Senin, 26 Februari 2018

Makalah Multikulturalisme dalam Kehidupan Beragama

MULTIKULTURALISME

Potret Kehidupan Beragama Di Indonesia dalam Bingkai Multikulturalisme

Dosen Pengampu:
Untung Suhardi, S.Pd.H, M.Fil.H


Oleh:
Eni Kusti Rahayu (1509.10.0033)
Kadek Sucipta (1509.10.0035)

JURUSAN PENERANGAN AGAMA HINDU
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA NUSANTARA
JAKARTA
2017



KATA PENGANTAR 
Om swastyastu 
Puji syukur kami haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa atas Asungkerta Waranugraha-Nya,  tugas makalah mata kuliah Multikulturalisme dengan judul Potret Kehidupan Beragama Di Indonesia Dalam Bingkai Multikulturalisme ini bisa terselesaikan. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan makalah ini, diantaranya, Bapak Untung Suhardi, S.Pd.H, M.Fil.H sebagai dosen pengampu mata kuliah Multikulturalisme, teman-teman dikelas yang telah memberikan kami dukungan, dan semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu yang terkait dalam menyediakan sarana dan prasarana guna mempermudah pencarian literatur untuk makalah kami.
Makalah yang kami buat ini sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran bagi pembaca sangat diharapkan guna dijadikan pembelajaran pada pembuatan makalah yang akan datang. Terima kasih atas partisipasi dan perhatian para pembaca, semoga semua isi yang ada dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi bembaca.
Om santi, santi, santi Om.
Jakarta, Oktober 2017

Penulis





i
 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................      i
DAFTAR ISI .............................................................................................      ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang...........................................................................      1
1.2  Tujuan Penulisan.......................................................................      2
1.3  Manfaat Penulisan......................................................................      2

BAB II PEMBAHASAN
2.1  Metode Kegiatan.......................................................................      3      
2.2  Kebutuhan Wawancara..............................................................      4      
2.3  Hasil Wawancara.......................................................................      5
2.4  Analisis Wawancara...................................................................      17

BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan................................................................................      20

DAFTAR PUSTAKA







ii





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Keberagaman budaya atau Multikulturalisme dalam fenomena kehidupan masyarakat telah menimbulkan berbagai persoalan, baik yang menyangkut  persoalan internal maupun yang bersifat eksternal.(Budianto,2004:66) Akhir- Akhir ini istilah  multikulturalisme merupakan topik yang ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat,  sebab multikulturalisme di Indonesia dianggap sebagai faktor utama terjadinya intoleransi  diantara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Sikap intoleransi ini cenderung berbau SARA yaitu suku, agama, ras, dan antargolongan, yang apabila dibiarkan akan mangancam integrasi bangsa.
Banyak kasus-kasus di Indonesia yang dilatarbelakangi oleh multikulturalisme, mulai dari adanya kaum minoritas dan mayoritas, konflik antar suku, konflik antar golongan, bahkan hingga penistaan agama. Kasus-kasus tersebut terjadi karena  lemahnya pemahaman dan pemaknaan  kearifan budaya, serta kurangnya kesadaran akan indahnya hidup berdampingan secara damai ditengah ribuan perbedaan, kurangnya rasa solidaritas dan rasa persatuan atara satu sama lain. seperti yang kita tahu bahwa negara Indonesia adalah negara yang memiliki berbagai etnis, suku, agama, budaya, dan ras yang beranekaragam, apabila masyarakat dan pemerintah tidak memiliki pemahaman apalagi tidak memiliki kesadaran  tentang penerapan Multikulturalisme yang baik dan tepat, maka akan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Multikulturalisme pada dasarnya adalah keanekaragaman budaya,  dimana dalam keanekaragaman budaya itu  masyarakatnya dapat saling menghargai  satu sama lain, menerima akan adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (Multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. (https://id.m.wikpiedia.org). Multikultural ini tidak menekankan pada perbedaan yang dimiliki setiap individu maupun kelompok tertentu,  tetapi justru menekankan bahwa multikulturalisma ini sebagai suatu kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa, yang memiliki hak, kedudukan, kesederajatan dan kewajiban yang sama untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang damai dan sejahtera  yang senantiasa berpegang teguh pada empat pilar kebangsaan bangsa Indonesia (Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI). Apabila semua golongan, suku, agama dan ras dapat  memahami dan menerapkan empat pilar kebangsaan Indonesia dengan baik, maka negara yang damai dan sejahtera pun akan terwujud.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dalam makalah ini kami akan membahas tentang multikulturalisme, upaya menghindari sikap intoleran serta pelaksanaan dan penerapan empat pilar kebangsaan dalam kehidupan masyarakat multikultul di Indonesia.

1.2  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pendapat para tokoh agama tentang Multikulturalisme;
2.      Untuk mengetahui kondisi masyarakat Multikultural di Indonesia saat ini ;
3.      Untuk mengetahui upaya menghindari sikap intoleran diantara keanekaragaman yang ada di Indonesia;
4.      Untuk mengetahui pelaksanaan serta penerapan  UUD 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika untuk NKRI.

1.3  Manfaat Penulisan

            Manfaat yang didapat dari penulisan makalah ini adalah dapat mengetahui tentang arti Multikulturalisme sebagai kekayaan bangsa Indonesia, kondisi multikulturalisme di Indonesia saat ini yang sering dianggap sebagai pemicu konflik, kita juga mengetahui upaya-upaya untuk menghindari sikap intoleran diantara keanekaragaman, serta mengetahui pelaksaaan dan penerapanUUD 1945, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika untuk NKRI. Sehingga setelah membaca isi makalah ini, pembaca diharapkan akan melaksanakan empat pilar kebangsaan dengan tepat, sehingga kedamaian, kerukunan, dan kesejahteraan di dalam kondisi masyarakat Multikultur ini dapat terwujud.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Metode Kegiatan
            Kegiatan ini dilakukan dengan cara wawancara secara langsung dengan narasumber yang telah ditentukan terlebih dahulu, yaitu dengan seorang tokoh agama Hindu, Buddha, dan Katolik.
a.       Tokoh Buddha
Nama                                       :Kartono Wirowijoyo
Tempat, Tanggal lahir             :Kutoarjo, 5 April 1948
Alamat                                    :Desa Pabuaran, Cibinong, Bogor, Jawa Barat
Pekerjaan                                 :Biksu Utama (Cia Ya Sena) Vihara Viriya Bala
Waktu wawancara                  :Minggu, 22 Oktober 2017 pukul 08.46 WIB
Tempat wawancara                 :Vihara Viriya Bala, Gg Lewa 47, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur

b.      Tokoh Katolik
Nama                                       :Leo Melai
Tempat, Tanggal lahir             :Jakarta, 12 November 1967
Alamat                                    :Jl. Rantai Mas G 54, Komplek Bulak Rantai,    Kampung Tengah, Condet, Jakarta Timur
Pekerjaan                                 :Kepala Sekretariat Gereja Santo Aloysius Gonzaga
Waktu wawancara                  :Selasa, 23 Oktober 2017 Pukul 09.49 WIB
Tempat wawancara                 :Gereja Santo Aloysius Gonzaga, Jl Pendidikan III No 2 RT 2/ RW 4, Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur


c.       Tokoh Hindu
Nama                                       : I Putu Permana Yogi
Tempat, Tanggal lahir             :Bali, 24 September 1967
Alamat                                    :Jl Kalisari II RT 002/RW 02 Kelurahan    Kalisari, Kec. Pasar Rebo, Jakarta Timur
Pekerjaan                                 : - Wirawsasta
-   Wakil Bidang Kerohanian Pura Mustika  Dharma Cijantung
Waktu wawancara                  : Sabtu,18 November 2017 pukul 11.0 WIB
Tempat wawancara                : Pura Mustika Dharma Cijantung, Komplek Kopassus, Jl R.A Fadilah, Cijantung, Pasar Rebo, RT 1/RW 5 Cijantung, Jakarta Timur

Adapun pertanyaan wawancara yang diajukan kepada setiap narasumber adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana pendapat anda tentang Multikulturalisme?
2.    Bagaimana kondisi Multikulturalisme pada masyarakat Indonesia saat ini?
3.    Bagaimana upaya untuk menghindari sikap intoleran diantara keanekaragaman di Indonesia?
4.    Apakah pelaksanaan UUD 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika sudah diterapkan dengan baik untuk NKRI?
2.2 Kebutuhan Wawancara
            Adapun alat-alat yang kami butuhkan dalam proses wawancara adalah sebagai berikut:
1.    Handphone & Charger;
2.    Kamera;
3.    Tripod;
4.    Alat tulis;
5.    Daftar pertanyaan wawancara.

2.3 Hasil Wawancara
2.3.1  Tokoh Buddha
1.      Bagaimana pendapat Anda tentang multikulturalisme?
“Dalam ajaran agama Buddha kita harus  mawas diri, menyadari bahwa bangsa Indonesia ini adalah bangsa timur, bangsa ketimuran , budaya import  inilah yang banyak mempengaruhi, seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia harus sadar  bahwa budaya luar tidak akan bisa kekal karena budaya kita pada dasarnya adalah adi Luhur, seperti di jawa yang masih menggunakan tata karma yang baik,dan tata karma yang utama. seperti budaya Hindu dan Buddha yang dikenal dengan budaya persembahan, tidak hanya hindu Buddha tetapi di masyarakat jawa, juga masih banyak yang memiliki tradisi- tradisi lain. seperti agama Hindu Buddha itu menyatu, budaya masyarakat jawa, masyarakat bali sesungguhnya juga adalah satu.  Walaupun agama islam ada yang melaksanakan tradisi persembahan itu, tetapi sesugguhnya tradisi itu masih berjalan, ini adalah suatu hal yang baik, dan tidak akan bisa  hilang dengan banyaknya agama dan budaya yang ada di indonedia menutur saya ini adalah baik, dan bagus.
Di Indonesia itu banyak agama, kita harus mensyukuri lo, Indonesia memiliki suku, kekayaan dan di negara lain itu tidak ada, di Indonesia sendiri ada 6 agama lo, bahkan di luar negeri itu tidak ada, walaupun di luar negeri agama islam dan Kristen sebagai mayoritas, tetapi di Indonesia semuanya ada. Kemudian dengan kebudayaannya, sukunya yang jumlahnya ribuan ya, semuanya itu bisa menyatu karena adanya awal nusantara ini adalah karena adanya pendatang yang membawa macam-macam kebudayaan, salah satunya Hindu Buddha. Tetapi itu sangat bagus dan luar biasa, tetapi kembali lagi, manusia itu memiliki su shin atau kesedaran priadi, yaitu harus melihat pada diri pribadi, sebagia bangsa , sebagai warga negara, kita jalankan agama sesuai dengan pancasila, dalam agama Buddha juga ada pancasila tapi bukan pancasila dasar, tapi pancaralaku yaitu panatipata, saya berjanji akan menghindari pembunuhan, adinnadana, saya akan berjanji tidak akan mencuri, kamesu micchacara  saya tidak akan berbuat melanggar susila, Musavada saya akan berjanji tidak akan berbohong, suramerayavada saya berjanji akan menghindari minuman yang memabukkan, itulah pancasilanya dalam agama Buddha. tetapi pancasila sebagai dasar negara juga tetap kita laksanakan. Untuk  mendalami, meghormati, melaksanaksanakan prektik perbuatan baik, jadi apabila ada perkembangan budaya maupun keanekaragaman budaya itu sudah menjadi satu komitmen bersama-sama untuk menjalani, agama dan budaya muncul sebagai kekayaan bangsa.”

2.      Bagaimana kondisi masyarakat multikultural di Indonesia saat ini?
“Kondisi saat ini menurut saya cukup kondusif seperti yang dikatakan oleh Bapak Wiranto selaku Menteri Kondisi ini masih cukup aman-aman saja, tidak ada masalah, meskipun adanya perpu, tetapi ini kan untuk NKRI, walaupun masih ada beberapa golongan yang kurang senang dan kurang sepaham dengan saya, itu sudah wajar karena ada sesuatu yang belum tercapai, yang mengganggu tetapi kita harus tetap mawas diri, kalau bangsa ini tidak mau mawas diri ya susah,  harus mawas diri walaupun ada kemiskinan yang belum teratasi. Indonesia sebagai negara yang baru merdeka dan masih berjuang, menurut saya masih ada banyak kekurangan, oleh karena itu harus meneruskan perjuangan. Oleh karena itu melangkah dari satu langkah menuju langkah selanjutnya, langkah yang pertama ini adalah kebaikan, positif, jadi sesuai jaman sekarang adalah kesungguhan ucapan dan tindakan harus dipraktikan. Dalam agama Buddha ada citena yaitu rencana, acitana citena yaitu pelaksanaan, uba citena evaluasi. karma cetana akibat dari pelaksanaan.
Agama Buddha dianggap sebagai kaum minoritas, apabila terjadi komunikasi dan toleransi yang sangat erat, apabila dianggap sebagai kaujm minoritas itu sesungguhnya bukan suatu masalah, karena itu hanya kehidupan perjalanan suatu agama, biarkan saja, selama negara masih diakui secara sah. Pada dasarnya, agama Buddha itu mengenal anise atau tidak kekal, dahulu agama Buddha menjadi mayoritas, sekarang berputar rodanya, buddha minoritas. Itulah yang disebut tidak kekal, artinya tidak kekal. negara juga tidak kekal, selalu berubah berubah berubah, soal masalah mayoritas dan minoritas ini, yang penting mayoritas mau melindungi minoritas iya tho, jangan apa  mentang-mentang mayoritas, yang minoritas ini malah digiles ya tidak boleh, kaum Buddha, agama lain mau digiles, ya tidak boleh.  karena kita dasarnya adalah pancasila, bhineka tunggal ika, tidak bisa satu agama minoritas itu digiles begitu saja, karena ada undang-undang  yang menangani masalah itu, yang mayoritas itu mengayomi yang minoritas, dan yang minoritas juga jangan banyak usil,gitu,ya diem-diem aja.”

3.      Bagaimana upaya untuk menghindari sikap intoleransi diantara keanekaragaman yang ada di Indonesia?
Jawaban:
“Semuanya itu harus ada pengendalian diri, karena apabila tidak ada pengendalian diri dan tidak melaksanakan ajaran secara konkret maka akan terpecah belah.  Harus mawas diri, harus berpikir cerdas. Sehingga kalau terjadi apa apa harus dipikirkan terlebih dahulu, agama Buddha itu berawal dari ahimsa yaitu tidak mencari permusuhan. Pengendalian diri dalam agama Buddha itu sendiri dapat dilakukan dengan namaskara yaitu menyebutkan nama-nama  tuhan, banyak beribadah, harus melihat diri sendiri atau yang disebut su shin,
Dalam agama Buddha ada yang namanya catur paramita, yaitu ada mita, mudita, karunia,upeka. Cinta kasih secara universal, bukan hanya pada seseorang saja, yaitu mencintai secara keseluruhan mudita yaitu kasih sayang/ welas asih, diantara warga bangsa ini saling tolong menolong  dalam agama Buddha juga ada Ahimsa yaitu menghindari segala macam permusuhan,karena dalam sejarah agama Buddha itu tidak ada pertumpahan darah.
Agama Buddha juga meyakini adanya 2 hukum yaitu hukum karma dan hukum negara.  Hukum karma ini sangat kuat mempengaruhi karena manusia itu bisa lahir kembali/tumimbal lahir/lahir kembali, agama Buddha itu tidak mengenal kematian.yang hanya raga sedangkan rohnya akan terus hidup dan berjuang menuju kemanapun Apabila melakukan perbuatan baik maka akan mendapat hasil yang baik.
Upaya ini bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi kekurangan yang ada di negara ini, misalnya mulai dari masalah kemiskinan, dan peningkatan mutu pendidikan, misalnya mahasiswa diilatih wiraswasta. Jangan hanya meminta.dalam agama Buddha itu sendiri toleransi itu ada aturannya,  dalam Buddha tidak akan berbuat sesuatu karena takut, toleransi kita berdasarkan catur paramitha, jangan merasa menjadi umat yang paling benar jangan merasa benar sendiri karena itu dpat menyajiti, harus saling merangkul.  Agar toleransi ini semakin kuat harus selalu di praktikkan oleh masing –masing orang, hidup ditengah-tengah masyarakat harus menjalin komunikasi yang baik,  dengan saudara yang berbeda agama harus tetap saling menghargai satu sama lain, jangan saling mengejek antara satu sama lain, maka dikatakan bahwa pengendalian diri adalah yang utama,”

4.      Berkaitan dengan agama, apakah pelaksanaan UUD 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika sudah diterapkan dengan baik untuk NKRI?
“Menurut saya UUD 1945 dan pancasila itu sudah diterapkan dengan baik, karena pancasila dalam Buddha dan pancasila dalam dasar negara itu saling berkaitan, menurut saya kaum minoritas sendiri sudah menerapkannya dengan baik tetapi didalam negara Indonesia ada kaum minoritas yang justru salah satu tindakannya mengganggu NKRI. Dalam agama Buddha sendiri juga ada istilah Dharma negara yaitu membela negara, dalam agama Buddha dikatakan “saya melihat keadaan yang terjadi , apa yang harus aku lakukan”  kita tidak boleh sorak-sorak dengan keadaan yang demikian, apabila tetangga mengalami musibah bagaimana yang kita lakukan untuk membina hubungan dala masyarakat, kita harus saling tolong menolong.”



2.3.2  Tokoh Katolik
1.    Bagaimana pendapat anda tentang Multikulturalisme?
“Iya Multikultural itu hal yang sangat eee… itu sebenernya kebudayaan buat sebuah bangsa itu, dimana-mana multikultur itu kekayaan ya, nah ini yang membuat kita di Indonesia itu seharusnya  lebih kaya daripada negara lain manapun, karena kita punya budaya yang begitu banyak yang kalau budaya itu dipeluk semua budayanya kita akan menjadi bangsa yang luar biasa sebenernya. Cuma kan sekarang ini eee.. budaya itu mulai apa ya, mulai seperti ditinggal,  contohnya saya deh, saya sudah sekian lama tinggal hidup itu di Indonesia, tapi pasti bukan saya saja tapi di bangsa ini pasti ada beberapa budaya yang tidak sama gito lo, nah itu karena bagaimana kita tau dari buku-buku atau bacaan-bacaan yang seharusnya, oke lah kalau pemerintah nggak mungkin, mungkin ada kelompok-kelompok tertentu  yang mengangkat budaya itu supaya kita semua bisa tahu bahwa ini kekayaan sebenernya, biar salam ataupun apa-apa tapi budaya itu tidak dihilangkan dari sebuah bangsa”

2.    Bagaimana kondisi Multikulturalisme pada masyarakat Indonesia saat ini?
“Terus bagaimana kondisinya, nah ini anehnya ya, anehnya kita sudah begitu banyak budaya harusnya kita kan eee… setiap dari kita itu membuka diri untuk menerima budaya, ini bukan orang asing loh, ini orang Indonesia loh. Iya kan orang Indonesian seharusnya kan menjadi kedekatan hati gitu ya, dia orang Indonesia, kita sama-sama di Indonesia dengan budayanya yang dibawa dari masing-masing daerah ya harusnya kita harusnya kita menjadi satu gitu loh. Sementara ini paling paling paling riskan,  ini yang paling bisa dirobek gitu kalau sekarang ini, bukan Cuma kita aja, di Amerika juga begitu, ras itu paling mudah dirobek, paling sensitive. Jadi bagaimana kita menjaga itu yang harusnya dikedepankan. Caranya bagaimana? Caranya ya itu tadi menerima budaya apapun yang bukan budaya kita sendiri yang bukan dari akar sendiri. untuk mayoritas dan minoritas, nah itu anehnya juga ya, padahal kita harusnya belajar bahwa bangsa Indonesia diangkat  dari bahasa Melayu, yang Cuma segitu, kan enggak banyak yang tau bahasa Melayu itu sih,di daerah Sumatera dan Kepulauan Riau, tapi para pemimpin kita menggunakan bahasa itu, yang digunakan yang kecil itu, yang digunakan oleh orang yang enggak banyak  itu menjadi bahasa nasional, kan luar biasa. Kenapa enggak pake bahasa jawa aja kan lebih banyak orangnya itu, budayanya mungkin yang lebih kuat. Tapii kita pakai bahasa Melayu ya yang pemakainya sebenernya sedikit, kan harusnya kita belajar dari situ, menegdepankan kekayaan kita sendiri. ”

3.    Bagaimana upaya untuk menghindari sikap intoleran diantara keanekaragaman di Indonesia?
“Kalau Gereja ini, Gereja Cijantung ini tuh dibawah sebuah keuskupan yang pusatnya di Gereja Katedral sana. Terus disana ada yang namanya komisi-komisi yang menangani, misalnya komisi pendidikan, komisi Liturgi yang menangani masalah ritual keagamaan, terus ada komisi hubungan antaragama dan kepercayaan, komisi keadilan dan perdamaian dan komisi sosial. Nah kemudian Gereja setiap kali ada momen-momen tertentu ikit serta  disitu dengan seksi-seksinya, karena itu yang bisa yang mungkin menghidupkan seksi-seksi. Saya kira juga semua lembaga keagamaan lainnya juga begitu ya, yang menghidupkan jemaatnya. Terus hubungan kami disini dengan masjid sudirman disebelah sini, masyarakat sekita cukup baik. Artinya kalau disini kita ada perayaan Paskah, Natal dan perayaan lain, kita selalu melibatkan mereka, warga sekitar, juga LSM macam-macam, organisasi macam itu, kemarin kita dapat bantuan dari Banser NU, kemudian ada remaja masjid. Pertama kita tidak muat parkiran terus kita ijin kesana untuk menggunakan lahan parkirannya, dan kita menyerahkan kepada remaja masjid. Terus setelah acara selesai kami mengundang mereka untuk makan bersama gitu
Itu hal yang simple, itu kerjasama macam gitu yang paling simple itu sangan-sangay simple dan sebenarnya hubungan kotak-kotak agama bukan budayanya ya. Nah ini bagaimana kita harus tau ya kita harus kenal juga, bukan sekedar tau tapi kita kenal gitu loh. Kita berusaha membuka diri kenal mereka gitu ya, demikian juga sebaliknya, kita harusnya begitu bukan Cuma tau tapi kenal. Itu yang harus diutamakan”

4.    Apakah pelaksanaan UUD 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika sudah diterapkan dengan baik untuk NKRI?
“Harusnya sih baik, karena kalau tubuh kita kan itu rohnya ya, harusnya kita bisa melihat itu sebagai rohnya bangsa, bagaimana kita bisa menjaga roh itu tetap utuh, tetap baik, ya dengan sikap yang menerima apa adanya. Karena seperti tubuh kita menjaga roh kita, punya semangat murni, dengan tingkah laku, perbuatan yang searah. Anggaplah kalau pancasila, UUD 1945, lambang negara garuda itu adalah rohnya bangsa yang harus dijaga kemurniannya, kalau masing-masing dari kita menyadari itu nggak akan ada musuh. Dari kalangan manapun, dari agama manapun kalau membuka diri macam itu dengan mudah kita bisa menjadi bangsa yang baik. Kita sudah mengetahui contohnya, tapi tidak bisa menerapkannya, kan aneh.”

2.3.3  Tokoh Hindu
1.      Bagaimana pendapat anda tentang Multikulturalisme?
“Om swastyastu, multikulturalisme itu kalau kita lihat dari sudut pandang  keyakinan kita sebagai orang yang beragama Hindu bahwa Ida sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan pengetahuan yang sangat mulia buat kita, untuk kita bisa melihat bagaimana semesta beliau ini tercipta dari sebuah makna perbedaan atau yang disebut dengan rwabinedha dari  dua kekuatan beliau yang sesungguhnya maha suci, berwujud purusa pradana yang melahirkan ee.. sebuah energy yang sangat utama disebut dengan wisesa atau sang hyang wisesa, karena dari situlah lahirnya sebuah penciptaan alam semesta ini. Nah, dengan adanya kelahiran atau penciptaan itu maka lahirlah sebuah tatanan kehidupan di dalam kesemestaan beliau yang mana kita ketahui bahwa beliau sama menciptakan adanya tumbuh-tumbuhan, kedua menciptakan adanya hewan. Tumbuhan dengan eka pramana, hewan dengan dwi pramana, lalu menciptakanlah manusia dengan tri pramananya.
Nah, dari kesadaran manusia yang mempunyai tri pramana, mempunyai idep, bayu, sabda yang sesungguhnya dari situlah melahirkan tatantan-tatanan kehidupan yang mereka sesuaikan dengan situasi kondisi dimana peradaban itu ada, maka lahirlah tatanan yang disebut dengan kultur atau budaya. Budaya itu memang dilahirkan dari dasar kemampuan seseorang untuk berpikir, melihat, merasakan, dan melakukan atau melaksanakan daripada firasat, nah dari situlah lahir sebuah kebiasaan, dari kebiasaan itulah melahirkan adanya tatanan kultur atau budaya, sehingga agama Hindu itu sangatlah e.. apa namanya istilahnya sangat sempurna melihat tatanan multikulturalisme itu, sehingga di dalam ajaran agama Hindu itu sangat diyakini, dengan adanya budaya itu adalah merupakan cerminan daripada salah satu bentuk kekayaan daripada peradaban semesta ini, sehingga seharusnya menjunjung tinggi adanya sebuah hakikat dari budaya itu sendiri, mungkin itu.”

2.      Bagaimana kondisi Multikulturalisme pada masyarakat Indonesia saat ini?
“Kalau melihat dari multikulturalisme yang ada di wilayah daripada territorial Negara Kesatuan Republik Indonesi, kalau kita melihat daripada sejarah berdirinya bangsa ini justru itu merupakan suatu podasi, merupakan suatu titik tolak yang luar biasa hikmah dan maknanya dan kekuatannya buat bangsa yang kita cintai ini, karena tanpa adanya multikulturalisme ini, tanpa adanya sebuah kekuatan yang sangat-sangat rill di dalam berkehidupan berkebangsaan ini tidaklah mungkin akan tercipta sebuah tatanan kebhinekaan ini, karena dari sinilah kita sadari bahwa bagaimana pergerakan bangsa Indonesia ini lahir dari sebuah tatanan kultural-kultural yang sangat majemuk, yang boleh dikatakan itu beragam, bahwa kita sadar wilayah nusantara ini yang merupakan cikal bakal daripada lahirnya wilahyah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang seyogyanya juga dulu sebelum terjadinya penyatuan nusantara ini bagaimana kultural yang ada di wilayah nusantara ini sangatlah luar biasa beragamnya, sehingga dengan ikrar sumpah amukti palapanya Gajah Mada di bawah panji Sri Tungga Dewi di zaman Majapahit, terciptalah sebuah tatanan negara yang sangat kuat dalam wujud Kerajaan Majapahit yang sesungguhnya merupakan inspirasi dari para pendahulu kita, para pejuang kita membangun sebuah negara yang kuat, kokoh, yang berdasarkan pada asas kebhinekaan itu untuk mencapai pada stu kesatuan tujuan, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tapi kenyataannya sekarang dengan adanya degradasi daripada pemahaman akan kesadaran pengetahuan daripada  sejarah-sejarah perjuangan bangsa kita ini yang justru semakin surut di tingkat anak-anak sekarang yang sudah banyak terkontaminasi dengan pemikiran-pemikiran budaya asing yang sesungguhnya juga itu adalah merupakan wujud konspirasi dari sebuah negara-negara yang ingin menghancurkan tatanan negara kita, sehingga anak-anak kita sekarang sangatlah minim pengetahuannya tentang  sejarah kebangsaan kita ini, sehingga lama-lama kalau kita tidak cepat tanggap dengan situasi dan kondisi seperti ini, niscaya kulturalisme  yang asli negara kita ini akan pelan-pelan tergeser dan berubah menjadi kultur yang belum tentu itu sesuai dan e.. seimbang, selaras dengan tatanan daripada dasar budaya bangsa yang kita cintai ini.
Oleh karena itu, ke depan kita sebagai remaja harus lebih waspada, lebih tanggap, dan lebih peka dengan perkembangan daripada situasi global yang akan terus mengintip, yang akan terus menjerumuskan atau mengarahkan kita  kepada hal-hal yang sesungguhnya kita akan melupaka kultur daripada ee… budaya bangsa, kultur bangsa Indonesia yang sangat e.. kita hormati dan sangat-sangat termasyur sebenarnya di seluruh dunia. Mungkin itu yang bisa kita jelaskan tentang bagaimana perspektif daripada multikulturalisme yang ada di negara kita saat ini. oleh Karena itulah, saya berpesan kepada generasi muda khususnya para mahasiswa untuk benar-benar bisa saling bahu membahu, saling e.. berinspirasi bagaimana bisa mempertahankan kultur kita yang sesungguhnya itulah dasr kekuatan dari terbentuknya, terbangunnya bangsa yang kita cintai ini. ”
3.      Bagaimana upaya untuk menghindari sikap intoleran diantara keanekaragaman di Indonesia?
“Pertama mari kita lihat dulu dari sudut pandang Hindu karena kita beragama Hindu. Bahwa di dalam agama Hindu telah memberikan ajaran yang sebagai wujud bagaimana umat Hindu menyikapi perjalanan kehidupan beragamanya atau berkeyakinannya pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan diajarkan adanya Tiga Kerangka. Pertama ada filsafat, kedua etika dan ritual. Nah, dari tiga unsure filsafat, bahwa agama Hindu sangatlah lengkap dengan filsafat tatana kehidupan, baik  dalam kehidupan bersosial, berpolitik, maupun beragama, yang semua asasnya itu berdasarkan pada asas kebenaran yang kita sering sebut dengan ajaran dharma. Yang kedua, inilah merupakan bentuk daripada e.. apa namanya, realisasi bahwa  di dalam ajaran kita  untuk kita bagaimana bagaimana bisa memperytahankan kultur kita sendiri, budaya kita sendiri, kita untuk berkomunnikasi kepada saudara-saudara kita yang lain, yang notabene adalah beragama lain, seperti dalam konsep Hindu sebenarnya kita sudah diajarkan dengan tatanan Tat Tvam asi. Nah, dalam ajaran kita inilah Hindu mengajarkan landasan yang sangat kuat, yang sangat-sangat fundamental dan sangat-sangat tertulis bagaimana kita bisa hidup di dalam sebuag cerminan  multikulturalisme ini bisa menjadikan  kita itu lebih nyaman, menjadikan kita toleran, maka kita mengamalkan konsep Tat Tvam Asi.
Dari konsep Tat Tvam Asilah, kita lahir sebuah tatanan, bagaimana kita mengakui bahwa kebenaran baliau itu adalah satu adanya, sesungguhnya tidak ada kebenaran yang mendua di alam semesta ini, dan kita semua adalah satu di hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, maka lahirlah konsep Vasidaiva Kutumbakam, yang menyatakan diri kita adalah harus saling harga menghargai, saling hormat menghormati, maka lahirlah konsep Tri Kaya Parisudha, denga konsep Tri Kaya Parisudha itulah bentuk wujud daripada masyarakat Hindu untuk bagaimana dia bisa untuk hidup saling harmoni,saling berdampingan satu denganyang lain karena pada intinya segala sesuatu yang terjadi adalah bersumber  kepada diri kita sendiri, bukan dari orang lain, karena cerminan baik benarnya sebuah makna  perbuatna itu adalah lahir dari kesadaran diri kita sendiri untuk  menyadari bahwa kita ini ada dalam lingkungan yang bagaimana, kita yakini dengan konsep Tat Tvam Asi dan Tri Kaya Parisudha, maka terjagalah keseimbangan yang kita lahir Tri Hita Karana.”

4.      Apakah pelaksanaan UUD 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika sudah diterapkan dengan baik untuk NKRI?
“Kalau dilihat dari segi nasional, sepengetahuan saya bahwa sesungguhnya kalau kita jujur mengakui negara kita ini usdah mempunyai konsep-konsep yang sangat luar biasa bagusnya. Dilihat dari konsep dasar ketatanegaraan kita ini sudah lahir dari benih-benih sari pati perjuangan daripada bangsa kita  yang kita cintai ini yang telah ditanamkan inspirasinya oleh para pejuang-pejuang kita, tokoh-tokoh nasional yaitu salah satunya adalah Bapak Ir. Soekarno sebagai proklamator bangsa yang kita cintai ini, beliau itu kita yakini adalah tokoh inspirator daripada berdirinya bangsa ini yang juga beliau kita yakini sebagai agama Hindu yang yakin akan keleluhuran, beliau juga merupakan utusan niskala untuk bagaimana menyelamatkan manusia yang khususnya yang ada di wilayah nusantara ini untuk bagaimana dia bisa bangkit, merdeka dari tekanan-tekanan penjajahan yang kurang lebih 350 tahun mengintip daripada kebebasan kehidupan kita yang ada di wilayah nusantara ini. sehingga tatanan kenegaraan itu sesungguhnya sudah sangatlah baik, sudah sesuai dengan alam, kultur daripada wilayah nusantara kita yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945  yang juga merupakan inspirasi itu lahir daripada e.. tatanan, kalau istilah bahasa Hindu itu adalah lahir dari tatanan wewisik ya, lahir dari tatanan wahyu. Niskala yang diterima oleh para leluhur kita terdahulu yang itu dijadikan inspirasi oleh tokoh pejuang kita untuk membangun bangsa ini.
Kita sadari bahwa bangsa kita ini ada  bukan karena sebuah pemberian, tapi karena sebuah perjuangan, maka oleh karena itulah Tuhan memberikan jalan yang terbaik buat tatanan kenegaraan kita, sehingga kita meyakini itu adalah merupakan  suatu yang terbaik buat bangsa kita. tetapi di dalam pelaksanaan operasional bangsa kita lambat laun terjadi sebah pergeseran-pergeseran pemikiran karena berdalih yang namanya kepentingan, berdalih yang namanya perubahan. Tetapi semua itu kita akui dengan jujur bukanlah sesuatu yang lahir dari makna perjuangan daripada generasi, tapi itu lahir dari sebuah tatanan yang sudah ada, karena pada hal ini sebenarnya yang paling berpengaruh adalah ketidakmampuan dari warga bangsa kita ini memaknai arti yang mendasar tentang hakikat perbedaan, hakikat dari makna kebhinekaan yang sesungguhnya itusangat terputus-putus, sangat terbatas pemahamannya, yang selama ini dia tahu bahwa Bhineka Tunggal Ika yang ada di sesanti bangsa ini yang terdapat di pita burung garuda, padahal sebenarnya hakikat dasarnya adalah Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa, bukan  hanya berbeda-beda menjadi satu, tapi berbeda-berda dalam satu kesatuan yang utuh karena sesungguhnya tidak ada kebenaran yang mendua, atau tidak ada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan yang lebih dari satu di dalam kebenaran yang niscaya ini, sehingga dari situlah sekarang generasi yang khususnya pengetahuannya terbatas, akhirnya keliru menterjemahkan hakikat-hakikat  kebenaran dari makna kebhinekaan kita yang sesungguhnya itu adalah bekal yang pokok sebagai alat pemersatu bangsa yang bagaimana awallnya bangsa ini tercipta dari perbedaan itu sehingga  kita sebagai generasi khususnya sekarang.
Adik sebagai generasi muda harus lebih banyak belajat, lebih banyak melihat ke depan, dengan tidak melupakan cerminan yang sudah  ada dari tatanan-tatanan yang sudah berjalan untuk bagaimana kita bisa memperbaiki dalam konteks menyempurnakan dari apa yang sudah dititipkan, apa yang sudah ditatankan, ditatankan itu artinya yang sudah digrid, yang sudah digariskan oleh para pejuang, kita tinggal menyesuaikan bukan berarti merubah, merubah itu adalah mengandung makna yang egoism, seolah-olah kita mampu untuk mendirikan bangsa ini.  kita ini hanya melanjutkan dari sebuah makna perjuangan, bukan memulai. Maka kita harus menyesuaikan, bukan merubah, itu yang saya garis bawahi, menyesuaikan, bukan merubah. Menyesuaikan dengan apa? Menyesuaikan dengan perkembangan peradaban kehidupan manusia, karena kita sadari yang paling abadi itu adalah justru perubahan itu sendiri, makan janganlah kita ego merasa diri kita mampu, merasa diri kita paling di dalam keseharian kehidupan kita, bahwa Tuhan telah menciptakan ruang  yang telah dipenuhi oleh kemuliaan-kemuliaan yang merasa lebih, yang satu merasa kurang, itu disitulah ambil hikmah dari yang menjadi dasar landasan yang saya katakana Tat Tvam asi.
Kita saling melengkapi satu dengan yang lain sehingga kita harapkan terciptanya harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara di dalam tatanan kesadaran kita untuk bagaimana kita menjadi umat beragama yang saling toleransi satu dengan yang lainnya untuk menciptakan  satu kesatuan yang utuh sebagai tujuan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945, mungkin itu.


2.4 Analisis Wawancara
2.4.1 Analisis Pertanyaan Pertama
Menurut tokoh Buddha, Keanekaragaman suku, budaya dan agama yang ada di Indonesia merupakan sebuah kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki oleh negara manapun di dunia ini. sedangkan menurut tokoh Katolik menyatakan bahwa keanekaragaman atau multikulturalisme adalah  kekayaan bangsa yang  harus dijaga dan dipeluk semuanya agar menjadi bangsa yang luar biasa. Menurut tokoh Hindu, Multikulturalisme adalah suatu keindahan yang diciptakan oleh Tuhan, sehingga Sebagai bangsa yang kaya akan budaya dan suku, hendaknya selalu menjunjung tinggi budaya lokal yang merupakan budaya nenek moyang kita yang harus tetap dipegang teguh dan dijaga, baik kelestariannya maupun keharmonisannya, sehingga kehidupan yang damai dan harmonis dapat terbentuk.




2.4.2 Analisis Pertanyaan Kedua
Kondisi multikuktural di Indonesia saat ini seperti yang dikatakan oleh Tokoh Buddha cukup kondusif , walaupun masih ada beberapa golongan yang kurang senang dan kurang sepaham tentang adanya makna keindahan dan kekayaan dari perbedaan karena ada sesuatu yang belum tercapai. Menurut tokoh Katolik, setiap dari kita itu membuka diri untuk menerima budaya, sebagai sesama warga negara Indonesia harus mempunyai kedekatan hati satu sama lain walaupun dengan berbagai macam perbedaan.
Sedangkan menurut tokoh Hindu, adanya kesadaran semakin surut di tingkat anak-anak sekarang yang sudah banyak terkontaminasi dengan pemikiran-pemikiran budaya asing yang sesungguhnya juga itu adalah menghancurkan tatanan negara kita, sehingga anak-anak kita sekarang sangatlah minim pengetahuannya tentang  sejarah ataupun budaya kebangsaan kita ini, bila tidak cepat tanggap dengan situasi dan kondisi seperti ini, niscaya kulturalisme  yang asli negara kita ini akan pelan-pelan tergeser dan berubah menjadi kultur yang belum tentu itu sesuai dan selaras dengan tatanan dasar budaya bangsa yang kita cintai ini.
2.4.3 Analisis Pertanyaan Ketiga
Dalam agama Buddha yang pertama kali harus dilakukan adalah dengan pengendalian diri, baik pengendalian pikiran, perkataan maupun perbuatan, selain itu  ada yang namanya catur paramita, yaitu ada mita, mudita, karunia,upeka. Cinta kasih secara universal, bukan hanya pada seseorang saja, yaitu mencintai secara keseluruhan mudita yaitu kasih sayang/ welas asih, diantara warga bangsa ini saling tolong menolong  dalam agama Buddha juga ada Ahimsa yaitu menghindari segala macam permusuhan. Sementara menurut Katolik adalah sebagai warga negara Indonesia harus kenal satu sama lain, tidak cukup hanya tau saja. Sebagai warga negara, harus selalu berbaur dan bersatu dalam satu kesatuan. Sedangkan menurut Hindu adalah dengan konsep Vasudaiva Kutumbakan dan Tat Tvam Asi untuk selalu menjaga toleransi, persatuan dan keharmonisan dengan sesama warga negara Indonesia .

2.4.4 Analisis Pertanyaan Keempat
Menurut tokoh Buddha, UUD 1945 dan pancasila itu sudah diterapkan dengan baik, karena kaum minoritas sendiri sudah menerapkannya dengan baik, mereka manaati peraturan yang ditetapkan pemerintah Indonesia, mereka berusaha menjalankan segala hak dan kewajiban mereka dengan sebaik mungkin demi mewujudkan cita-cita bangsa yang adil, makmur, damai, dan sejahtera. Sedangkan menurut tokoh Katolik bahwa 4 pilar ini adalah rohnya bangsa yang harus dijaga kemurniannya, bila kita menyadari bahwa kita mempunyai kekuatan atau roh yang sama maka tidak akan terjadi konflik ataupun permusuhan, baik dari kalangan manapun, dari agama manapun jika bisa bersatu padu dalam keharmonisan maka akan mudah menjadi bangsa yang baik.
Menurut tokoh Hindu, generasi muda harus lebih banyak belajar, lebih banyak melihat ke depan, dengan tidak melupakan cerminan yang sudah  ada dari tatanan-tatanan yang sudah berjalan untuk bagaimana kita bisa memperbaiki dalam konteks menyempurnakan dari apa yang sudah dititipkan, apa yang sudah ditatankan, ditatankan itu artinya yang sudah digrid, yang sudah digariskan oleh para pejuang, kita tinggal menyesuaikan bukan berarti merubah. untuk menciptakan  satu kesatuan yang utuh sebagai tujuan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.







BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keanekaragaman suku, budaya dan agama yang ada di Indonesia merupakan sebuah kekayaan bangsa Indonesia yang harus selalu kita jaga dan selalu dijunjung tinggi agar warisan luar biasa dari nenek moyang kita dapat terus diturunkan kepada generasi generasi penerus bangsa Indonesia.Kondisi multikuktural di Indonesia saat ini cukup kondusif , walaupun masih ada beberapa golongan yang kurang senang dan kurang sepaham tentang adanya makna keindahan dan kekayaan dari perbedaan karena ada sesuatu yang belum tercapai.
Dalam upaya menciptakan kehidupan multikultur yang harmonis, kita harus menhgormati budaya atau golongan lain. selain itu kondisi sekarang ini juga menunjukkkan bahwa banyak genesi yang terpengaruh dengan budaya asing yang menyebabkan kurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai budaya Indonesia, yang lama kelamaan bisa menyebabkan budaya bangsa ini luntur bahkan tergeser.
Dalam mencegah terjadinya intoleransi adalah pertama dengan pengendalian diri, yaitu dengan pengendalian pikiran, perkataan, dan perbuatan, kemudian dilanjutkan dengan penerapan konsep catur paramita dan vasudaiva kutumbakan, serta konsep Tat Tvam Asi, dengan penerapan tiga konsep tersebut maka kita akan berbaur satu sama lain, akan lebih memahami dan mengenal satu sama lain sehingga tidak ada permusuhan atau perselisihan yang dilatarbelakangi oleh suku, ras, ataupun agama.
Pelaksanaan 4 pilar  itu sudah diterapkan dengan baik, 4 pilar ini adalah rohnya bangsa yang harus dijaga kemurniannya, bila kita menyadari bahwa kita mempunyai kekuatan atau roh yang sama maka tidak akan terjadi konflik ataupun permusuhan, baik dari kalangan suku, ras, agama, atau golongan, semuanya bersatu padu dalam keharmonisan maka akan mudah menjadi bangsa yang baik. untuk menciptakan  satu kesatuan yang utuh sebagai tujuan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945








   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar