UPANISAD
BRHAD-ARANYAKA
UPANISAD
BAB
IV Brahmana Kedua- BAB V Brahmana Kedelapan
Dosen Pengampu:
Kadek Hemamalini, S.Pd.H, M.Fil.H
Oleh:
AA Made Dewi
Kartika
I Wayan Aditya
Nugraha
Ketut Deni
Wiryanthari
Putu Sriasih
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA NUSANTARA
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Om swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida sang Hyang
Widi Wasa atas berkat
waranugraha-Nya, makalah mata kuliah Upanisad ini bisa terselesaikan.Tidak lupa
kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan
makalah ini, diantaranya, Ibu Kadek Hemamalini, S.Pd.H, M.Fil.H sebagai dosen
pengampu mata kuliah Upanisad, teman-teman dikelas yang telah memberikan kami
dukungan, dan semua pihak Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta
yang terkait dalam menyediakan sarana dan prasarana guna mempermudah pencarian
literature.
Makalah yang kami buat ini sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga
kritik dan saran bagi pembaca sangat diharapkan guna dijadikan pembelajaran
pada pembuatan makalah yang akan datang. Terima kasih atas partisipasinya
semoga semua isi yang ada dalam makalah dapat bermanfaat bagi bembaca.
Om santi, santi, santi Om.
Jakarta, Mei 2017
Penulis
i
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR
ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah...................................................................... 1
1.3 Tujuan
Penulisan........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 BAB
IV Brhad-aranyaka Upanisad........................................... 3
2.1.1
Brahmana Kedua.......................................................... 3
2.1.2
Brahmana Ketiga.......................................................... 4
2.1.3
Brahmana Keempat....................................................... 9
2.1.4
Brahmana Kelima.......................................................... 10
2.1.5
Brahman keenam........................................................... 12
2.2 BAB
V Brhad-aranyaka Upanisad............................................ 13
2.2.1
Brahmana pertama........................................................ 13
2.2.2
Brahmana Kedua.......................................................... 14
2.2.3
Brahmana Ketiga.......................................................... 15
2.2.4
Brahmana Keempat....................................................... 16
2.2.5
Brahmana Kelima.......................................................... 17
2.2.6
Brahmana Keenam........................................................ 18
2.2.7
Brahmana Ketujuh........................................................ 19
2.2.8
Brahmana Kedelapan.................................................... 19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA
ii
|
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upanisad
merupakan konsep filsafat Hindu dimana,Upanisad sendiri berasal dari kata Upa, ni, dan shad. Upa berarti dekat, ni
berarti di bawah, dan shad berarti
duduk. Jadi, Upanisad berarti duduk dekat, yaitu duduk di dekat seorang guru
untuk menerima ajaran dan pengetahuan yang lebih tinggi. Kitab upanisad
berbentuk dialog antara seorang guru dan muridnya, atau antara seorang Brahmana
dengan Brahmana lainnya.
Upanisad
mengungkapkan hakekat kebenaran yang menjadi dasar segala yang ada, semesta,
dan realitas tertinggi yang diungkapkan secara filosofis sehingga dapat
diterima secara rasional. Pokok ajaran
dari Upanisad adalah tentang Brahman,
Atman, Kosmologi, Eskatologi,
dan Psikologi.
Brhad-aranyaka
Upanisad adalah salah satu bagian dalam Upanisad Utama. Brhad-aranyaka upanisad
yang dianggap sebagai yang terpentingdari semua upanisad, terdiri dari tiga kanda yaitu Madhu kanda yang mengajarkan tentang identitas dasar dari individu
dan atman semesta. Muni kanda
memberikan pembenaran secara falsafah dari ajaran ini, dan Khila kanda yang membicarakan tentang beberapa macam pemujaan dan Samadhi, upasana, yaitu menjawab secara garis besartiga tahap
kehidupan beragama Svarana,
mendengarkan, Manana, pemikiran
logis, dan nididhyasana atau
perenungan. Berdasarkan uraian tersebut, dalam makalah ini, kami akan membahas Brhad-aranyaka Upanisad BAB IV Brahmana Kedua- BAB V Brahmana Kedelapan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa saja pembahasan dalam BAB IV
Brhad-aranyaka Upanisad?
2.
Apa saja pembahasan dalam BAB V
Brhad-aranyaka Upanisad??
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa saja pembahasan
dalam BAB IV Brhad-aranyaka Upanisad;
2.
Untuk mengetahui apa saja pembahasan
dalam BAB V Brhad-aranyaka Upanisad.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 BAB IV Brhad-aranyaka Upanisad
2.1.1
Brahmana
Kedua
1. Mengenai
jiwa
“Janaka,
prabu videha beranjak dari singgahsananya dan mendekat lalu bersabda:‘hormat
untuk anda, yajnavalkya mohon aku di ajarkan.’ Yajnavalkya menjawab ‘sepertin
seseorang yang ingin mengadakan perjalanan yang jauh, Yang Mulia yang
memerlukan kereta atau kapal demikian pulalah pikiran Yang Mulia telah di
lengkapi dengan ajaran-ajaran dari Upanisad, Yang Mulia
di hormati serta di agungkan, Yang Mulia pula telah mempelajari Veda dan
Upanisad. Kemanakah Yang Mulia akan pergi ketika Yang Mulia meninggalkan badan
ini?’ (Janaka menjawab) guruku yang mulia aku tidak mengerti akan hal ini (kata
Yajnavalkya) ‘kalau memang benar begitu, akan ku ajarkan kepada yang mulia
kemana Yang Mulia akan pergi’. ‘ajarkanlah kepadaku, guruku Yang Mulia’. Kata
Prabu Janaka.”
Dalam Brahmana kedua ini menjelaskan tentang Atman
setelah meninggal.Sebelumnya
ada penjelasan edikit tentang proses meninggal itu sendiri. Maharsi Vasistha
menjelaskan (Sivanda, 1997) sebagai berikut.
Karena
penyakit atau usia lanjut, maka tekanan nadinya makin kurang, makin tidak mampu
bernafas, dan menjadi gelisah. Udara yang masuk dan keluar makin berkurang,
hingga berhenti sama sekali. Bernafas berhenti, mengakibatkan pingsan, dan
kemaatian. Semua wasananya, yaitu pikiran-pikiran, keinginan-keinginan,
kesan-kesannya yang telah lalu, di sebut jiwa. Jiwa berada dalam prana (prana
ialah nafas/udara ini lah prana yang pertama dari lima prana, yang di sebut
pancabayu/apana bayu).
Apabila
tubuh sudah meninggal, jiwa yang ada dalam prananya, keluar dari tubuh dan
menjelajahi udara. Udara itu penuh
dengan dengan prana-prana yang ada jiwa didalamnya ketika manusia masih hidup
masing-masing jiwa ini mempunyai pengalaman sendiri-sendiri di dunia. Tetapi
ketika sudah meninggal masing-masing berpotensi. Saya dapat melihat dia.
Setelah iya meninggal, semua Wasananya (bekas pikiran dari tindakan-tindaan
ketika dalam keadaan hidup yang terdahulu), di sebut Pitra (bila yang meninggal
laki-laki ki pitra; bila wanita yang meninggal, di sebut Ni pitra). Mereka
berada dalam dunia preta.
2.1.2
Brahmana
Ketiga
1.
Sinar
manusia adalah Atmannya
“ketika
matahari telah terbenam Yajnavalkya, begitu juga bulan dan api pun serta
vicara, tak terdengar, sinar apakah yang di punyai oleh seseorang yang berada
disini?” ‘Atman sesungguhnya adalah sinarnya’, katanya: ‘sebab dengan Atman
sebagai sinarnya, seseorang duduk, bergerak, melakukan pekerjaanya dan
kembali.’
Dalam mantra ini menjelaskan bahwa atman itu mutlak,
atman itu adalah abadi.
Kata atman
besal dari kata an yang berarti bernafas. Dia adalah nafas dari yang hidup,
jiwa, diri ata oknum yang menjadi inti dari perseorangan. Arman adalah asas
dari hidupnya manusia, yang bersifat kekal dan berbeda dengan tubuh yang maya
ini. Dalam Reg Weda menyatakan bahwa ada sesuatu pada bagian manusia yang tidk
dapat di lahirkan, yang abadi itu lah atman
Na mrtyave-eva tasthe kadacana
Terjemahan:
jiwa tidak bisa dihancurkan (kekal)
( Reg veda X.48.5 )
2.
Macam-macam
keadaan Atman
“Sebenarnya
hanya ada dua keadaan daripada kenyataan ini, yaitu keadaan di dunia ini dan
keadaan di dunia lain. Ada keadaan peralihan yang ketiga, yaitu keadaan tidur
(dan bermimpi). Dengan berdiri pada keadaan peralihan ini, seseorang akan dapat
melihat keluar dunia. Sekarang, apapun jalannya dalam mencapai dunia yang lain
itu, setelah memperoleh jalan itu, seseorang akan melihat baik yang jahat dari
dunia ini dan suka cita dari dunia yang lain. ketika dia pergi tidur, dia
membawa bahan dari kedua dunia ini, dia bisa merobek-robeknya, dia bisa
membangunkannya; dia tidur (Mimpi) dengan sinarnya sendiri, dengan
kecemerlangannya sendiri. Dalam keadaan yang demikian, orang itu menjadi
bercahaya dengan sendirinya.”
Dalam mantra ini menjelaskan keadaan atman saat
tertidur dan saat bermimpi.
Bila atman
itu bukanlah, tubuh munginkah atmn yang bermimpi. Atman sesunguhnya adalah dia
yang bergerak dengan bebas pada saaat mimpi. Sekali lagi kesulitan timbul.
Imdra berkata bah walau pun ini benar bahwa atman yang bermimpi ini tiada di
pengaruhi oleh tubuh, tetapi pada saat mimpi kita bisa merasa bahwa kita di
pukul atau di kejar, kita merasakan penderitaan dan kita menanggis. Kita berang
dalam mimpi, meledak dalam kemarahan, berbuat sesuatu yang bertentangan jahat
dan kejam. Indra berpendapat bahwa atman
tidak lah sama degan kesadaran mimpi. Atman bukanlah gabungan dari semua sikap
mental, bagaimanapun bebasnya berdiri sendiri dia dari kejadian dalam tubuh.
Atman
adalah cahayanya cahaya, dan melalui hal ini sajalah ada cahaya di alam semesta
ini. Dia adalah cahaya abadi. Dia adalah yang tiada hidup dan mati, yang tanpa
gerak ataupun perubahan dan yang masih bertahan ketika lainnya sudah berakhir.
Dia adalah yang melihat bukan objek yang di lihat. Atman adalah keasadaran aksi
yang abadi. Keempat macam keadaan yaitu terjaga, mimpi, tidur dan kesadaran
yang di sinari oleh berdiri pada sisi subjektif dari empat jenis jiwa yaitu.
Waiswanara, yang mengalami benda kasar, Taijasa yang mengalami benda halus,
prajna yang mengalami objetifitas yang tiada terwujud dan Turiya yaitu Atman
Yang maha tinggi. Dengan melihat iswara sebagai prajna, di simpulkan bahwa
budhi maha tinggi yang bersemayam pada keadaan tidur memegang semua benda pada
keadaan yang belum terwuud.
3.
Atman
dalam keadaan tidur nyenyak
“Ini,
sesungguhnya adalah bentuknya, yang terbebas dari keinginan, terbebas dari
kejahatan, terbebas dari ketakutan. Sebagai seorang pria yang berada dalam pelukan
istri tercintanya tidak mengetahui apa yang di dalam dan apa yang di luar,
demikian pula seseorang yang ada dalam pelukan Atman tidak megerti apa yang di
dalam dan apa yang di luar. Itulah sesungguhnya bentuknya, dimana kemauannya terpenuhi, dimana Atmannya
adalah keinginannya, dimana ia tanpa nafsu, terbebas dari kesedihan apapun.”
Dalam mantra tersebut menjelaskan tentang letak dan
bentuk atman pada makhluk hidup. Atman mengikuti segala sesuatu, ia terdiam di dalam lubuk
hati manusia atman daam tubuh manusia di lindungi selubungi oleh beberapa
selubung, yaitu dari luar dan dari dalam. Adapun selubung-selunung itu adalah
annamayakosa (selubung jasmani), pramanamayakos, (selubung nafas), manomayakosa
(selubung alam pikiran), wijnamayakosa (selubug yang berdiri dari kesadaran)
dan anandamayakosa yaitu inti manusia dimana pada bagian ini atman dalam keadaan yang bahagia, semua
selubung itu dapat berubah dan berkembang. Akan tetapi atman adalah subjek yag
tetap ad di antara segala yang berubah. Ia yang melihat, tetapi di atas dan di
belakang sifat. Ia adalah bebas dari dosa, dari umur tua, dari pada maut,
kesusahan, lapar, dahaga, dan lain sebagainya.
4.
Atman
pada saat kematian
“Ketika
badan ini menjadi kurus, karna tua atau karena penyakit, seperti juga buah
mangga membebaskan dirinya dari ikatannya (melepaskan diri dari pohonnya)
demikian pula mahkluk ini melepaskan diri dari anggota tubuhnya dan kembali
lagi ke tempat dari mana ia mulai hidup baru.”
Dalam mantra ini menjelaskan bahwa saat meninggal,
atman meninggalkan badan kasar.Perjalanan Atma diawali dengan peristiwa
perpisahan raga dan jiwa. Perpisahan itu menimbulkan kesedihan, baik bagi yang
meninggalkan, maupun yang ditinggalkan, yakni segenap keluarga. Meskipun
diliputi kesedihan akibaperpisahan itu, sang Atma tetap melanjutkan perjalanan
menuju tempat suci untuk mengadakan pemujaan kepada Hyang Tripurusa yang
mengandung arti tindakan tindakan yang dilakukan oleh Atma ketika mengadakan
pemujaan. Setelah
selesai melakukan pemujaan, sang Atma melanjutkan perjalanan menuju Pura Dalem
untuk memuja Hyang Durga, yang mengandung arti perbuatan yang dilakukan oleh
sang atma ketika memuja Hyang Durga. Hyang Durga dipuja dalam berbagai wujud,
yakni sebagai Bhagawati apabila berkuasa di Bale Agung member umur panjang
kepada manusia, sebagai Bhwrawa apabila berkuasa di tempat pembakaran mayat,
sebagai Dewi Putrika jika berkuasa di Gunung Agung, sebagai Dewi Dhanu apabila
berkuasa d Gunung Batur, sebagai Gayatri jika berkuasa di tempat pemandian,
sebagai Dewi Gangga apabila berkuasa disungai-sungai besar atau semacamnya, dan
sebagai Dewi Sri jika berkuasa di Sawah. Setelah selesai melakukan pemujaan dan
telah mendapat Ridho Hyang Durga, sang Atma merasa senang dan kemudian
melanjutkan perjalanan, meskipun banyak rintangan yang akan dijumpa dalam
perjalanannya, yang artinya sang Atma selesai melakukan pemujaan dan mohon diri
dari hadapan Hyang Durga. Sang Atma keluar dari Pura Dalem, pada saat itu,
bintang timur bersinar terang yang menandakan fajar menyingsing, sang Atma
melanjutkan perjalanan.
Dalam
menempuh perjalanan untuk menuju dunia baru, seseorang tidak bisa lepas dari
rintangan-rintangan, baik rintangan yang menimbulkan perasaan suka maupun duka.
Kesukaan atau kesenangan berupa keindahan dunia baru yang mulai diinjak oleh
sang Atma merupakan godaan pertama. Akan tetapi, sang atma tidak terlena oleh
kesenangan itu. Sang Atma tidak lupa aka Tuhan. Sang Atma tetap sadar dalam
menempuh perjalanan.
Sang Atma
melanjutkan perjalanan dengan menyusuri sungai Serayu. Rintangan yang mengancam
keselamatan sang Atma mulai berdatangan. Sang Atma dihadang oleh seekor Buaya,
buaya itu hendak menyantap sang Atma, akan tetapi sang Atma dapat menjinakan
buaya tersebut karena sang atma mengetahui rahasianya, yakni buaya itu sesungguhnya
merupakan perwujudan temburu, sehingga sang Atma terbebas dari ancaman. Setelah
itu, sang Atma dihadang oleh raksasi Sirsa, akan tetapi, sang Atma dapat
menjinakan Raksasi Sirsa, karena sang Atma tau rahasianya, sebenarnya Raksasi
Sirsa sesungguhnya merupakan perwujudan sinar rahim ibu. Ancaman berikutnya
adalah harimau merah, sang Atma tau rahasianya, yakni harimau merah merupakan
perwujudan darah seorang ibu melahirkan. Setelah itu, sang Atma diancam oleh
serigala hitam, sang Atma dapat menaklukan serigala hitam itu karena ia
mengetahu rahasianya, yakni sebagai perwujudan air ketuban. Selanjutnya sang
Atma sihadang oleh Bhutakala, akan tetapi, sang Atma dapat menjinakannya dengan
memberikan upah berupa sesajen. Setelah itu, sang Kala Catur dating menghadang
sang Atma, sang Atma dapat menaklukkannya karena ia tau rahasianya, yakni
sebagai perwujudan Anggapati, Mrajapati, Banaspati, dan Banaspatiraja.
Rintangan
demi rintangan dapat dilalui sang Atma, pada prinsipnya sang Atma mengetahui
berbagai ilmu yang menyingkap tabir rahasia itu. Pengetahuan mengenai berbagai
ilmu kerohanian, khususnya ilmu kelepasan telah menghantarkan sang Atma
disambut oleh Bidadari dan Malini. Tampaknya, kebahagiaan telah dating
menyambut sang Atma. Para Bidadara dan Bidadari menjemput sang Atma dengan
tandu emas. Kebahagiaan itu pun tidak membuat sang Atma takabur dan lupa diri.
Sang Atma tetap sadar akan dirinya, merasa tidak tahu apa-apa, merasa sangat
kerdil dihadapan kekuasaan Tuhan yang maha besar. Kesadaran diri itu pun telah
mengantarkan sang Atma untuk memasuki kebahagiaan tertinggi, kedamaian abadi
sebagai tujuan hidup yang luhur.
2.1.3
Brahmana
Keempat
1.
Atman
yang tidak terlepas setelah kematian
“Dan
seperti tukang emas, mengambil sebatang emas dan merubahnya menjadi sesuatu
yang lebih baru dan lebih indah, demikian pula lah Atman ini setelah
meninggalkan dan menghilangkan kebodohannya membuatkan dirinya bentuk yang
lebih baru dan lebih indah seperti para leluhur atau para Ghandarwa atau Dewata
atau Prajapati atau Brahma atau mahluk lain.”
Dalam brahmana keempat menjelaskan tentang atman
yang memperoleh tubuh baru sesuai dengan karma wasananya. Pada saat jiwa lahir
kembali, roh yang utama kekal namun raga kasarlah yang rusak, sehingga roh
harus berpindah ke badan yang baru untuk menikmati hasil perbuatannya. Pada
saat memasuki badan yang baru, roh yang utama membawa hasil perbuatan dari
kehidupannya yang terdahulu, yang mengakibatkan baik-buruk nasibnya kelak. Roh
dan jiwa yang lahir kembali tidak akan mengingat kehidupannya yang terdahulu
agar tidak mengenang duka yang bertumpuk-tumpuk di kehidupan lampau. Sebelum
mereka bereinkarnasi, biasanya jiwa pergi ke surga atau ke neraka. neraka dan
sorga adalah suatu tempat persinggahan sementara sebelum jiwa memasuki badan
yang baru. Neraka merupakan suatu pengadilan agar jiwa lahir kembali ke badan
yang sesuai dengan hasil perbuatannya dahulu. Dalam hal ini, manusia bisa
bereinkarnasi menjadi makhluk berderajat rendah seperti hewan, dan sebaliknya
hewan mampu bereinkarnasi menjadi manusia setelah mengalami kehidupan sebagai
hewan selama ratusan, bahkan ribuan tahun. Sidang neraka juga memutuskan apakah
suatu jiwa harus lahir di badan yang cacat atau tidak. Selama
jiwa masih terikat pada hasil perbuatannya yang terdahulu, maka ia tidak akan
mencapai kebahagiaan yang tertinggi, yakni lepas dari siklus reinkarnasi. Maka,
untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi tersebut, roh yang utama melalui badan
kasarnya berusaha melepaskan diri dari belenggu duniawi dan harus mengerti
hakikat kehidupan yang sebenarnya. Jika tubuh terlepas dari belenggu duniawi
dan jiwa sudah mengerti makna hidup yang sesungguhnya, maka perasaan tidak akan
pernah duka dan jiwa akan lepas dari siklus kelahiran kembali. Dalam keadaan
tersebut, jiwa menyatu dengan Tuhan (Moksha).
2.1.4
Brahmana
Kelima
1.
Atman
yang Maha tinggi dan nilai yang Maha tinggi
“Kemudian
Maitreyi berkata: ‘Disinilah tuanku, engkau telah menyebabkan kebingungan dalam
diriku. Memang aku jadi tidak mengerti Atman ini.’ Dia menjawab: ‘Aku tidak
mengatakan apa-apa yang membingungkan. Atman ini sesungguhnya adalah abadi dan
tidak bisa di hancurkan.”
Dalam brahmana kelima menjelaskan bahwa atman itu
abadi dan tidak dapat dihancurkan. Seperti yang di katakan dalam kutipan sloka bhagavad gita
2-23
‘nainam chindanti shastrani
nainam dahati pavakah
na cainam kledayanty apo
na sosayati marutah’
nainam dahati pavakah
na cainam kledayanty apo
na sosayati marutah’
Terjemahan :
Senjata tak dapat melukai sang diri
ini;
api tak dapat membakar-Nya;
Sair tak dapat membasahi-Nya
dan anginpun tak dapat
mengeringkan-Nya.
2-24
‘acchedyo ’yam adahyo ’yam
akledyo ’sosya eva ca
nityah sarva-gatah sthanur
acalo ’yam sanatanah’
akledyo ’sosya eva ca
nityah sarva-gatah sthanur
acalo ’yam sanatanah’
Terjemahan:
Dia tak dapat dilukai ataupun
dibakar;
Dia juga tak terbasahi ataupun
terkeringkan.
Dia bersifat abadi, meliputi
segalanya,
tak berubah dan tak bergerak;
dan tetap sama selamanya.
2.1.5
Brahman
keenam
1.
Penggantian
Guru dan Murid
“Sekarang
garis tradisi. Pautimasya memperoleh ajaran dari Gaupavana, Gaupavana dari
Pautimasya, Pautimasya dari Gaupavana, Gaupavana dari Kausika, Kausika dari
Kaundinya, Kaundinya dari Sandilya, Sandilya dari Kausika dan Gautama,
Gautama.”
Dalam brahmana keenam ini
menjelaskan bahwa pengetahuan itu abadi dan tidak pernah berakhir.
Bhagavad
gita 4.1
Kepribadian Tuha yang Maha Esa, Sri
Krisna bersabda; aku telah mengajarkan ilmu pengetahuan yoga ini yang tidak
dapat di musnahkan kepada dewa matahari, vivasan (120 juta tahun yang lalu),
kemudian vivasan mengajarkan ilmu pengetahuan ini kepada manu, ayah manusia,
kemudian manu mengajarkan pengetahuan kepada iksvaku.
Bhagavad
gita 4.2
Ilmu pengetahuan yang paling utama
ini di terim dengan cara sedemikian rupa melalui rangkaian garis perguruan
guru-guru kerohanian, dan para raja suci mengerti pengetahuan tersebut dengan
cara seperti itu. Tetapinsesdah beberapa waktu, garis perguruan itu terputus,
karena iu, rupanya ilmu pengetahuan yang asli itu sudah hilang.
Bhagavad
gita 4.3.
Ilmu pengetahan yang abadi di
tersebut mengenai hubungan dengan yang maha kuasa hari ini kusampaikan
kepadamu, sebab engkau adalah penyembah dan kawanku karna itu lah engkau dapat
mengerti rahasia rohani ilmu pengetahuan ini.
Bhagavad gita 9.2
Pegetahuan ini adalah raja
pendidikan, yang paling rahasia. Ini lah pengetahuan yang murni, pengetahuan
ini adalah kesempurnaan dharma, karena memungkinkan seseorang melihat sang diri
secara langsung melalui keinsafan. Pengetahuan ini kekal di laksanakan dengan
riang.
2.2 BAB V Brhad-aranyaka Upanisad
2.2.1
Brahmana
pertama
1.
Brahman
yang tiada habis-habisnya
“Itu
adalah penuh. Ini adalah penuh. Dari yang penuh muncullah yang penuh. Bila kita
ambil penuhnya yang penuh, tetap saja yang penuh tersisa. (Aksara) AUM adalah
Brahman, (yang) adalah angkasa, angkasa awal, angkasa yang bertiup. Begitulah
sesungguhnya, putera Kauravyayani pernah berkata. Inilah Veda dimana yang
mengerti Veda mengetahuinya: melalui hal ini seseorang mengerti apa yang mesti
di mengerti.”
Dalam brahama pertama ini menjelaskan tentang AUM
sebagai aksara suci Brahman. Aksara Omkara adalah lambang aksara suci agama
Hindu untuk memuja dan mengagungkan kemahakuasaan Hyang Widhi (Tuhan). Omkara
adalah kata ganti nama kehormatan Hyang Widhi.
Aksara suci Omkara ini disebut sebagai Wijaksara.
Dalam bahasa sanskerta kata Wijaksara itu berasal dari kata ‘vija dan aksara’.
Kata ‘vija’ artinya biji atau bibit sedangkan kata ‘aksara’ artinya kekal
abadi. Jadi aksara Omkara berarti wujud simbolis sakral yang berfungsi sebagai
simbol bibit suci untuk mengembangkan nilai-nilai yang kekal abadi. Nilai-nilai
yang kekal abadi itu adalah sabda suci Hyang Widhi (Tuhan) yang tertua dan
terutama. Menurut mantra Yajur Veda XXXII.3 Hyang Widhi itu tidak berwujud dan
tidak punya nama ( Na tasya pratima asti ). Dalam mantra Rg Veda 1.64.46
menyatakan bahwa Hyang WIdhi itu Esa,
para Wipra (orang suci) lah yang memberikan banyak nama atau sebutan ( Ekam
sadvipra bahuda vadanti ).
Umumnya pengucapan Om sebagai sebutan Hyang Widhi
diwujudkan dalam wujud aksara suci Omkara. Aksara suci Omkara itu merupakan
perpaduan dari aksara A,U dan M, dari gabungan itu menjadi Om. Maknanya
menyatakan bahwa Hyang Widhilah yagn menjadi sumber Utpati, Stithi, Pralina
alam beserta isinya. Pengucapan Omkara itu sebagai permohonan semoga lahir,
hidup, dan kembali ke asal dalam keadaan selamat.
2.2.2
Brahmana
Kedua
1.
Tiga
kebajikan pokok
“Tiga
keturunan Prajapati, Dewata, Manusia,dan Asura, hidup bersama ayah mereka
Prajapati, sebagai murid pengetahuan suci. Setelah menyelesaikan masa
belajarnya, para Dewata berkata: ‘Tuanku mohonlah kami di ajar terus.’ Kepada
mereka beliau menggumamkan satu Aksara “DA” dan bertanya ‘ apakah kalian
megerti?’ kami sudah mengerti, paduka mengatakan “Damayata” kepada kami,
“kendalikan dirimu”. Dia menjawab: ‘iya kalian sudah mengerti’.”
Dalam brahmana kedua ini Brahman Dewata, Manusia,
dan Asura, yang juga merupakan sifat Satwam, Rajas dan Tamas. Manusia biasanya
tamak dan itu mereka semestinya membagikan harta sebaik mungkin. Asura itu
kejam dan suka melukai orang lain, mereka harus mempunyai welas asih dan baik
kepada orang lain. ketiga perintah itu mewajibkan kita untuk berbuat kebajikan
bahkan ketika kita menemukan diri kita dalam dunia yang jahat. Pengendalian
diri memang perlu sebab kita tidak perlu terlalu gembira dalam keberhasilan
atau kecil hati dalam kegagalan. Daya, atau welas asih adalah lebih dari
simpati atau rasa emosional atau intelektual. Dia adalah wujud sehari-hari,
kawan dalam penderitaan. Ini adalah perasaan sebagai seorang memiliki
lingkungannya dan aspirasi untuk kesempurnaan yang kita temukan pada orang
lain. mempraktekan kebajikan ini akan mempertahankan, memuliakan dan menambah
nilai hidup.
2.2.3
Brahmana
Ketiga
1.
Brahman
sebagai jantung
“Inilah
Prajapati sama dengan jantung ini. inilah Brahman. Inilah semuanya. Ini
mempunyai tiga Aksara, hr, da, yam. Hr adalah satu Aksara. Rakyatnya yang lain
menhadiahkan kep-adanya yang mengerti hal ini. Da adalah satu Aksara. Rakyatnya
dan yang lain menghadiahkan kepadanya yang mengerti hal ini. Yam adalah satu
Aksara. Dia yang mengerti akan hal ini akan pergi menuju dunia surgawi.”
Dalam brahmana ketiga ini menjelaskan bahwa Brahman
adalah sebagai sumber, siapapun yang mengerti tentang Brahman makan ia akan
dapat menuju ke tempat Brahman itu. Hakikat Brahman adalah sumber utama ataua
penyebab utama yang ada-Nya tanpa ada yang mengadakan kecuali diri-Nya sendiri.
Dia menjadikan diri-Nya sendiri dan sebagai sebab ia disebut pemberi hidup yang
menghidupkan semua ciptaan ini. sebagai pencipta yang mengadakan seluruh alam
semesta dengan segala isinya. Terhadap hakikat Brahman itu manusia member nama
atau gelar kepada-Nya menurut bahasa dan sifat manusia yang menamakannya.
‘Na tasya kascit patir
asti loke, na cesita naiwa ca tasya lingam, na karanam karanadhipadhipo na
casya kascijjanitana cadhipah’
Artinya:
Di dalam alam semesta ini tidak ada seseorang mahluk
yang menjadi ahli yang kemampuannya melebihi Brahman. Tidak ada penguasa yang
kekuasaanya melebihi Brahman. Bahkan tidak ada suatu lingga yang dapat menjadi
tanda kehadiran Beliau di suatu tempat. Brahman menjadi penyebab munculnya
segala sesuatu yang ada di dalam alam semesta ini. Brahman adalah maha kuasa
yang menjadi jagat-karana. Tidak ada orang tua atau Raja bagi Brahman.
Dengan memperhatikan sloka di atas sudah
sewajarnyalah setiap umat Hindu mengahayati dan melakukan pemujaan kepada
Brahman. Hanya Brahman asal mula dan berakhirnya segala sesuatu di ala ini.
Hidup di dunia hendaklah di pergunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan
tertinggi yaitu menyatu dengan Sang Pencipta, melalui ajaran dan
Manifestasi-Nya.
2.2.4
Brahmana
Keempat
1.
Brahman
sebagai yang benar atau yang nyata
“Ini
sesungguhnya adalah itu. Ini sesungguhnya itu, yang benar. Dia yang mengerti
mahkluk yang menakjubkan itu, yang pertama lahir sebagai Brahman, menaklukan
dunia ini agaknya menaklukan juga musuh itu dan menjadi tiada berada bagi dia
yang mengerti mahkluk yang menakjubkan itu, yang terlahir pertama sebagai
Brahman yang sesungguhnya.”
Dalam brahmana keekmpat ini menyatakan bahwa Brahman
itu nyata, Brahman lah yang menciptakan semua ini, Brahman lah sebagai sumber
segalanya. Sri Sankara mengemukakan ajaran Advaita secara singkat seperti dalam
separuh sloka, yaitu: ‘BRAHMA SATYAM JAGAN MITHYA, JIVO BRAHMAIVA NA APARAH’,
artinya bahwa Brahman (yang mutlak) sajalah yang nyata, dunia ini tidak nyata
dan jiwa atau roh pribadi tidak berbeda dengan Brahman”. Ini yang merupakan
sari pati dari filsafat Advaita Vedanta.
2.2.5
Brahmana
Kelima
1.
Yang
nyata diterangkan
“Mengenai
wujud ini yang terdapat pada mata kanan, Aksara Bhuh adalah kepalanya.
Kepalanya adalah satu dan Aksaranya juga satu. Bhuh adalah tangannya. Ada dua tangan
dan ini adalah dua Aksara. Svah adalah kakinya. Ada dua kaki ini adalah dua
Aksara. Nama rahasianya adalah “AKU”. Dia yang mengerti hal ini akan
menghancurkan kejahatan dan meninggalkannya di belakang.”
Dalam
brahmana kelima ini menjelaskan bahwa siapa saja yang menghetahui tentang
Brahman maka akan mencapai kepada Brahman. Apabila seseorang telah dapat
menyadari dan menghayati kenyataan bahwa Dia Yang Maha Agung itu meliputi
segala sesuatu, seperti mentega itu telah terdapat dalam air susu, penghayatan
mana yang di peroleh dengan jalan memegang teguh kesungataan dan melakukan tapa
brata dengan tekun, maka berarti orang tersebut dapat manunggal (menyatu)
dengan Brahman.
Dalam Bhagavad Gita Sloka 10.3 dan
10.7 mengatakan :
Sloka 10.3
‘Orang yang mengenal aku sebagai yang tidak di
lahirkan, sebagai yang tidak berawal, sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang berkuasa
atas semua dunia di kalangan manusia dia yang tidak berkhayal, dan hanya dialah
yang dibebaskan dari segala dosa’
Sloka 10.7
‘Orang yang sungguh-sungguh yakin tentang kehebatan
dan kekuatan batin-Ku ini menekuni bhakti yang murni dan tidak dicampur dengan
hal-hal lain; kenyataan ini tidak dapat di ragukan’.
2.2.6
Brahmana
Keenam
1.
Sang
wujud
“
wujud ini yang terdiri dari pikiran dan memiliki sifat sinar ada di dalam
jantung seperti sebutir beras atau gandum. Dia adalah penguasa semuanya,
memerintah semuanya dan mengatur semuanya, apa saja yang ada.”
Dalam Brahman keenam ini menjelaskan tentang atman
sebagai pengendali indriya. Atma adalah yang menghidupkan makhluk itu sendiri,
sering juga disebut badan halus dan atma yang menghidupkan badan manusia
disebut Jiwatman. Badan dengan atma ini bagaikan hubungan kusir dengan kereta.
Kusirnya adalah atma, keretanya adalah badan. Indria di badan kita tidak akan berfungsi
tanpa atma. Misalnya, mata tidak dapat melihat jika tidak dijiwai oleh atma.
Telingapun tidak dapat mendengar apabila tidak ada sang atma. (Suwisma, 2013;
115)
2.2.7
Brahmana
Ketujuh
1.
Brahman
adalah petir
“Petir
adalah Brahman, kata mereka. Dia disebut petir karena dia menghancurkan
kegelapan. Dia yang mengerti petir adalah Brahman, akan menghancurkan kejahatan
(yang menyerangnya) sebab petir sesungguhnya adalah Brahman.”
Pada mantra ini menjelaskan tentang
Brahman sebagai penghancur atau pemabasmi kejahatan. Seperti sloka pada
Bhagavad Gita 4.7
‘yada
yada hi dharmasya glanir bhavati bharata
abhyutthanam adharmasya tadatmanam
srjamy aham’
Terjemahannya:
Kapan pun dan di mana pun pelaksanaan dhrama merosot
dan hal-hal yang bertentangan dengan dharma merajalela pada waktu itulah aku
sendiri menjelma, wahai putera Bharata.
Dapat di jelaskan bahwa Tuhan atau Brahman sendiri
yang akan turun ke dunia untuk menegekkan dharma apabila keburukan atau adharma
tidak dapat lagi di atasi atau di kendalikan orang manusia yang tercipta
sebagai yang sempurna.
2.2.8
Brahmana
Kedelapan
1.
Wicara
yang dilambangkan sebagai sapi
“Seseorang
semestinya Samadhi atas Wicara seperti seekor sapi betina. Dia mempunyai empat
kantung susu, svaha, vasat, hanta, dan svadha. Dewata hidup dari dua kantong
susunya. Suara Svala dan Vasat, manusia dari Hanta dan leluhur dari Suara
Svadha. Nafas-vital adalah pejantannya dan pikiran anaknya.”
Mantra di atas menjelaskan Brahman sebagai sumber
dari segala sumber. Pada Bhagavad Gita sloka 7.10 di katakana bahwa:
‘Ketahui
lah bahwa aku adalah benih asli segala kehidupan, kecerdasan orang yang cerdas,
dan kewibawaan orang yang perkasa’
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Upanisad
mengungkapkan hakekat kebenaran yang menjadi dasar segala yang ada, semesta,
dan realitas tertinggi. Inti dari Brhad-aranyaka upanisad Bab IV sampai dengan
Bab V brahmana kedelapan, menjelaskan tentang Atman dan Brahman. Keberadaan-Nya
adalah tunggal tanpa ada sesuatu yang
lain, maka beliau menciptakan yang lain, manusia, hewan dan tumbuhan.
Brahman merupakan suatu realitas yang tertinggi yang
merupakan sumber dan berakhirnya segala yang ada di alam semesta ini. Brahman
ada tanpa diadakan dan bersifat kekal abadi. Beliau bersifat absolute dan
bersifat relative, wujud Brahman yang absolute disebut Nirguna Brahman
sedangkan wujud yang berpribadi relative disebut saguna Brahman. Seseorang
dapat mencapai Brahman dengan cara yoga dan Samadhi
Atman merupakan
intisari dari manusia, karena semua yang ada dalam diri manusia seperti indria,
pikiran dan sebagainya tergantung kepada Atman.
Tanpa atman dan semua makhluk tidak dapat hidup. Atman bersumber dari Brahman bahkan dalam Upanisad dinyatakan
bahwa atman identik dengan Brahman. Mengenai atman juga mengetahui Brahman.
DAFTAR PUSTAKA
Prabhupada,
Swami. 2000.Bhagavad Gita Menurut Aslinya.
The Bhaktivedanta Book Trust International, inc. Hanuman Sakti
Radhakrishnan,
2015. Upanisad Upanisad Utama.
Surabaya. PARAMITA Surabaya
Sathya Narayana,
Swami. 2010. Jalan Menuju Tuhan.
Surabaya. PARAMITA Surabaya
Sutrisna, I
Made. 2009. Modul Pokok Upanisad.
Jakarta. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI
Sutrisna, I
Made. 2012. Dasar-Dasar Agama Hindu.Jakarta.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI
Suwisma, S.N.
2013. Swastikarana. Jakarta, Penerbit
PT Mabhakti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar