempergunakan 5 ekor ayam(5 warna) warna penginderaan ditambah 1 ekor itik belang kalung beserta perlengkapannya. Tempat pelaksanaannya di catuspata, di jaba depan Bale Agung/Desa.
5.    Tingkat Banjar
Tawur disebut Ekasata yaitu seekor ayam brumbun, diolah menjadi 33 tanding (urip bhuwana), genap dengan perlengkapannya. Tempat pelaksanaannya di catus pataning banjar/ di depan bale banjar.
6.    Di rumah masing-masing
a)      Di Merajan/Sanggah
Menghaturkan peras, ajuman, daksina, katipat kelanan, canang lengewangi buratwangi, nunas tirta dan bija beras kuning.
b)      Di halaman Merajan/Sanggah
Menghaturkan segehan nasi cacah 108 tanding,  berisi ulam jejeron mentah, segehan agung asoroh, denga tetabuhan arak, berem, tuak air tawar, diharuskan/ngeyat ke hadapan Sang Bhuta Kala, dan sang Kala Bela.
c)      Di jabaan(pintu masuk halaman rumah)
Mendirikan/nancep sanggah cucuk dan mengunggahang banten daksina, peras, penyeneng, ajuman banten danaan tumpeng ketan, sesayut, jangan-janganan/lauk-pauk, kacang ranti, dan kacang panjang. Pada sanggah cucuk digantungkan ketipat kelanan, canang dan cambeng yang berisi tuwak, arak, berem dan air bersih. Dibawahnya mengahturkan:
-          Segehan agung 1 soroh
-          Segehan manca warna 9 tanding berisi olahan ayam berumbun dan tetaburan arak, berem, tuwak dan air
-          Dihaturkan ke haapan Sang Bhutaraja dan Sang kalaraja
-          Pada waktu menghaturkan banten, baik di merajan, di halaman rumah maupun di muka pintu masuk pekarangan, dilengkapi dengan tirta air tawur yang diperoleh dari propinsi/kabupaten/kecamatan/atau banjar (Mas Putra 1993,85-87)

Setelah menghaturkan upakara/sesajen, dilanjutkan dengan ngerupuk, yaitu berkeliling di halaman rumah membawa obor, bunyi-bunyian, disertai dengan menaburkan nasi tawur, menyemburkan mesui, berakhir di pintu masuk pekarangan dan perlengkapan upakara ditaruh di sana. Maksud dari upakara ngrupuk ini adalah untuk memanggil para bhutakala, agar menikmati upacara korban/tawur, setelah itu diharapkan tidak mengganggu kehidupan manusia.
Selesai melaksanakan upacara ngrupuk, semua anggota keluarga mabyakala dan maprayascita, serta natab sesayut lara melaraden, kecuali yang belum tanggal gigi sebagai pensucian terhadap diri sendiri. sehari setelah tawur kasanga, yaitu pananggal apisan sasih kadasa adalah hari raya nyepi/ perayaan tahun baru saka, yang disambut dengan melakukan tapa, brata, yoga, Samadhi, sesuai dengan catur brata penyepian yaitu:
1)             Amati Geni
Secara lahiriah tidak menyalakan api, baik siang atau malam, tidak memasak, serta tidak menyalakan lampu penerangan.  Sedangkan secara batin dimaksudkan untuk meredakan nafsu yang mengarah pada hal-hal yang bersifat negative ; Sad Ripu, Sad Atatayi, Sapta Timira, dan sejenisnya.
2)             Amati Karya
Berarti tidak melakukan kerja fisik sebagai upaya untuk melaksanakan tapa,brata, yoga dan Samadhi. Sedangkan secara batin, berusaha menghubungkan  diri dengan Tuhan,  berusaha untuk menghentikan kegiatan jasmani dengan menghentikan kegiatan jasmani dengan merenung dan menghitung-hitung perbuatan dimasa lampau,  seberapa yang masih perlu diperbaiki, karena kesempatan hidup yang diperoleh justru patut digunakan untuk menolong diri dengan jalan berbuat baik.
3)             Amati Lelanguan
Kata langu berarti asyik, indah mulia. Berarti amati lelanguan adalah tidak menikmati  keindahan atau sesuatu yang mengasyikan seperti hiburan music, lagu, tari, film, dll. Pikiran harus dipusatkan untuk menenangkan keagunganNya, untuk introspeksi dan mendengar suara alam tanpa aktivitas manusia.
4)             Amati Lelungan
Kata lungan berarti pergi atau bepergian. Ini dimaksudkan agar tidak bepergian kemanapun. Menyediakan wakru untuk upaya mendukung kegiatan tapa, yoga, Samadhi.

Sarana dan suasana penunjang
Melaksanakan brata Nyepi bagi mereka yang tinggal di kota dengan kondisi umat beragama yang heterogen tentu tidak akan sepenuhnya mendukung suasana Hari Raya Nyepi. Bagi mereka dapat melaksanakannya di pura. Brat nyepi tersebut dimulai saat matahari terbit sampai matahari terbit keesokan harinya. Pada saat berakhirnya brata penyepian itu, disebut Ngembak geni, artinya mengakhiri pelaksanaan catur brata penyepian, dilanjutkan dengan pelaksanaan Dharma Santhi yang bermakna saling memaafkan dengan saling kunjung mengunjungi.

2.5    Makna Filosofis Hari Raya Nyepi
Mengenai makna filosofis Nyepi, maka perlu dikaji dari rangkaian upacar Nyepi seperti berikut ini:
1.         Melasti
Bertujuan untuk melenyapkan kekotoran baik Bhuwana Agung maupun Bhuwana Alit. Kekotoran dan kepapaan dalam Bhuwana Alit dilebur dengan mentucikan pikiran, perkataan, dan perbuatan dengan tirta penglukatan dan tirta amerta, sedangkan penyucian bhuwana agung diwujudkan dengan menyucikan Arca, Pralina, Pralingga secara spiritual dengan memercikan tirta penglukatan dan Tirta amerta.
2.         Tawur Kasanga
Tujuannya adalah menyucikan dan menyeimbangkan alam semesta dengan menetralisir kekuatan-kekuatan alam, yang dipimpin oleh sulinggih, memohonTirta Tawur untuk melebur malaning Bhumi. Untuk mencapai keseimbangan Bhuwana agung dan Bhuwana alit diadakan pengembalian terhadap apa yang pernah diambil yang diwujudkan secara simbolis dengan menaburkan nasi tawur, sehingga tercapainya keharmonisan dan kesejahteraan hidup.
3.         Catur Brata Penyepian
-          Amati Geni berarti tidak menyalakan api, makna yang lebih dalam adalah pengendalian hawa nafsu
-          Amati Karya berarti tidak bekerja secara jasmani, namun harus meningkatkan kesucian rohani.
-          Amati Lelungan berarti tidak keluar rumah tetapi harus mawas diri.
-          Amati Lelanguan berarti tidak menuruti kesenangan duniawi, hendaknya lebih meningkatkan pemusatan pikiran ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.



4.         Ngembak Geni
Berarti melepaskan brata, dilanjutkan dengan melaksanakan Dharma santi, yang bermakna untuk mewujudkan kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.



























BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Hari Raya Nyepi adalah hari untuk merayakan Tahun Baru saka yang dilaksanakan setelah tilem kesanga. Bukan saja dirayakan oleh umat Hindu di Bali, namun seluruh umat Hindu di Indonesia wajib melaksanakannya sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
Mengenai Tahun Baru Saka, mulai diresmikan pada penobatan Raja Kaniska dari Dinasti Kushana pada Tahun 78 Masehi.Pengguanaan Tahun Saka di Indonesia, berdasarkan prasasti pada zaman dahulu hanya dikenal Tahun saka saja. Berdasarkan kitab Negara Kertagama, pada jaman Majapahit, pergantian tahun saka (bulan chaitra ke waisakha) dirayakan secara nasional.
Tujuan Brata Khususnya Brata yang dilaksanakan pada hari Raya Nyepi adalah untuk mensucikan diri lahir dan bathin, untuk melaksanakan Yajna dan Bhakti untuk melaksanakan amulet sarira (Introspeksi),  dan untuk merencanakan program kerja atau langkah selanjutnya sesuai dengan budi pekerti yang merupakan pancaran dari Sang Hyang Atma yang berstana dalam diri pribadi.
Pelaksanaan upacara Nyepi diawali dengan Melasti, Tawur Kasanga, Catur Brata Penyepian dan Ngembak Geni. Mengenai makna filosofis Nyepi adalah Melasti untuk melenyapkan kekotoran baik Bhuwana Agung maupun Bhuwana Alit.Tawur Kasanga adalah menyucikan dan menyeimbangkan alam semesta dengan menetralisir kekuatan-kekuatan alam. Catur Brata Penyepian adalah untuk pengendalian hawa nafsu, mawas diri, serta  tidak menuruti kesenangan duniawi, dan terakhir adalah Ngembak Geniyang bermakna untuk mewujudkan kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.






























DAFTAR PUSTAKA


Jelantik, Gde Nyoman.2009.Sanatana Hindu Dharma.Denpasar. Penerbit Widya Dharma
Sutrisna, I Made. 2012. Dasar-Dasar Agama Hindu.Jakarta. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI
Wandri, Ni Wayan. 2008. ACARA AGAMA HINDU
HARI RAYA NYEPI DAN TAHUN BARU SAKA

Dosen Pengampu:
Dra. AA Oka Puspa, M.Fil.H


Oleh:
Eni Kusti Rahayu
1509.10.0033

JURUSAN PENERANGAN AGAMA HINDU

SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA NUSANTARA
JAKARTA
2017



KATA PENGANTAR 
Om swastyastu 
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida sang Hyang Widi Wasa atas berkat waranugraha-Nya, makalah mata kuliah Acara Agama Hindu ini bisa terselesaikan.Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan makalah ini, diantaranya, Ibu Dra. AA Oka Puspa, M.Fil.H sebagai dosen pengampu mata kuliah Acara Agama Hindu, teman-teman dikelas yang telah memberikan kami dukungan, dan semua pihak Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta yang terkait dalam menyediakan sarana dan prasarana guna mempermudah pencarian literature.
Makalah yang kami buat ini sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran bagi pembaca sangat diharapkan guna dijadikan pembelajaran pada pembuatan makalah yang akan datang. Terima kasih atas partisipasinya semoga semua isi yang ada dalam makalah dapat bermanfaat bagi bembaca.
Om santi, santi, santi Om.
Jakarta, Oktober 2017

Penulis







i
 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................      i
DAFTAR ISI .............................................................................................      ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang...........................................................................      1
1.2  Rumusan Masalah......................................................................      2
1.3  Tujuan Penulisan........................................................................      2

BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Nyepi dan Tahun Saka.............................................      3      
2.2  Sejarah Tahun Baru Saka...........................................................      6      
2.3  Tujuan Hari Raya Nyepi............................................................      14
2.4  Pelaksanaan Hari Raya Nyepi....................................................      17
2.5  Makna Filosofis Hari Raya Nyepi..............................................      22

BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan................................................................................      24
DAFTAR PUSTAKA








ii




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pelaksanaan upacara Yadnya pada hari-hari suci didasari dengan perhitungan. Perhitungan tersebut ada berdasarkan weweran, pawukon dan berdasarkan pasasihan. Hari raya Nyepi dilaksanakan berdasarkan perhitungan pasasihan  yang datangnya setiap tahun yaitu pada penanggal apisan sasih kadasa (Tanggal satu bulan sepuluh).
Hari raya Nyepi merupakan hari suci agama Hindu yang dirayakan setiap satu tahun sekali. Hari suci ini berdasarkan pada pengalihan Purnama dan Tilem. Hari Raya Nyepi juga dikenal sebagai Hari Tahun Baru Saka, yang secara resmi telah diakui sebagai hari libur nasional sejak tahun 1983. Hari Raya Nyepi dirayakan setiap awal sasih kedasa atau sehari setelah hari tilem kesanga. (Sutresna, 2012;115).
Pelaksanaan Hari Raya Nyepi diawali dengan upacara melasti dan bhuta yadnya. Melasti dilaksanakan lima hari atau tiga hari sebelum tilem kesanga. Adapula yang melaksanakan melasti sehari sebelum tilem kesanga dan perbedaan tersebut sesuai dengan aturan dan kondisi masyarakat setempat. Upacara Bhuta Yajna dilaksanakan pada hari tilem sasih kesanga. Melasti bertujuan untuk mensucikan bhuwana agung dan bhuwana alit, sedangkan bhuta yajna bertujuan untuk mengharmonisasikan unsure-unsur alam semesta.
Pelaksanaan Hari Raya Nyepi adalah untuk menyambut Tahun baru saka yang dilandasi dengan kesucian dan keharmonisan sehingga tercapai ketenteraman serta kesejahteraan hidup lahir dan batin. Dengan demikian, berdasarkan uraian tersebuat di atas, dengan adanya makalah ini diharapkan agar dapat memahami dan menghayati Hari Raya Nyepi sehingga dapat menjelaskan secara terperinci mengenai hari raya nyepi, tahun baru saka, tujuan hari raya nyepi, pelaksanaan hari raya nyepi dan makna filosofis hari raya nyepi.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka?
2.      Bagaimana sejarah Tahun Baru Saka?
3.      Apa tujuan dari pelaksanaan Hari Raya Nyepi?
4.      Bagaimana pelaksanaan Hari Raya Nyepi?
5.      Apa makna filosofis Hari Raya Nyepi?


1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka;
2.      Untuk mengetahui sejarah Tahun Baru Saka;
3.      Untuk mengetahui tujuan dari pelaksanaan Hari Raya Nyepi;
4.      Untuk mengetahui pelaksanaan Hari Raya Nyepi;
5.      Untuk mengetahui makna filosofis Hari Raya Nyepi.















BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka

Hari raya Nyepi adalah salah satu hari raya bagi umat Hindu di Indonesia, yang diperkirakan  jatuh pada bulan Maret pada tahun Masehi. Secara etimologi kata Nyepi  berasal dari kata sepi, yang artinya sunyi. Sesuai dengan tata bahasa Bali, bahwa konsonan c, j , dan s bila disengaukan menjadi ny, dengan demikian jika kata sepi disengaukan menjadi kata Nyepi. Berdasarkan penjelasan tersebut, jadi Hari Raya Nyepi adalah hari raya yang diperingati dengan sepi.
Nyepi merupakan Hari Tahun Baru Saka, yang diperingati oleh umat Hindu di Bali Khususnya dengan suasana sepi, bagi umat Hindu di Bali pergantian Tahun Caka selalu dimulai sesudah Tilem pada waktu sasih kasanga (IX), yaitu setelah diadakan upacara Bhuta Yajna atau Tawur Kesanga.
Dalam beberapa sumber disebutkan sebagai berikut:
1.        Lontar Sri Aji Kasanu, menyebutkan bahwa;
“…ring tileming sasih kesanga, patut maprakerti caru Tawur wastanya, sedulur nyepi awengi.”
Terjemahannya sebagai berikut:
….pada Tilem sasih Kesanga, patut mengadakan Upacara Bhuta Yajna, yaitu caru yang disebut dengan “Tawur”. Dilanjutkan dengan Nyepi satu malam.

2.        Lontar Sundari Gama, menyebutkan bahwa;
“…Atari chaitra tekaning Tilem, ika pasucianing prawatek dewata kabeh, hana ring telenging Samudera, ametta saring Amerta Kamandalu, matangin wenang manusia kabeh angaturan prakerti ring prawatek dewata angapi kramanya, nihan Atari prawaning Tilem Kasanga tag awe akena Bhuta Yajna a ring catus pataningdesa,… enjangnya ring tilem lasti akena ikang raptima…, enjangnya nyepi amati geni, tan wenang sajadma anambut gawe saluwirya, agni ring saparaning gnah tan wenang.”
Terjemahannya adalah sebagai berikut:
…. Pada hari Tilem sasih/bulan Chaitra/Kasanga, merupakan hari pensucian para Dewata semua, mengambil air kehidupan yang ada di tengah-tengah lautan, oleh karena itu patutlah semua manusia/umat Hindu melakukan persembahan kepada para Dewa, melalui suatu upacara, menurut kemampuannya, pada hari purwani tilem, agar melaksanakan upacara melasti ke laut, mensucikan pratima…melaksanakan Nyepi, dengan tidak manyalakan api, semua orang tidak boleh melakukan pekerjaan, antara lain, menghidupkan api di semua tempat…

3.        Kitab Cendamani, menyebutkan sebagai berikut;
Bagi umat Hindu di Bali pergantian Tahun saka selalu dimulai sesudah Tilem ke sanga (IX), sehingga Hari Raya Nyepi merupakan Hari Raya Tahun Baru Saka. Kata saka dalam bahasa sansekerta yang artinya tarich/ tahun. Tarich atau Tahun saka kita di Indonesia selalu dimulai setelah bulan mati (Tilem) ke IX, yaitu sekita bulan Maret tarich masehi. Mengapa demikian dan mengapa bukan setelah bulan mati  ke XII saja?.
Mengenai hal tersebut, disebabkan karena  masyarakat Hindu di Bali khususnya, memiliki keyakinan terhadap makna suatu angka. Angka 9 adalah angka yang tertinggi, sedangkan angka 10, 11, dan seterusnya adalah pengulangan angka kembali. Angka 9 tersebut sangat dihormati dalam hubungannya dengan  Dewa-Dewa yang menguasai ke-9 arah penjuru alam, yang disebut Dewata Nawa Sanga.  Selain itu, angka 9 juga merupakan angka ajaib mistik, sebab dalam perkalian menunjukkan suatu keistimewaan tersendiri  dibandingkan dengan angka lainnya. Keistimewaan tersebut  dapat dilihat , jika angka 9 dikalikan dengan angka berapa saja (kecuali dalam pecahan atau 0 ), maka hasil kalinya bila dijumlahkan akan berjumlah 9.(Jelantik,2009: 171-172). Berikut adalah contoh perkaliannya;
9 x 3 = 27 => 2 + 7 = 9
9 x 5 = 45 => 4 + 5 = 9
9 x 7 = 63 => 6 + 3 = 9

Perkalian dengan angka lain
5 x 5 = 25 => 2 + 5 = 7
8 x 7 = 54 => 5 + 4 = 9
8 x 8 = 64 => 6 + 4 = 10  (Putra,1974;29)

4.        Seminar Kesatuan Tapsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu tentang Hari Raya Nyepi (1988)
Hari Raya Nyepi adalah perayaan hari Tahun Baru Saka yang jatuh pada penanggal apisan sasih kadasa (eka sukla paksa waisak) sehari setelah tilem kesanga (Panca Dasi Krsa Paksa Chaitra). (Pemda Bali, 1999/2000: 95)
Mengenai Tahun Baru Saka, mulai diresmikan pada penobatan Raja Kaniska dari Dinasti Kushana pada Tahun 78 Masehi.
Pengguanaan Tahun Saka di Indonesia, berdasarkan prasasti pada zaman dahulu hanya dikenal Tahun saka saja. Berdasarkan kitab Negara Kertagama, pada jaman Majapahit, pergantian tahun saka (bulan chaitra ke waisakha) dirayakan secara nasional.
Sesuai dengan penjelasan dari sumber-sumber tersebut didepan, maka Hari Raya Nyepi adalah hari untuk merayakan Tahun Baru saka yang dilaksanakan setelah tilem kesanga. Bukan saja dirayakan oleh umat Hindu di Bali, namun seluruh umat Hindu di Indonesia wajib melaksanakannya sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.



2.2    Sejarah Tahun baru Saka

Penggunaan Tahun Baru saka diresmikan pada waktu penobatan Raja kaniska I di india dan perkembangan selanjutnya sampai ke Indonesia adalah sebagai berikut:

a.         Penobatan Raja Kaniska I di India

Suku- suku yang mendiami daerah yang sangat luas di Asia Selatan sangatlah banyak jumlahnya. Suku- suku bangsa itu dilanda oleh permusuhan yang tiada hentinya. Suku-suku bangsa itu antara lain; Saka(Scythia), Pahlawa(Partha), Yawana dan Makawa. Mereka sangat berambisi dan ingin menundukkan satu dan yang lain. mereka silih berganti  menguasai daerah yang membentang di Asia Selatan itu bahkan sampai ke Asia Tengah diantaranya; Persia, Lembah Sungai Sindhu, Iran Selatan, Kasmir, India Utara, dan India Barat yang terkenal dengan daerah sangat subur.
Sekitar tahun 248 sebelum masehi, suku bangsa Pahlawa unggul dalam peperangan dan menaklukan bangsa Yawana dan Saka. Pada masa berikutnya, bangsa Saka unggul terhadap bangsa Yueh-chi. Bangsa saka harus berhadapan kembali dengan  suku bangsa Pahlawa dan di sekitar 138 sampai 12 sebelum masehi, suku bangsa Saka mengalami masa jaya digjaya. Suku-suku bangsa Saka adalah suku bangsa pengembara yang terkenal ramah dan riang dalam menghadapi segala tantangan hidup.
Peperangan antara suku bangsa terus berlangsung dan berkepanjangan. Suku bangsa saka kini gilirannya terdesak dikalahkan oleh suku bangsa lain. menyadari hal ini, suku bangsa Saka yang terdiri dari beberapa kelompok, diantaranya; saka Tigrakhauda, Saka Humawarga, dan Saka Taradaraya mengubah arah perjuangannya dari perjuangan politik dan militer untuk merebut kekuasaan  menjadi perjuangan di bidang kebudayaan. Hal ini menyebabkan Suku bangsa Saka dengan kebudayaannya itu benar-benar memasyarakat.
Tahun 125 sebelum masehi, Dinasti Kusuna dari bangsa Yueh-chi memegang tampak kekuasaan. Nampaknya dinasti Kusuna terketuk hatinya oleh perubahan arah perjuangan suku bangsa Saka. Kekuasaan yang dipegangnya tidak dipakai untuk menindas musuhnya melainkan untuk merangkul semua bekas musuhnya dan suku-suku bangsa yang lain yang ada di India itu serta  mengambil puncak kebudayaan dan suku-suku  itu seperti pakaian adat/ daerah kesenian dan lain-lain dipersatukan menjadi kebudayaan Negara(Kerajaan).
Pada tahun 78 masehi, seorang dari Dinasti Kusa bernama Raja Kaniska I naik tahta kerajaan. Raja ini sangat bijaksana bahkan  pada hari minggu tanggal 21 Maret 79, Purnama Waisaka kebetulan hari itu gerhana bulan menetapkan panchanga atau kalender sistem Saka untuk mengenang kejayaan dan hari penobatannya. Sejak saat itulah ditetapkan perayaan tahun saka.
Diresmikannya tahun saka Kaniska I merupakan tonggak sejarah yang menutup permusuhan antar bangsa di India sebelumnya. Semenjak saat itu bangkitlah toleransi antar suku bahkan juga toleransi antar agama. Hal ini dibuktikan dari Raja Kaniska I yang beragama Hindu, memperhatikan kehidupan dan perkembangan agama Buddha.
Kemasyuran Raja Kaniska I ini ditandai oleh kebijaksanaan dan kearifan politik dan pelaksanaan pemerintahan.  Baginda Raja tidak saja menyelenggarakan siding-sidang kabinet demi kelancaran pemerintahan Negara, tetapi juga mendorong terselenggaranya Mahasabha (Sidang Raya), atau Pesamuan agung Keagamaan, baik untuk agama Hindu maupun agama Buddha demi memelihara kerukunan dan toleransi hidup beragama.
 Janam Kaniska yang dimulai sejak naik tahta pada 78 masehi , telah berhasil mewujudkan stabilitas nasional dan keamanan di bidang politik serta kokohnya toleransi dan kerukunan  hidup diantara umat beragama Hindu dan Buddha. Kemajuan yang telah berhasil diwujudkan itu  telah mengantarkan dinasti Kaniska I pada masa kejayaan.  Hel itu dibuktikan pula dengan adanya hubungan diplomatic dengan negara-negara luar, seperti: Yunani, Cina, dan India bagian selatan.
Demikian abad Dinasti Kusana dibawah pemerintahan Raja Kaniska I yang telah membuka jalan bagi kemajuan perkembangan kebudayaan dan agama sehingga India menjadi salah satu pusat agama dan peradaban manusia di seluruh dunia.
Kaniska telah membuka pintu India selebar-lebarnya bagi negara- negara di Asia Tengah, asia Timur jauh, dan Asia tenggara termasuk Indonesia untuk perkembangan peradaban kebudayaan dan agama.
Sejak ditetapkannya tahun saka oleh Raja Kaniska I, tahun ini kemudian dipakai pula sampai ke India Utara, yang sebelumnya masyarakat memekai tahun candra, demikian pula di India Timur bahkan terus berkembang sampai ke Nusantara (Bali). Sejak saat itu terjadilah pembauran perhitungan tahun, antara tahun saka (Yang memakai perhitungan Surya) dengan tahun yang memakai perhitungan candra yang lazim disebut Luni-solar Sistem.

b.                  Penggunaan Tahun Saka di India

Di india terdapat bermacam-macam tahun, diantaranya; Tahun Saka, Tahun Wikramaditya, Tahun Harsa, Tahun Wikram Samwat (Malawa)Tahun Malayalam(Kollam) dll.
Adapun nama-nama bulan Tahun saka yang ditetapkan Raja Kaniska I pada 21 Maret 79 adalah;
1)        Chitirai = Mesha = Waisaka = Kadasa (Bali)
2)        Waikasi = Wrisabha =Jyestha = Jyesta (Bali)
3)        Ani = Mithunam = Ashadha = Sada (Bali)
4)        Adi = Kardakam = Badrapada = Srwana = Kasa (Bali)
5)        Aippsi = Simham = Badrapada = Karo (Bali)
6)        Purattasi = Kanni = Aswina = katiga (Bali)
7)        Aippasi =Tulam = Kartika = Kapat (Bali)
8)        Kartigai = Wrischikan = Margasira = Kalima (Bali)
9)        Margali = Dhanu = Pausha = Kanem (Bali)
10)    Tai = Makaram = Magha = kapitu (Bali)
11)    Masi = Kumbham = Phalguna = Kaula (Bali)
12)    Panguni = Minam = Chaitra = Kasanga (Bali)

Sejak tahun 1958 pemerintah India menetapkan tahun saka sebagai tahun nasional India, dengan nama bulan dan umurnya seperti berikut:
1)        Chaitra umurnya 30 hari (22 Maret s/d 20 April)
2)        Waisakha umurnya 31 hari (21 April s/d 21 Mei)
3)        Jyestha umurnya 31 hari (22 Mei s/d Juni)
4)        Ashadha umurnya 31 hari (22 Juni s/d 22 Juli)
5)        Srawana umurnya 31 hari (22 Juli s/d 22 agustus)
6)        Bhadrapada umurnya 31 hari (23 Agustus s/d 22 September)
7)        Aswina umurnya 30 hari (23 September s/d 22 Oktober)
8)        Kartika umurnya 30 hari (23 Oktober s/d 21 november)
9)        Agrahayana umurnya 30 hari (22 November s/d 21 Desember)
10)    Pausha umurnya 30 hari (22 Desember s/d 20 Januari)
11)    Magha umurnya 39 hari (21 Januari s/d 19 februari)
12)    Phalguna umurnya 30 hari (20 Februari s/s maret)

Tahun Nasional India ini cukup lama memakan waktu untuk memasyarakat,  hal ini dapat kita maklumi karena Republik India sekarang berawal dari banyak bekas kerajaan besar dan kecil, yang masing-masing kerajaan itu mempunyai tahun sendiri-sendiri.
Karena  luasnya wilayah  dan beragamnya tahun di India, walaupun telah memiliki  tahun nasional, ternyata masyarakat tidak serentak  merayakan  tahun saka itu, kini tahun baru saka dirayaka tiga kali dalam setahun, yaitu:
1)      Tahun Baru Nasional India (Saka) setiap tanggal 22 Maret;
2)      Penganut Solar System (Meshadi) dengan purnimanta merayakan Tahun Baru Saka yang bertepatan dengan purnama;
3)      Penganut Lunni-Solar system pada tiap-tiap chaitra amawasya (Tilem Chaitra/ Kesanga) umumnya jatuh pada bulan  Maret, bagi para penganut Chaitradi.

Dengan demikian tahun Wikram Samwat (Malawa) juga tiga kali setahun merayakan tahun baru mereka, yaitu:
1)   Purnama Waisakha (April) di wilayah Gujarat;
2)   Tilem Chaitra;
3)   Amawasya/Tilem Kartika (Oktober) di wilayah Gujarat.

Hal yang mirip juga terjadi pada tahun Malayalam (Kollam). Tahun baru Malayalam dirayakan 2 kali dalam setahun, yaitu:
1)   Tanggal 1 Simham (Singa) jatuh rata-rata pada 17 Agustus, dirayakan di wilayah Malabar selatan;
2)   Tanggal 1 Kunni (Kaniya) jatuh pada pertengahan September, dirayakan di wilayah Malabar Utara.

Berdasarkan uraian diatas, ternyata 4 macam cara menghitung tahun Baru Saka, Yaitu:
1)   Tahun Nasional India berdasarkan rasi dengan penyesuaian zodiac barat, perubahan bulannya sekitar tanggal 20, 21, 22, bulan masehi.
2)   Local/ Tradisional India, berdasarkan Rasi, perubahan bulannya sekitar tanggal 13,14,15 dan 16 bulan masehi.
3)   Luni Solar Amanda (Amawasanta) sistem perubahan bulan pada tilem ke tilem (bulan mati)
4)   Luni Solar Purnimanta Sistem, perubahan bulannya pada purnama ke purnama.
Umat Hindu di Indonesia menganut sistem 1 dan 3 di atas dan pada sistem nomor 3 nama bulan kadang-kadang kurang serasi, disebabkan cara penempatan Malamasa. Di Indonesia (Bali) penempatan Malamasa pada bulan Jyesta Asadha, sedang di India tidak demikian karena berpedoman dengan limit waktu.

c.                   Tahun Saka Zaman Kejayaan Nusantara

Sepanjang sejarah dari ratusan prasasti yang dijumpai,  sejak penggunaan tahun saka tertua sampai akhir Majapahit prasasti-prasasti itu selalu  mempergunakan tahun saka. Tiada bukti apapun yang menunjukkan adanya penggunaan tahun selain tahun saka di Indonesia. Di lain hal agama Hindu yang masuk ke Indonesia melalui berbagai daerah di India, bahkan ada yang lewat kamboja, ataupun Malaya (Ligor)
Dari berbagai data efisgrafis yang ada menunjukkan bahwa penggunaan tahun saka di Indonesia khususnya jaman kejayaan nusantara sesungguhnya sudah sangat memasyarakat/membudaya. Di samping itu berdasarkan tradisi, khususnya di jawa dan Bali dijumpai pula tokoh Aji Saka yang disebut-sebut sebagai seorang yang menyebarkan agama Hindu ke Indonesia melalui pengajaran huruf-huruf (aksara) yang kita kenal (Aksara Jawa dan Bali). Siapakah Aji Saka ?
Berdasarkan huruf-huruf yang diajarkan itu, sumbernya adalah satu, yaitu huruf Dewanagari. Ada pendapat yang menyatakan bahwa aji Saka datang ke Indonesia, ketika masa kejayaan pemerintahan Raja Kaniska I yang pada masa itu penggunaan tahun saka sangat popular di India. Ia diduga seorang sanyasin yang melaksanakan Dharma Yatra ke Indonesia dan menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Ia seorang Dharma Duta yang sangat berjasa bagi bangsa Indonesia.
Dari peninggalan yang ada, yakni kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Rakawi Prapanca diuraikan sepintas tentang perayaan Chaitra yaitu upacara phalguna. Upacara phalguna dilaksanakan pada akhir bulan (mulai paro petang ke 14) dan perayaan chaitra  dilaksanakan mulai tanggal 1 sampai tanggal 3.
Pada perayaan chaitra tanggal 1 chaitra dibacakan dibacakan Kitab Rajakapakapa (Semacam undang-undang Dasar Negara Nusantara Majapahit). Keterangan tentang perayaan chaitra ini diuraikan dalam pupuh LXXXV sampai dengan pupuh XCIII?., Kitab Negara Kertagama. Di samping itu pada bagian akhir dari kekawini ini, Rakawi Prapanca (pupuh XCIV) menyatakan sedang mengerjakan empat buah kekawin, masing-masing: Tahun Saka, Lambang, Bhismacarana, dan Sugataparwa.disebutkan pula dalam kekawin: Lambang dan Tahun Saka masih akan dilanjutkan penyusunannya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, perayaaan bulan chaitra serta kekawin tahun saka yang sedang disusun oleh Prapanca menunjukkan adanya perayaan tahun baru saka.
Di Bali perayaan Tahun Baru Saka yang popular disebut Hari Raya Nyepi yang bersumber pada dua buah naskah /lontar yakni Sundarigama dan Swamandala, disamping tradisi turun temurun. Tidak kalah pentingnya dan pada akhirnya peranan PHDI sebagai majelis tertinggi umat Hindu di Indonesia memberikan tuntunan, pengarahan, pembinaan terhadap umat Hindu di Indonesia.

d.                  Tahun Baru Saka di Indonesia

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia,para tokoh umat Hindu baik dari kalangan tua maupun muda berkumpul untuk membicarakan penataan kehidupan umat Hindu di Indonesia. Pertemuan berupa Pesamuan agung  diselenggarakan di Aula Fakultas Sastra Universitas Udayana tanggal 21 s/d 22 Februari 1959. Pada pertemuan ini sepakat membentuk  Parisada Hindu Dharma. Pertemuan ini berkelanjutan sampai diadakannya Dharma Asrama di Champuan Ubud pada tanggal 17 s/d 23 November 1959. Dalam pertemuan ini, salah satu keputusannya adalah menetapkan hari raya tahun baru saka  yang disebut Hari raya Nyepi.
Parisada Hindu Dharma  dalam berbagai keputusannya, baik keputusan Mahasabha maupun Pesamuan Agung selslu memperjuangkan Hari Raya Nyepi, Tahun Baru Saka dapat diakui oleh pemerintah sebagai hari libur nasional. Perjuangan ini tidak lain adalah agar umat Hindu di seluruh Indonesia dapat melaksanakan upacara hari raya Nyepi sebaik-baiknya. Pada hari Rabu Kliwon, Wuku Ugu tanggal 19 Januari 1983, Presiden Soeharto mengeluarkan keputusan Presiden No.3 Tahun 1983 yang menyatakan bahwa hari Raya Nyepi sebagai Libur Nasional. Keputusan Presiden ini seakan-akan hadiah tahun baru bagi umat Hindu di Indonesia.
Tahun baru saka di Indonesia dirayakan tanggal 1 bulan Waisakha dengan Pati agni, yang sebelumnya pada Pancadasi Krsnapada Chaitra masa (hari Tilem bulan Chaitra) dilaksanakan upacara Tawur Agung Kasanga, Upacara Bhuta Yajna yang dilaksanakan setiah setahun sekali.perayaan tahun baru saka di Indonesia mempergunakan perhitungan Luni-solar System, perpaduan antara Suryapramana dengan Candrapramana.
Dilaksanakannya upacara Tawur ini pada hari Tilem Chaitra sesuai pula dengan yang termuat dalam lontar Sang Hyang Aji Swamandala yang menyatakan : Muah yang tawur kunang haywa angelaning pamargi ring tilem bulan chaitra, yang terjemahannya : bila melaksanakan Tawur, hendaknya janganlah mencari hari lain, selain tilem bulan chaitra. Demikian pula tahun baru dirayakan pada tanggal 1 Waisakha yakni saat matahari menuju garis Dewayana, yakni waktu yang baik untuk mendekatkan diri kepada Sang Hyang Widhi, saat itu pula musim hujan telah mulai reda.



2.3    Tujuan Hari Raya Nyepi

Sebelum membahas tentang tujuan hari raya Nyepi, terlebih dahulu perlu diketahui pula makna daripada rangkaian upacara yang diselenggarakan sebelum Nyepi, yaitu upacara melasti dan Tawur Kesanga.
Adapun tujuan dari melasti  dijelaskan pula dalam sumber-sumber berikut ini:
1.         Lontar Sang Hyang Aji Swamandala
“…. Anganyutakan laraning jagat, paklesa letehing bhuana….”
Artinya:
….melenyapkan penderitaan masyarakat, melepaskan kepapaan dan kekotoran alam…
2.         Lontar Sundari Gama
“…. Atari chaitra tekaning tilem, ika pesucianing prawatek dewata kabeh, hana ring telening samudra, amet sarining amertha kamandalu, matangian wenang manusia kabeh angatura prakerti ring prawatek dewata.”
Terjemahannya:
…. Pada hari bulan chaitra, merupakan hari pensucian para dewata semua, mengambil air kehidupan yang di tengah-tengah samudera, oleh karena itu patutlah semua manusia/ umat Hindu melakukan persembahan kepada para dewa.
3.         Dalam kitab pedoman Hari raya Nyepi dijelaskan bahwa upacara melasti bertujuan untuk mensucikan arca, Pratima, Nyasa atau Pralingga yang terbuat dari permata, kepingan emas/ pripih, kayu dan sebagainya. Arca, Pratima, Nyasa atau Pralingga tersebut bermacam-macam bentuknya seperti arca Brahma, Arca Wisnu, Arca Siwa, Ganapati dan sebagainya. Kesemuanya itu merupakan media untuk memusatkan pikiran dalam rangka memuja Sang Hyang Widhi, Dewa-Dewi, Batara-Batari, dan roh suci leluhur.

Berdasarkan dari sumber tersebut di depan, maka upacara melasti bertujuan untuk menyucikan bhuwana alit (diri sendiri) dan bhuwana agung (alam semesta), serta arca pratima dan pralingga sebagai istana dari Sang Hyang Widhi/ manifestasinya, selanjutnya mohon tittha amertha agar mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan dalam hidup.
Setelah melaksanakan upacara Melasti barulah melaksanakan upacara Tawur kasanga sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada  beberapa sumber  antara lain:
1.        Lontar Aji Kasanu
“…. Rring tileming sasih kasanga patut maprakerti caru tawur wastanya…”
Artinya:
… pada Tilem bulan/ sasih kasanga, patut mengadakan upacara Bhuta Yajna yang disebut tawur.
2.        Lontar Sundari Gama
“…. Ri prawaning Tilem Kasanga agar melaksanakan upacara Bhuta Yajna/ Tawur Kasanga di perempatan jalan/ desa…”
3.        Pelaksanaan  Bhuta Yajna, disebutkan dalam Agastya Parwa
“…. Bhuta Yajna angaranya tawur kapujaning tuwuh…”
Artinya:
Bhuta Yajna adalah upacara Tawur untuk kesejahteraan makhluk.
4.        Buku Cudamani menyebutkan tujuan bhuta Yajna adalah untuk menetralisir kekuatan-kekuatan alam, agar perpustakaan alam ini tidak goncang.  Sebenarnya dalam kehidupan ini manusia terlalu banyak memohon kehadapan ida sang Hyang Widhi agar selamat dan sejahtera. Secara lahiriah, manusia terlalu banyak meminta, memohon dan hanya sedikit memberi/mempersembahkan.  Berdasarkan hal tersebut, maka sudah sewajarnya kita menyampaikan rasa terimaksaih dalam bentuk ritual yang disebut caru, agar tercapai keseimbangan alam dan keharmonisan alam beserta isinya. Untuk menetralisir kekuatan alam, agar bergerak seimbang, sehingga terwujudlah kelestarian alam dan keselamatan serta kesejahteraan semua makhluk hidup di dunia ini.

Tujuan Brata Khususnya Brata yang dilaksanakan pada hari Raya Nyepi dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.        Untuk mensucikan diri lahir dan bathin. Usaha mensucikan diri dalam wujud lahiriah adalah mandi, memakai sabun dan mengenakan pakaian yang bersih, sedangkan mensucikan diri yang  bersifat bathiniah pada hal-hal yang baik, serta memuja keagungannya
2.        Untuk melaksanakan Yajna dan Bhakti, secara sekala (Nyata), Yajna kita laksanakan melalui persembahan upakara dan sebelum hari raya nyepi. Sedangkan secara Niskala (abstrak) kita wujudkan melalui tapa, brata, yoga dan Samadhi.
3.        Untuk melaksanakan amulet sarira (Introspeksi) yakni menilai kembali perbuatan atau keberhasilan dan kegagalan kita dimasa yang lalu. Segala hal yang baik dan benar perlu dilestarikan dan dikembangkan,sedangkan segala kesalahan dan keburukan patut dihindarkan
4.        Untuk merencanakan program kerja atau langkah selanjutnya sesuai dengan budi pekerti yang merupakan pancaran dari Sang Hyang Atma yang berstana dalam diri pribadi.

Dengan melaksanakan Brata Hari raya Nyepi diharapkan seseorang dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya, jasmani maupun rohani.  Sehari setelah hari raya Nyepi disebut Ngembak Geni, yang berarti ngelebar brata dan dilanjutkan dengan Dharma Santi, yaitu saling memaafkan, sebagai tanda terjalinnya hubungan yang harmonis.




2.4    Pelaksanaan Hari Raya Nyepi
a)      Upacara Melasti
Dilaksanakan tiga atau sehari sebelum Nyepi, sebagai upacara awal adalah mengahturkan sesajen di Pura Puseh, Desa, Dalem serta Pura-pura yang menjadi milik Desa, mempermaklumkan memohon kehadapan Dewa-dewi dan Bhatara-Bhatari agar berkenaan, bahwa beliau akan di stanakan di Bale agung, atau tempat yang telah ditentukan. Setelah semuanya berkumpul, para pemangku mengahturkan sesajen, selanjutnya memohon agar Dewa-Dewi dan Bhatara-Bhatari yang merupakan sinar suci dari Sang Hyang Widhi berkenan di iringkan ke laut/ sumber air yang suci untuk menghanyutkan malaning jagat/ kekotoran alam dan memohon Tirtha amertha.
Sesampainya di tempat melasti,  lalu menghaturkan sesajen dilanjutkan dengan nunas tirtha penglukatan ke hadapan Dewi Gangga, dan Tirtha amertha  ke hadapan Sang Hyang Baruna. Tirtha penglukatan tersebut diciptakan terlebih dahulu pada arca, pratima, pralingga serta semua perangkat upacara dan kepada semua masyarakat yang ikut dalam upacara ini, kemudian setelah selesai sembahyang barulah mohon Tirtha Amertha.
Setelah upacara berakhir, kemudian kembali menuju Pura bale agung, sang Hyang Widhi Wasa, Dewa-dewi, Bhatara-Bhatari dimohon untuk berstana di pura Bale Agung yang secara simbolis menstanakan arca, Pratima, Nyasa, atau PralinggaNya. Selama bersthana yang disebut juga nyejer, umat Hindu wajib mempersembahkan sesajen yang disebut prani dan Nunas Tirta Amertha untuk  kesejahteraan diri sendiri dan alam lingkungan. Upacara nyejer ini berlangsung sampai diadakan upacara Bhuta Yajna/ Tawur Kasanga, denganmaksud upacara tersebut disaksikan oleh Ida Sang Hyang Widhi.
Upakara-upakara/banten yang dipersembahkan pada rangkaian upacara Melasti adalah sebagai berikut:
1)        Di kahyangan masing-masing untuk nguntab/ menurunkan Pratima serta pralingga, menghaturkan; penyucian/pengresikan, ajuman dan segehan. Pratima dan pralingga tersebut diusung untuk bersama-sama distanakan di Bale agung/ suatu pura yang telah ditentukan sampai saat hari melasti. Di Bale Agung (setelah semua parum) dihaturkan pula sesajen seperti penyucian.
2)        Uapacara di tempat melasti
Suci dua soroh beserta reruntutannya, banten hidangan, pengulapan pengambeyan, peras, penyeneng dan segehan. (Banten suci dihaturkan ke hadapan Ida Sang Hyang Baruna untuk memohon sarining bhuwana/ tirtha amertha) bila upakara dilakukan di laut, danau, atau sungai, maka satu soroh suci beserta reruntutannya ditenggelamkan terlebih dahulu sebelum mengambil/ mohon tirtha.
3)        Banten beserta runtutannya dihaturkan  kehadapan Gangga Dewi untuk memohon Tirtha Penglukatan/pembersihan, baik untuk praline, pralingga, jumpana, bangunan suci, alat-alat upacara serta anggota masyarakat.
4)        Upacara di bale agung setelah kembali dari melasti.
Di depan pura menghaturkan segehan agung atau pemedak sesuai dengan  desa kala patra. Selanjutnya pratima serta pralingga Ida batara distanakan di Bale Agung atau suatu pura, dipersembahkan pedatengan/pedapetan sesuai dengan loka dresta. Mulai saat itu sampai keesokan harinya, masing-masing keluarga menghaturkan perani berupa sesajen yang terdiri dari ; nasi, lauk pauk, jajan, buah-buahan, canang wangi-wangian, atau sesuai dengan kemampuan seseorang (Mas Putra, 1993: 81,82,83,84)

b)     Upacara Tawur Kasanga
Dilaksanakan tepat pada hari Tilem Chaitra yaitu sehari sebelum upacara Nyepi. Dilaksanakannya Tawur ini disesuaikan dengan tingkatan namanya yaitu berdasarkan tingkatan wilayah.
1.         Tingkat Propinsi
Tawur Agung dilengkapi dengan sesayut prayascitagumi dan sesayut Dirgayusa Gumi, beserta perlengkapannya. Pelaksanaannya bertempat di catuspata/persimpangan.
2.    Tingkat Kabupaten
Tawur bernama Panca Kelud yaitu mempergunakan 5 ekor ayam (5 warna sesuai penginderaan) ditambah itik belang kalung 1 ekor, asu bangbungkem 1 ekor, beserta perlengkapanya. Tempat pelaksanaannya di catuspata/ persimpangan.
3.    Tingkat Kecamatan
Tawur ini bernama Panca sata, yaitu mempergunakan 5 ekor ayam(5 warna) warna penginderaan ditambah 1 ekor itik belang kalung beserta perlengkapannya. Tempat pelaksanaannya di catuspata/ persimpangan.
4.    Tingkat desa
Tawur ini bernama Panca sata, yaitu mempergunakan 5 ekor ayam(5 warna) warna penginderaan ditambah 1 ekor itik belang kalung beserta perlengkapannya. Tempat pelaksanaannya di catuspata, di jaba depan Bale Agung/Desa.
5.    Tingkat Banjar
Tawur disebut Ekasata yaitu seekor ayam brumbun, diolah menjadi 33 tanding (urip bhuwana), genap dengan perlengkapannya. Tempat pelaksanaannya di catus pataning banjar/ di depan bale banjar.
6.    Di rumah masing-masing
a)      Di Merajan/Sanggah
Menghaturkan peras, ajuman, daksina, katipat kelanan, canang lengewangi buratwangi, nunas tirta dan bija beras kuning.
b)      Di halaman Merajan/Sanggah
Menghaturkan segehan nasi cacah 108 tanding,  berisi ulam jejeron mentah, segehan agung asoroh, denga tetabuhan arak, berem, tuak air tawar, diharuskan/ngeyat ke hadapan Sang Bhuta Kala, dan sang Kala Bela.
c)      Di jabaan(pintu masuk halaman rumah)
Mendirikan/nancep sanggah cucuk dan mengunggahang banten daksina, peras, penyeneng, ajuman banten danaan tumpeng ketan, sesayut, jangan-janganan/lauk-pauk, kacang ranti, dan kacang panjang. Pada sanggah cucuk digantungkan ketipat kelanan, canang dan cambeng yang berisi tuwak, arak, berem dan air bersih. Dibawahnya mengahturkan:
-          Segehan agung 1 soroh
-          Segehan manca warna 9 tanding berisi olahan ayam berumbun dan tetaburan arak, berem, tuwak dan air
-          Dihaturkan ke haapan Sang Bhutaraja dan Sang kalaraja
-          Pada waktu menghaturkan banten, baik di merajan, di halaman rumah maupun di muka pintu masuk pekarangan, dilengkapi dengan tirta air tawur yang diperoleh dari propinsi/kabupaten/kecamatan/atau banjar (Mas Putra 1993,85-87)

Setelah menghaturkan upakara/sesajen, dilanjutkan dengan ngerupuk, yaitu berkeliling di halaman rumah membawa obor, bunyi-bunyian, disertai dengan menaburkan nasi tawur, menyemburkan mesui, berakhir di pintu masuk pekarangan dan perlengkapan upakara ditaruh di sana. Maksud dari upakara ngrupuk ini adalah untuk memanggil para bhutakala, agar menikmati upacara korban/tawur, setelah itu diharapkan tidak mengganggu kehidupan manusia.
Selesai melaksanakan upacara ngrupuk, semua anggota keluarga mabyakala dan maprayascita, serta natab sesayut lara melaraden, kecuali yang belum tanggal gigi sebagai pensucian terhadap diri sendiri. sehari setelah tawur kasanga, yaitu pananggal apisan sasih kadasa adalah hari raya nyepi/ perayaan tahun baru saka, yang disambut dengan melakukan tapa, brata, yoga, Samadhi, sesuai dengan catur brata penyepian yaitu:
1)             Amati Geni
Secara lahiriah tidak menyalakan api, baik siang atau malam, tidak memasak, serta tidak menyalakan lampu penerangan.  Sedangkan secara batin dimaksudkan untuk meredakan nafsu yang mengarah pada hal-hal yang bersifat negative ; Sad Ripu, Sad Atatayi, Sapta Timira, dan sejenisnya.
2)             Amati Karya
Berarti tidak melakukan kerja fisik sebagai upaya untuk melaksanakan tapa,brata, yoga dan Samadhi. Sedangkan secara batin, berusaha menghubungkan  diri dengan Tuhan,  berusaha untuk menghentikan kegiatan jasmani dengan menghentikan kegiatan jasmani dengan merenung dan menghitung-hitung perbuatan dimasa lampau,  seberapa yang masih perlu diperbaiki, karena kesempatan hidup yang diperoleh justru patut digunakan untuk menolong diri dengan jalan berbuat baik.
3)             Amati Lelanguan
Kata langu berarti asyik, indah mulia. Berarti amati lelanguan adalah tidak menikmati  keindahan atau sesuatu yang mengasyikan seperti hiburan music, lagu, tari, film, dll. Pikiran harus dipusatkan untuk menenangkan keagunganNya, untuk introspeksi dan mendengar suara alam tanpa aktivitas manusia.
4)             Amati Lelungan
Kata lungan berarti pergi atau bepergian. Ini dimaksudkan agar tidak bepergian kemanapun. Menyediakan wakru untuk upaya mendukung kegiatan tapa, yoga, Samadhi.

Sarana dan suasana penunjang
Melaksanakan brata Nyepi bagi mereka yang tinggal di kota dengan kondisi umat beragama yang heterogen tentu tidak akan sepenuhnya mendukung suasana Hari Raya Nyepi. Bagi mereka dapat melaksanakannya di pura. Brat nyepi tersebut dimulai saat matahari terbit sampai matahari terbit keesokan harinya. Pada saat berakhirnya brata penyepian itu, disebut Ngembak geni, artinya mengakhiri pelaksanaan catur brata penyepian, dilanjutkan dengan pelaksanaan Dharma Santhi yang bermakna saling memaafkan dengan saling kunjung mengunjungi.

2.5    Makna Filosofis Hari Raya Nyepi
Mengenai makna filosofis Nyepi, maka perlu dikaji dari rangkaian upacar Nyepi seperti berikut ini:
1.         Melasti
Bertujuan untuk melenyapkan kekotoran baik Bhuwana Agung maupun Bhuwana Alit. Kekotoran dan kepapaan dalam Bhuwana Alit dilebur dengan mentucikan pikiran, perkataan, dan perbuatan dengan tirta penglukatan dan tirta amerta, sedangkan penyucian bhuwana agung diwujudkan dengan menyucikan Arca, Pralina, Pralingga secara spiritual dengan memercikan tirta penglukatan dan Tirta amerta.
2.         Tawur Kasanga
Tujuannya adalah menyucikan dan menyeimbangkan alam semesta dengan menetralisir kekuatan-kekuatan alam, yang dipimpin oleh sulinggih, memohonTirta Tawur untuk melebur malaning Bhumi. Untuk mencapai keseimbangan Bhuwana agung dan Bhuwana alit diadakan pengembalian terhadap apa yang pernah diambil yang diwujudkan secara simbolis dengan menaburkan nasi tawur, sehingga tercapainya keharmonisan dan kesejahteraan hidup.
3.         Catur Brata Penyepian
-          Amati Geni berarti tidak menyalakan api, makna yang lebih dalam adalah pengendalian hawa nafsu
-          Amati Karya berarti tidak bekerja secara jasmani, namun harus meningkatkan kesucian rohani.
-          Amati Lelungan berarti tidak keluar rumah tetapi harus mawas diri.
-          Amati Lelanguan berarti tidak menuruti kesenangan duniawi, hendaknya lebih meningkatkan pemusatan pikiran ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.



4.         Ngembak Geni
Berarti melepaskan brata, dilanjutkan dengan melaksanakan Dharma santi, yang bermakna untuk mewujudkan kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.



























BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Hari Raya Nyepi adalah hari untuk merayakan Tahun Baru saka yang dilaksanakan setelah tilem kesanga. Bukan saja dirayakan oleh umat Hindu di Bali, namun seluruh umat Hindu di Indonesia wajib melaksanakannya sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
Mengenai Tahun Baru Saka, mulai diresmikan pada penobatan Raja Kaniska dari Dinasti Kushana pada Tahun 78 Masehi.Pengguanaan Tahun Saka di Indonesia, berdasarkan prasasti pada zaman dahulu hanya dikenal Tahun saka saja. Berdasarkan kitab Negara Kertagama, pada jaman Majapahit, pergantian tahun saka (bulan chaitra ke waisakha) dirayakan secara nasional.
Tujuan Brata Khususnya Brata yang dilaksanakan pada hari Raya Nyepi adalah untuk mensucikan diri lahir dan bathin, untuk melaksanakan Yajna dan Bhakti untuk melaksanakan amulet sarira (Introspeksi),  dan untuk merencanakan program kerja atau langkah selanjutnya sesuai dengan budi pekerti yang merupakan pancaran dari Sang Hyang Atma yang berstana dalam diri pribadi.
Pelaksanaan upacara Nyepi diawali dengan Melasti, Tawur Kasanga, Catur Brata Penyepian dan Ngembak Geni. Mengenai makna filosofis Nyepi adalah Melasti untuk melenyapkan kekotoran baik Bhuwana Agung maupun Bhuwana Alit.Tawur Kasanga adalah menyucikan dan menyeimbangkan alam semesta dengan menetralisir kekuatan-kekuatan alam. Catur Brata Penyepian adalah untuk pengendalian hawa nafsu, mawas diri, serta  tidak menuruti kesenangan duniawi, dan terakhir adalah Ngembak Geniyang bermakna untuk mewujudkan kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.






























DAFTAR PUSTAKA


Jelantik, Gde Nyoman.2009.Sanatana Hindu Dharma.Denpasar. Penerbit Widya Dharma
Sutrisna, I Made. 2012. Dasar-Dasar Agama Hindu.Jakarta. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI
Wandri, Ni Wayan. 2008. Acara Agama Hindu. Jakarta. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI



 Acara Agama Hindu. Jakarta. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI





Tidak ada komentar:

Posting Komentar