DASAR- DASAR AGAMA HINDU
Dosen Pengampu:
WEDA
Disusun Oleh:
1.
Made Dwi Payana Sanjaya (Pendidikan)
2.
Eni Kusti Rahayu (Penerangan)
3.
Wisnu Oka
Wirawan (Penerangan)
4.
Gede Ardike (Penerangan)
5.
Wayan Kemenuh
(Penerangan)
6.
I Gusti Udi Isawara
SEKOLAH
TINGGI AGAMA HINDU (STAH)
DHARMA
NUSANTARA JAKARTA
TAHUN 2015/2016
DAFTAR
ISI
Daftar Isi................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 4
A Penertian Weda................................................................................. 4
B Bahasa Weda..................................................................................... 5
C Umur Kitab Suci Weda..................................................................... 6
D Sifat-Sifat Weda............................................................................... 7
E Weda,
Wahyu Tuhan Yang Maha Esa............................................... 7
F Weda Kitab Suci, Sumber Ajaran agama Hindu............................... 8
G Sapta Rsi Penerima Wahyu Weda .................................................... 9
H Weda Sebagai Sumber Hukum Hindu.............................................. 14
I Pengkodifikasian Weda..................................................................... 15
J Isi Kitab Suci Weda............................................................................ 26
BAB III PENUTUP............................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 30
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Dalam agama hindu ada kepercayaan bahwa agama
itu “diwahyukan” melalui “orang orang yang telah di tentukan” yang disebut rsi.
Karena rsi adalah orang-orang yang telah “mendengar”, pengetahuan tadi lalu
yang sering disebut “sruti”. Apa yang didengar lalu di jadikan teks-teks, yang
adakalanya disebut dengan mantra-mantra yang sangat penting dalam melakukan
meditasi, juga sering dikatakan sebagai kemampuan menyelamatkan akal pikiran.
Kitab dalam agama hindu
adalah tulisan keagamaan yang paling tua dan paling besar didunia. Sangatlah
sulit untuk mengklasifikasikan dan menyatakan kapan kitab-kitab ini ditulis
dengan benar karena terdapat banyak penulis yang terlibat dalam kurun waktu
ribuan tahun. Dan juga, kebiasaan yang ada pada zaman itu adalah seseoarng
penulis tidak akan menuliskan nama mereka pada hasil karyanya yang juga
mempersulit masalah ini.
1.2
Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari kitab
Veda agama Hindu?
2. Apa saja sumber hukum yang
ada pada kitab Veda?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan
pengertian dari kitab Veda agama Hindu;
2.
Menjelaskan
sumber hukum yang ada pada kitab Veda.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Weda
Wahyu yang diturunkan oleh Hyang Widhi melalui para Rsi,
dikumpulkan atau dihimpun menjadi suatu kitab suci. Kitab suci yang diyakini
sebagai wahyu yang diturunkan oleh Hyang Widhi disebut Weda. Kata
Weda dapat dikaji melalui dua pendekatan, yaitu berdasarkan etimologi (akar
katanya) dan berdasarkan semantic(pengertiannya). Weda sebagai
wahyu yang diturunkan Agama Hindu, secara etimologi berasal dari bahasa
Sansekerta, dari akar kata "Wid" yang berarti
mengetahui atau pengetahuan. Dari kata Weda yang ditulis dengan huruf A
(panjang) berarti pengetahuan kebenaran sejati atau kata-kata yang diucapkan
dengan aturan-aturan tertentu yang dijadikan sumber ajaran Agama Hindu. Secara
semantic Weda berarti kitab suci yang mengandung kebenaran abadi, ajaran suci
atau kitab suci bagi umat Hindu. Maharsi Sanaya mengatakan bahwa Weda adalah
wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang mengandung ajaran yang luhur untuk kesempurnaan
umat manusia serta menghindarkannya dari perbuatan jahat.
Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna
berasal dari Sang Hyang Widhi yang didengarkan oleh Para Maha Rsi melalui
pawisik (wahyu), sehingga weda disebut Sruti yang
berarti Sabda Suci atau pawisik yang didengarkan sehingga weda
itu sebagian besar adalah nyanyian-nyanyian dari Hyang Widhi yang berbentuk
puisi, dalam Weda disebut Chandra. Orang yang menghayati dan
mengamalkan Weda akan mendapatkan kerahayuan atau ketenangan lahir batin.
Winternitz dalam bukunya A History of Indian Literature, volume I
(1927) menyatakan bahwa kitab suci Weda adalah monument dan susastra tertua di
dunia. Ia menyatakan bila kita ingin mengerti permulaan dari kebudayaan kita
yang tertua, kita harus melihat Rg Weda sebagai susastra tertua yang masih
terpelihara. Sebab pendapat apapun yang kita miliki mengenai susastra maka
dapat dikatakan bahwa Weda adalah susastra timur tertua dan bersama dengan itu
merupakan monument susastra dunia tertua. Demikian pula Bloomfield dalam
bukunya The Religion of Weda (1908) menyatakan bahwa Rg Weda
bukan saja monument tertua tetapi juga dokumen di timur yang paling tua.
B. Bahasa Weda
Sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa maka timbul sebuah
pertanyaan, bahasa apakah yang dipergunakan ketika wahyu itu turun dan demikian
pula ketika Weda itu dituliskan. Dapat kita lihat pada kenyataannya bahwa
setiap agama memiliki bahasa wahyunya tersendiri, biasanya bahasa kitab suci
mereka adalah bahasa dimana wahyu tersebut diterima atau diturunkan. Begitu
pula sebaliknya yang terjadi pada agama Hindu, kitab suci Weda
menggunakan bahasa Sansekerta Karena
Maha Rsi penerima wahyu Weda tersebut menggunakan bahasa sansekerta. Sampai saat
ini bahasa sansekerta juga digunakan dalam penulisan susastra Hindu.
Istilah bahasa sansekerta adalah bahasa yang dipopulerkan
oleh Maharsi bernama Panini yang hidup pada abad ke VI sebelum masehi. Pada
waktu itu Maharsi Panini mencoba menulis sebuah kitab Vyakarana (tata bahasa)
yang kemudian terkenal dengan nama Astadhayayi yang terdiri dari delapan
Adhyaya atau bab yang mencoba mengemukakan bahwa bahasa yang digunakan dalam
Weda adalah bahasa dewa-dewa. Bahasa dewa-dewa yang demikian dikenal dengan “Daivivak”
yang berarti bahasa atau “sabda dewata”.
Kemudian atas jasa Maharsi Patanjali yang menulis kitab
“Bahasa” dan merupakan buku kritik yang menjelaskan kitab Maharsi Panini yang
ditulis pada abad ke II sebelum masehi, makin terungkaplah nama Daivivak untuk
menamai bahasa yang digunakan dalam penulisan karya sastra seperti Itihasa
(Sejarah), Purana (cerita-cerita kuno/mitologi). Penulis yang tampil setelah
Maharsi Panini adalah Maharsi Katyayana. Katyayana hidup di abad ke V sebelum
masehi. Katyayana dikenal juga dengan nama Vararuci dan di Indonesia salah satu
karya dari Maharsi Vararuci yaitu Sarasamuccaya telah diterjemahkan kedalam
bahasa Jawa Kuno pada masa kerajaan Majapahit.
Dengan perkembangannya yang pesat sesudah diturunkannya
Weda, kemudian para ahli Sansekerta membedakan bahasa Weda kedalam tiga
kelompok, yakni:
1) Bahasa Sansekerta Weda (Vedic
Sanskrit) yakni bahasa sansekerta yang digunakan dalam Weda yang
umumnya jauh lebih tua dibandingkan dengan bahasa sansekerta yang kemudian
digunakan dalam berbagai susastra Hindu seperti dalam Itihasa, Purana,
Dharmasastra,dll.
2) Bahasa Sansekerta Klasik
(Classical Sanskrit) yakni bahasa sansekerta yang digunakan dalam
karya sastra (susastra Hindu) seperti Itihasa (Ramayana dan Mahabharata), Purana
(18 Mahapurana dan 18 Upapurana), Smrti (kitab-kitab Dharmasastra), kitab-kitab
Agama (Tantra), dan Darsana yang berkembang sesudah Weda.
3) Bahasa Sansekerta Campuran
(Hybrida Sanskrit) dan untuk di Indonesia oleh para ahli menamai
sansekerta kepulauan (Archipelago Sanskrit). Baik sansekerta campuran maupun
sansekerta kepulauan keduanya ini tidak murni menggunakan kosa kata atau tata
bahasa Sansekerta sebagaimana yang digunakan dalam kedua kelompok sebelumnya
(Sansekerta Weda dan Sansekerta Klasik). Contoh sansekerta campuran dapat
dijumpai di India terutama pada masyarakat yang tidak menggunakan bahasa
sansekerta (kini menjadi bahasa Hindi) seperti di India Timur atau Selatan,
sedangkan di Indonesia dapat kita lihat dari Sruti, Stava atau Puja yang digunakan
oleh para pandita di Bali.
C. Umur
Kitab Suci Weda
Umat Hindu meyakini bahwa Weda itu tidak berawal dan
tidak berakhir dalam pengertian waktu. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum itu
atau tidak ada sesuatu yang lebih awal dari Weda. Weda berarti sudah ada
sebelum pengertian waktu itu ada. Dalam hal ini Weda telah ada saat Brahman
ada, yaitu sebelum alam semesta ini diciptakan.
Bebagai pendapat ditemukan dalam dunia penelitian yaitu
mengenai kapan wahyu Tuhan tersebut diturunkan. Hal ini banyak mengundang
pendapat baik dari sarjana Barat maupun para sarjana Timur. Pada mulanya Weda
diterima secara lisan dan disampaikan pula secara lisan, karena mengingat pada
saat Weda itu diturunkan belum dikenal tentang tulisan. Setelah manusia
mengenal tulisan barulah wahyu tersebut di paparkan dalam bentuk mantra-mantra
oleh Maharsi Wyasa atau Krsnadwipayana, beliau menyusun atau menuliskan kembali
ajaran Weda tersebut kedalam empat himpunan (Samhita) yang dibantu oleh empat
orang siswanya. Banyak sekali para ahli yang berpendapat tentang kapan Weda
diturunkan, diantaranya yaitu:
1) Vidyaranya mengatakan sekitar 15.000
tahun Sebelum Masehi.
2) Lokamanya Tilak Shastri menyatakan
6000 tahun Sebelum Masehi.
3) Bal Gangadhar Tilak menyatakan 4.000
tahun Sebelum Masehi.
4) Dr. Haug memperkirakan tahun 2.400
tahun Sebelum Masehi.
5) Max Muller menyatakan sekitar
1.200-800 tahun Sebelum Masehi.
6) Heina Gelderen memperkirakan
1.150-1.000 tahun Sebelum Masehi.
7) Sylvain Levy memperkirakan 1000 tahun
Sebelum Masehi.
8) Stutterhein memperkirakan 1000-500
tahun Sebelum Masehi.
Demikian pendapat para sarjana memperkirakan mengenai
masa turunnya wahyu Weda yang sudah sangat tua dan sampai saat ini ajaran Weda
masih relevan menjadi sumber ajaran agama Hindu dan senantiasa menjadi pegangan
bagi umat Hindu.
D. Sifat
- Sifat Weda
Sifat Weda yang utama adalah anadi ananta, artinya Weda
itu bersifat abadi. Karena Weda adalah sabda Tuhan yang diterima oleh Para Maha
Rsi. Walaupun usia Weda sudah sangat tua, namun ajaran yang terkandung
didalamnya ternyata sangat relevan dengan perkembangan zaman. Lebih jauh dapat
ditegaskan sifat Weda itu adalah sebagai berikut :
1. Weda itu tidak
berawal, karena Weda merupakan sabda Tuhan yang telah ada sebelum alam
diciptakan olehNya.
2. Weda tidak berakhir
karena ajaran Weda berlaku sepanjang zaman, mengingat Weda tidak berawal dan
berakhir sehingga Weda disebut anadi ananta (abadi).
3. Weda berlaku
sepanjang zaman, maksudnya dari manusia pada zaman prasejarah sampai manusia
modern, dari manusia dengan kecerdasan tinggi maupun rendah. Weda akan
memberikan penjelasan mengenai Tuhan dan Alam Semesta ini, sesuai dengan
kemampuan daya pikir manusia sendiri.
4. Weda itu
disebut Apauruscyam¸ artinya Weda itu tidak disusun oleh
manusia melainkan diperoleh atau diterima oleh orang-orang suci atau para
maharsi. Oleh karena itu, Weda bukan agama budaya dan bukan hasil ciptaan
manusia.
5. Weda mempunnyai
keluwesan, tidak kaku namun tidak berubah inti dan hakikatnya. Weda dapat
diumpamakan sebagai bola karet yang melengket, kemanapun ia digelindingkan,
maka tanah yang dilalui itu akan melengket, memberikan warna baru pada bola
karet itu, namun inti karet itu sedikitpun tidak berkurang, demikian pula
bentuknya yang bundar hanya warna yang berubah sesuai dengan daerah yang
dilalui.
E. Weda,
Wahyu Tuhan Yang Maha Esa
Seperti halnya setiap ajaran agama memberikan tuntunan
untuk kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia lahir dan batin dan diyakini
pula bahwa ajaran itu bersumber pada ajaran Weda yang merupakan wahyu atau sabda
Tuhan Yang Maha Esa yang disebut dengan Sruti yang artinya didengar. Weda
sebagai himpunan sabda atau wahyu berasal dari Apauruseyam (bukan dari Purusa
atau Manusia), sebab para Rsi penerima wahyu hanya berfungsi sebagai instrument
(sarana) dari Tuhan Yang Maha Esa untuk menyampaikan ajaran suci-Nya.
Maha Rsi adalah mereka yang menerima wahyu Tuhan Yang
Maha Esa karena kesucian pribadi, hati, dan pikiran mereka yang dapat merekaam
sabda suci-Nya. Kata Maha Rsi berasal dari urat kata drs yang artinya melihat
atau memandang, dalam pengertian yang lebih luas berarti memperoleh atau
menerima. Oleh karena itu seorang Rsi disebut dengan mantradrastra (mantra drestah iti Resih). Ada beberapa cara seorang Rsi
memperoleh wahyu, yaitu melalui:
1) Svaranada, yakni gema yang
diterima para Rsi dan gema tersebut berubah menjadi sabda atau wahyu dan
disampaikan kepada para siswa kerohanian didalam asrama (pasraman)
2) Upanisad, pikiran para Rsi
dimasuki oleh sabda Brahman sehingga yang diterima oleh para siswa dari guru
adalah sabda Brahman. Guru menyampaikan ajaran-Nya itu dalam suasana pendidikan
dalam garis perguruan parampara yang disebut Upanisad, yakni duduk dibawah
dekat guru untuk menerima ajaran suci-Nya.
3) Darsana, yakni manusia
berhadapan dengan dewa-dewa seperti ketika Arjuna berhadapa dengan Hyang Siva
atau Indra dalam suatu pandangan memakai mata batin (mata rohani).
4) Avatara, yakni manusia
berhadapan dengan AvataraNya seperti halnya Arjuna menerima wejangan suci
Bhagavadgita dan Sri Krisna, sang Purna Avatara.
Demikianlah Weda adalah wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang
diterima oleh para Rsi dan merupakan sember ajaran agama Hindu yang bersifat
kekal abadi (Anadi dan Ananta).
F. Weda
Kitab Suci, Sumber Ajaran Agama Hindu
Satu-satunya pemikiran secara tradisional yang kita
miliki adalah yang mengatakan bahwa Weda adalah kitab
suci agama hindu. Sebagai kitab suci agama Hindu, maka
ajaran Weda diyakini dan dipedomani oleh umat Hindu sebagai satu-satunya sumber
bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ataupun
untuk waktu-waktu tertentu. Apapun yang diturunkan sebagai ajaranNya
kepada umat manusia adalah ajaran suci, terlebih lagi bahwa isinya
itu memberikan petunjuk-petunjuk atau ajaran untuk hidup beragama.
Sebagai kitab suci, Weda adalah sumber ajaran agama Hindu sebab
dari Weda mengalir ajaran yang merupakan kebenaran agama Hindu. Ajaran Weda
dikutip kembali dan memberikan warna terhadap kitab-kitab
susastra Hindu pada masa berikutnya. Dari kitab Weda mengalirlah ajarannya dan
dikembangkan dalam kitab-kitab Smrti, Itihasa, Purana, Tantra, Darsana dan
Tatwa-tatwa yang kita warisi di Indonesia. Svami Sivananda, seorang yogi
besar di abad modern ini, menyatakan Weda adalah
kitab tertua dari perpustakaan umat manusia. Kebenaran yang terkandung
dalam agama hindu berasal dari Weda dan akhirnya kembali kepada
Weda. Weda adalah sumber ajaran agama, sumber tertinggi dari semua sastra agama.
Weda mengandung ajaran yang memberikan
keselamatan di dunia ini dan di akhirat nanti. Ajaran
Weda tidak terbatas hanya sebagai tuntunan hidup individual, tetapi juga dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagaimana hendaknya seseorang
atau masyarakat bersikap dan bertindak, tugas-tugas individu dan tugas-tugas
umum sebagai anggota masyarakat, demikian pula bagaimana seorang rohaniawan bertingkah
laku, tugas dan kewajiban kepada negara atau pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya. Segala tuntunan hidup ditunjukkan kepada kita oleh ajaran Weda yang
terhimpun dalam Kitab suci Weda.
G. Sapta Rsi Penerima Wahyu Weda
Sepintas telah dijelaskan tentang para Rsi menerima wahyu
Tuhan Yang Maha Esa yang kemudian terhimpun dalam kitab suci Weda. Dalam agama
Hindu orang-orang suci penerima wahyu disebut Rsi atau Maha
Rsi, kata ini berarti yang memandang, melihat atau yang memperoleh wahyu Tuhan
Yang Maha Esa. Dalam perkembanganya kita jumpai berbagai sebutan terhadap
orang-orang suci antara lain : Muni, Sadhu, Swami, Yogi, Sannyasi, Acarya,
Upadhyaya dan lain-lain dan di Indonesia pada zaman dahulu kita mengenal
istilah Mpu atau Bhujangga, kini para Pandita dari golongan Vaisnava di Bali
disebut pula dengan Rsi. Untuk membedakan Rsi penerima wahyu Weda dengan Rsi
para pandita dewasa ini, maka untuk yang pertama disebut Maharsi atau
kadangkala dapat disebut Rsi. Maharsi ini dapat disebut sebagai nabi bagi umat
Hindu dan jumlahnya tidaklah seorang, melainkan cukup banyak.
Seorang Maharsi adalah tokoh pemikir dan pemimpin agama,
ia juga seorang ”Jnanin”, filosuf dan pejuang dalam bidang agama. Ia rendah
hati dan tahan uji, ia memiliki pandangan yang luas dan mampu menatap masa
depan, mampu mengendalikan indrianya, suka melakukan tapa, brata, yoga,
samadhi, karena itu ia senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sebagai pemimpin agama ia adalah pengayom yang memberikan keteduhan dan kesejukan
kepada siapa saja yang datang untuk memohon bimbingannya.
Dengan sifat-sifat tersebut di atas, seorang Rsi adalah
seorang rohaniawan, agamawan dan sekaligus seorang pemimpin dalam bidang agama.
Di dalam kitab-kitab Purana kita jumpai pengelompokkan Rsi ke dalam 3 katagori,
yaitu :
a. DevaRsi,
b. BrahmaRsi,
c. RajaRsi.
Dengan adanya Rsi ke dalam tiga kelompok itu, secara
tidak langsung kita mengetahui bahwa tidak semua Rsi berstatus sebagai penerima
wahyu Tuhan. Hindu berpandangan bahwa dengan banyaknya Rsi itu umat mendapatkan
teladan, figur dan penampilannya menjadi panutan, wejangan-wejangannya
memberikan kesejukan hati dan kebahagiaan yang tiada taranya, misalnya karya
Maharsi Wyasa yang memadukan unsur sejarah dan mitologi dalam karya besarnya
Mahabharata dan kitab-kitab Purana.
Disamping pengelompokan ke dalam 3 katagori tersebut di
atas, kitab Matsya Purana dan Brahmanda Purana menyebutkan 5 kelompok Rsi,
sebagai berikut :
a. BrahmaRsi, tugasnya
mempelajari dan mengajarkan Weda, jadi fungsinya sebagai pandita.
b. SatyaRsi, gelar para Rsi
yang mempunyai asal-usul langsung dari Tuhan Yang Maha Esa pada permulaan
penciptaan dunia ini
c. DevaRsi, dikaitkan dengan
mantra-mantra dalam kitab suci ini seperti Marici, Bhrgu, Angira, Pulastya,
Pulaha, Kratu, Daksa, Atri dan Vasistha.
d. SrutaRsi,
e. RajaRsi.
Pengelompokkan ini merupakan penyempurnaan pengelompokan
sebelumnya dengan menambahkan 2 kelompok baru, yaitu SatyaRsi dan SrutaRsi.
Dari istilah-istilah ini dapat dipahami bahwa nama-nama kelompok ini hanya
bersifat relatif fungsional dihubungkan dengan fungsi dan sifat yang khas dari
seorang Rsi. Selanjutnya perlu kita tinjau lebih jauh kaitan seorang Rsi dengan
tugas yang dibebankan kepadanya. Seorang Rsi sebagai Brahmana, sebagai guru dan
sebagai Bhatara (yang memberikan perlindungan). Kata Brahmana adalah istilah
umum yang digunakan dalam Weda sebagai gelar untuk menamakan fungsi seseorang
sebagai pemimpin upacara agama.
Seorang Rsi karena pengetahuannya dapat berfungsi sebagai
pemimpin dalam melaksanakan upacara agama, ia juga merupakan seorang Brahmana.
Demikian pula karena memiliki kemampuan untuk mengajarkan dalam rangka penyebar
luasan ajaran Weda dan Dharma, maka secara fungsional ia adalah seorang guru.
Di dalam Manavadharmasastra disebutkan adanya beberapa jenis guru, demikian pula
halnya dengan Brahmana. Seorang guru disebut Acarya, Mahcarya atau Upadhyaya,
tetapi guru ini belum tentu seorang Rsi.
Seorang disebut Acarya bila ia telah menguasai seluruh
isi Weda, termasuk Itihasi, Purana, Wedangga, dan kitab-kitab susastra Hindu
yang lain. Sebaliknya seorang Upadhyaya, hanya dianggap cukup bila ia menguasai
Wedangga. Selanjutnya seorang Rsi sebagai Bhatara (pelindung) sekaligus seorang
pemimpin baik dalam bidang kerohanian, politik dan pemerintahan dan bahkan
menjadi panglima perang sebagai contoh adalah Rsi Bhisma, Drona dan sebagainya.
Di Bali pada masa pemerintahan Dharma Udayana Varmadeva,
Mpu Rajakrta menjabat Senapati Kuturan dan kemudian nama ini populer menjadi
Mpu Kuturan yang merintis Kahyangan Tiga dengan desa Pakraman di daerah ini.
Seorang Brahma Rsi menurut kitab Brahmanda Purana tugasnya mempelajari dan
mengajarkan Weda, jadi fungsinya sebagai pandita. Adapun seorang yang
dinyatakan sebagai SatyaRsi adalah gelar para Rsi yang mempunyai asal-usul
langsung dari Tuhan Yang Maha Esa pada permulaan penciptaan dunia ini. Beliau
pula yang mula-mula disebut sebagai Bhatara, misalnya Bhatara Manu dan
lain-lain.
Kelompok Deva Rsi dikenal pula dengan nama Prajapati. Di
dalam kitab brahmanda Purana disebutkan adanya 9 Prajapati, yaitu : Marici,
Bhrgu, Angira, Pulastya, Pulaha, Kratu, Daksa, Atri dan Vasistha. Di antara 9
Prajapati itu ada pula yang disebut-sebut namanya dalam kitab Rg Weda, sebagai
Rsi yang dikaitkan dengan mantra-mantra dalam kitab suci ini. Adapun 4 kelompok
lainnya (Brahma, Satya, Sruta dan Raja Rsi) di dalam Brahmanda Purana
masing-masing disebutkan berturut-turut : Sonaka, Sananda, Sanatana dan
Sanatkumara.
Disamping nama-nama yang telah disebutkan di atas,
terdapat pula keterangan lain yang menyebutkan kelompok Sapta Rsi penerima
wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang terhimpun dalam Weda. Weda sebagai Sabda
suci atau pawisik Sang Hyang Widhi yang diterima oleh Para Maha Rsi. Keterangan
ini dapat dijumpai pada sebuahKitab Nirupta. Para Maha Rsi sebagai
penerima Sabda Suci atau Pawisik (Mantra Drestah Iti Resih) artinya
orang-orang yang melihat atau mendapat mantra-mantra itu.
Menurut kitab-kitab Purana maupun Manavadharmasastra,
nama-nama SaptaRsi dikaitkan dengan jangka waktu tertentu. Satu jangka waktu
atau Yuga manusia dibimbing oleh adanya Sapta Rsi disamping Rsi-Rsi lainnya.
SaptaRsi atau Sapta Maharsi ini merupakan pengembala utama umat manusia dan
penerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Adapun SaptaRsi dan keluarga (Gotra) dari
Sapta (Maha) Rsi, yang paling banyak disebut adalah: Grtsamada, Visvamitra,
Vamadeva, Atri, Bharadvaja, Vasistha dan Kanva. Untuk mengenal lebih jauh
tentang masing-masing dari para Rsi itu serta kaitannya dengan turunnya Weda
dapat dijelaskan hal-hal penting sebagai berikut:
a. Rsi
Grtsamada
Maharsi Grtsamada adalah Maharsi yang banyak dihubungkan
dengan turunnya mantra-mantra Weda, terutama Rg Weda mandala II.
Dari beberapa catatan diketahui bahwa Grtsamada adalah keturunan dari
Sunahotra, keluarga Angira, adapula penjelasan lain yang menyatakan bahwa
Grtsamada adalah keturunan Bhrgu. Dengan demikian sejarahnya tidak diketahui
dengan pasti, sedang di dalam Mahabharata, ia disebutkan keturunan Maharsi
Sonaka dan dinyatakan sebagai keturunan Bharadvaja.
b. Rsi
Visvamitra
Maharsi Visvamitra adalah Maharsi kedua yang banyak
disebut-sebut namanya dan dikaitkan dengan seluruh Rg Weda mandala III.
Kitab mandala III Rg Weda ini terdiri dari 58 Sukta. Setelah diadakan
penelitian, ternyata tidak semua Sukta itu dikaitkan dengan nama Visvamitra
karena diantara mantra-mantra itu ada menyebutkan Maharsi lainnya, seperti
Kusika, Isiratha dan lain-lain. Visvamitra adalah putra Rsi Musika. Disamping
itu dijumpai pula nama Rsi Jamadagni sebagai Maharsi yang dikaitkan dengan
mandala III Rg Weda.
c. Rsi
Vamadeva
Maharsi Vamadeva banyak dihubungkan dengan kitab Rg
Weda mandala IV. Di dalam kitab-kitab Purana diceritakan bahwa Vamadeva
sempat mengadakan dialog dengan deva Indra dan Aditi, suatu hal yang tidak
dapat dibayangkan oleh pikiran kita, kecuali kita memberikan penafsiran bahwa
maksudnya adalah untuk menjelaskan bahwa Vamadeva memperoleh kesempurnaan
selagi beliau masih muda. Maharsi Vamadeva disebut memberikan petunjuk untuk
mencapai kesempurnaan sejati.
d. Rsi
Atri
Maharsi Atri pada umumnya banyak dikaitkan dengan
turunnya mantra-mantraRg Weda mandala V. Di dalam Matsya Purana, nama
Atri tidak saja sebagai nama keluarga, tetapi juga sebagai nama pribadi.
Dinyatakan bahwa dalam keluarga Atri yang tergolong Brahmana dijumpai pula
beberapa nama dari keluarga Atri seperti : Saryana, Udvalaka, Sona, Sukratu,
Gauragriva dan lain-lain. Dalam cerita lainnya dikemukakan pula informasi bahwa
Maharsi Atri banyak dikaitkan dengan keluarga Angira. Bila kita baca dengan
teliti Rg Weda mandala V, tampaknya tidak hanya Maharsi Atri yang menerima
wahyu untuk mandala ini, tetapi juga Druva, Prabhuvasu, Samvarana, Gauraviti,
Putra Sakti dan lain-lain. Dikemukakan pula bahwa di antara keluarga Atri, 36
Rsi tergolong penerima wahyu. Kemungkinan nama-nama itu adalah keturunan dari
Maharsi Atri.
e. Rsi
Bharadvaja
Rsi Bharadvaja adalah Maharsi yang banyak dikaitkan
dengan turunnya mantra-mantra dari Rg. Weda Mandala VI, kecuali ada
beberapa saja yang diturunkan melalui Sahotra dan Sarahotra. Adapun nama-nama
lain, seperti Nara, Gargajisva adalah nama Rsi penerima wahyu dari keluarga
Bharadvaja. Di dalam kitab-kitab Purana dijelaskan bahwa Bharadvaja adalah
putra Brihaspati, cerita ini belum dapat dipastikan kebenarannya karena
disamping keterangan lain yang mengatakan bahwa Samyu dengan Bharadvaja masih
dalam satu keluarga.
f. Rsi
Vasistha
Nama Vasistha sering digunakan sebagai nama keluarga
kadang kala sebagai nama pribadi. Rsi Vasistha banyak dikaitkan dengan turunnya
mantra-mantra Rg Weda mandala VII. Salah seorang keturunan Rsi
Vasistha adalah Rsi Sakti yang juga terkenal sebagai penerima wahyu. Di dalam
kitab Mahabharata nama Vasistha disamakan dengan Visvamitra. Di dalam kitab
Matsya Purana, dinyatakan bahwa Rsi Vasistha mengawini Arundhati, saudara
perempuan Devarsi Narada. Dari padanya lahir seorang putra bernama Sakti.
g. Rsi
Kanva
Maharsi Kanva merupakan Maharsi penerima wahyu dan banyak
dikaitkan dengan Rg Weda mandala VIII. Mandala ini isinya
bermacam-macam Sukta. Kanva adalah nama pribadi dan juga nama keluarga. Mandala
VIII dinyatakan diterima oleh keluarga Sakuntala. Disamping Rsi Kanva terdapat
pula nama-nama Rsi lainnya seperti Kasyapa, putra Marici. Maharsi Kanva
mempunyai putra bernama Praskanva. Nama-nama Rsi yang lain yang juga dapat
dijumpai dalam mandala VIII adalah: Gosukti, Asvasukti, Pustigu, Bhrgu, Manu,
Vaivasvata, Niopatithi dan sebagainya. Adapun mandala IX dan X Rg Weda
merupakan mandala yang paling lengkap. Mandala ini memuat pokok-pokok ajaran
agama Hindu yang sangat penting dan sangat bermanfaat untuk diketahui.
Disamping nama-nama Rsi sebagai telah dikemukakan diatas,
tampaknya penggunaan Rsi itu telah cukup merasuk sampai ke Bali. Dalam
mempelajari perkembangan agama Hindu didaerah ini, kita jumpai pula tokoh-tokoh
yang juga disebut Saptarsi yang bertanggung jawab terhadap perkembangan agama
Hindu.
Disamping Sapta Rsi tersebut diatas masih banyak lagi
Maha Rsi lain sebagian penerima Wahyu atau pawisik yang berjasa dalam
mengelompokkan Weda serta berjasa menyusun dalam penulisan Kitab Suci Weda.
Dalam tradisi Hindu disebutkan bahwa Maha Rsi terbesar yang sangat banyak
jasanya dalam mengkodifikasikan atau menghimpun Weda adalah Bhagawan Wyasa,
dimana beliau dibantu oleh empat orang siswanya atau muridnya yaitu :
1. Maha Rsi Pulana yang
juga disebut Paila, sebagai penyusun Reg Weda
2. Maha Rsi Waisampayana sebagai
penyusun Yajur Weda
3. Maha Rsi Jaimini sebagai
penyusun Sama Weda
4. Maha Rsi Sumantu sebagai
penyusun Atharwa Weda
Keempat Weda tersebut diatas disebut Catur Weda
Samhita. Disamping menghimpun Catur Weda Samhita tersebut, Maha Rsi Wyasa
juga sebagai penyusun kitab Mahabharata, Purana, Bhagawadgita, dan Brahmasutra.
Maha Rsi Wyasa dikenal pula dengan nama Kresna Dwipayana Wyasa, Bhagawan Wyasa
dan Wyasadewa.
Berdasarkan keterangan diatas, maka Pawisik atau wahyu
tersebut tidak hanya diterima oleh seorang Maha Rsi saja melainkan oleh banyak
Maha Rsi dari keluarga yang berbeda ditempat yang berbeda dan dalam waktu yang
berbeda pula. Pengumpulan berbagai Mantra menjadi himpunan buku-buku merupakan
usaha kodifikasi Weda. Selain itu banyak lagi usaha yang dilakukan dalam
mengkodifikasi atau mengumpulkan ayat-ayat suci tersebut sehingga dapat
dilestarikan. Usaha menyusun atau mengkodifikasi itu ada beberapa kecenderungan
yang dipergunakan sebagai cara penghimpunannya yaitu :
1. Didasarkan atas
usia ayat-ayat termasuk tempat geografis turunnya ayat-ayat itu.
2. Didasarkan atas
sistem pengelompokkan isi, fungsi dan guna mantra-mantra itu.
3. Didasarkan atas
resensi menurut system keluarga atau kelompok geneologis.
H. Weda sebagai
Sumber Hukum Hindu
Maharsi Manu, peletak
dasar hukum Hindu menjelaskan bahwa Weda adalah sumber dari
segala Dharma :
a. Weda (Sruti).
Dalam
ajaran agama Hindu, Weda termasuk dalam golongan Sruti.Weda diyakini
sebagai sastra tertua dalam peradaban manusia yang masih ada hingga saat ini.
Setelah tulisan ditemukan, para Rsi menuangkan ajaran-ajaran Weda ke
dalam bentuk tulisan.
b. Smrti (Dharmasastra).
Smrti
(Dharmasastra) adalah Weda juga, karena kedudukannya dipersamakan dengan Weda
(Sruti).
c. Sila
(tingkah laku orang suci).
d. Acara
(Sadacara).
Sadacara
berasal dari bahasa
Sansekerta, dari kata Sat dan Acara. Sat adalah Satya yang berarti
kebenaran Weda dan Acara artinya
tradisi yang baik.
Dari
pemahaman ini Sadacara adalah ajaran Weda yang Sanatana Dharma itu diterapkan
menjadi tradisi suci.
e. Atmatusti
(Amanastuti).
Atmanastusti adalah tercapainya kepuasan diri dan
kebahagiaan rohani baik dalam upacara yadnya maupun dalam berbagai kegiatan sehari-hari.
Implementasi Atmanastusti dalam kehidupan masyarakat Bali, misalnya dalam
sebuah paruman desa
adat, dalam teknik
pengambilan keputusan secara ilmiah ditinjau dari hukum hindu sebagaimana disebutkan bahwa :
1. Dengan rasa puas diri,
berarti keputusan yang di ambil dapat memuaskan diri setiap orang.
2. Atmatusti dan disebut
juga dengan istilah Santosa yang mempunyai makna dapat memuaskan semua orang.
3. Atmanastusti baru
kemudian diambil sebagai keputusan bersama,
Pada intinya disebutkan bahwa Atmanastusti itu sebagai kepuasan
diri atau setiap orang yang dapat dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
I. Pengkodifikasian
Weda
Kitab Weda merupakan naskah suci pokok dari agama hindu.
Weda adalah pengetahuan suci yang sangat luar biasa. Weda diterima melalui Maha
Rsi bukan orang biasa maka kebenaran Weda adalah mutlak tidak dapat diragukan
lagi. Berdasarkan materi dan luas ruang lingkup isinya, jenis buku Weda itu
banyak jumlahnya. Weda mencakup berbagai aspek kehidupan yang menyangkut
manusia. Maha Rsi Manu membagi jenis Weda kedalam dua kelompok besar,
yaitu Weda Sruti dan Weda Smrti.
Pembagian dalam dua jenis Weda ini selanjutnya dipakai
untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda secara
tradisional. Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu sedangkan
kelompok Weda Smrti isinya adalah ingatan kembali terhadap Sruti.
Jadi, Smrti merupakan buku pedoman yang isinya tidak bertentangan dengan Sruti
Bila dibandingkan dengan ilmu politik, Sruti adalah UUD-nya Hindu sedangkan
Smrti adalah UU pokok dan UU pelaksanaannya adalah Nibandha. Keduanya merupakan
sumber hukum yang mengikat yang harus diterima.
1). Weda Sruti
Weda Sruti adalah kelompok Weda yang ditulis oleh para
Maha Rsi melaluipendengaran langsung dari wahyu Ida Sang Hyang Widhi
Wasa. Kelompok Weda Sruti menurut Bhagawan Manu merupakan Weda yang sebenarnya
atau weda orisinil. Menurut sifat isinya, weda sruti dibagi menjadi tiga bagian
antara lain :
1. Bagian mantra (Mantra Samhita)
Kitab Mantra atau Mantra Samhita umurnya sangat tua dan
merupakan dokumen umat manusia tertulis yang tertua dan masih ada sampai
sekarang. Kitab ini ditulis dalam bentuk syair atau prosa liris, bahasanya
bahasa Sansekerta Weda (Wedic Sanskrit). Syair-syair tersebut terkumpul dalam
empat himpunan mantra yang masing-masing disebut samhita. Keempat samhita
tersebut disebut Catur Weda Samhita yang terdiri dari :
a. Rg. Weda atau Rg. Weda Samhita
merupakan kumpulan
mantra-mantra yang memuat ajaran-ajaran umum dalam bentuk pujaan (Rc
atau Rcas) Arc =memuja. Rg. weda terdiri dari 10.552 mantra, isinya
syair-syair pujaaan. Kitab ini merupakan Weda yang tertua dan yang terpenting,
isinya terdiri dari 10 mandala. Dan mandala yang ke-10 adalah mandala yang
terpenting karena menunjukkan kebenaran yang mutlak. Pendeta penyajinya
disebut Hort (Horti). Kitab Rg. Weda dikumpulkan dalam
berbagai jenis resensi, seperti resensi Sakala, Baskala, Aswalayana,
Sankhyayana, dan Madukeya. Dari lima macam resensi ini, yang masih terpelihara
adalah resensi sakala, sedangkan resensi-resensi lainnya banyak yang tidak
sempurna lagi karena mantra-mantranya hilang. Rg.Weda terbagi atas 10 mandala
yang tidak sama panjangnya
b. Sama Weda atau Sama Weda Samhita
merupakan kumpulan
mantra-mantra yang memuat ajaran umum mengenai lagu-lagu pujaan atau saman yang
dinyanyikan waktu upacara. Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Kata sama
berarti irama atau melodi. Pendeta penyajinya disebut Udgatr (Udgatri).
Sama Weda terdiri dari dua bagian, yaitu :
1. Bagian Arcika
terdiri dari mantra-mantra pujaan yang bersumber pada Rg. Weda.
2. Bagian Uttararcika,
yaitu himpunan mantra-mantra yang bersifat tambahan. Kitab ini terdiri dari
beberapa buku nyanyian pujaan (gana). Dari kitab-kitab yang ada, yang masih
dapat dijumpai antara lain Ranayaniya, Kutama, dan Jaiminiya (Talawakara).
c. Yajur
Weda atau Yajur Weda Samhita
merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat doa-doa
pujaan atau pokok-pokok yadnya, yang terdiri dari 1.975 mantra. Pendeta
penyajinya disebut Adwaryu. Yajur Weda terdiri dari mantra-mantra
yang sebagian besar berasal dari Rg. Weda, ditambah dengan beberapa mantra
tambahan baru. Tambahan ini umumnya berbentuk prosa. Menurut Bhagawan
Patanjali, kitab ini terdiri dari 101 resensi yang sebagian besar sudah lenyap.
Kitab ini terdiri atas dua aliran, yaitu :
1. Yajur Weda Hitam
(Kresna Yajur Weda) yang terdiri atas beberapa resensi yaitu Katakhassamhita,
Mapisthalakathasamhita, Maitrayamisamhita, dan Taithiriyasamhita (terdiri dari
dua aliran, yaitu Apastamba dan Hiranyakesin).
2. Yajur Weda Putih
(Sukla Yajur Weda juga dikenal Wajasaneyi Samhita). Kitab ini terdiri dari dua
resensi, yaitu Kanwa dan Madhayandina.
Perbedaan pokok antara kedua Yajur Weda ini terletak pada
penggunaan mantra. Mantra pada yajur weda putih diucapkan sebagai doa-doa dalam
suatu upacara, sedangkan mantra pada Yajur Weda Hitam menguraikan tentang arti
dari upacara itu sendiri.
c. Atharwa Weda atau Atharwa Weda Samhita
terdiri dari 5.987
mantra. Diantara mantra-mantra itu banyak yang berbentuk prosa. Isinya adalah
tuntunan hidup sehari-hari yang berhubungan dengan hidup keduniawian. Banyak
mantranya bersifat magis (Atharwan). Pendeta penyajianya disebutBrahmana.
Kitab ini terdiri dari Resensi Saunaka dan Paipplada.
Dari keempat kelompok Weda itu, tiga kelompok
pertama sering disebut sebagai mantra yang berdiri sendiri. Oleh karena itu
disebut Trayi weda atau Tri Weda.
2. Bagian Brahmana (Karma Kanda)
Kitab-Kitab Brahmana memuat ajaran tentang
kewajiban-kewajiban hidup beragama. Kewajiban-kewajiban ini antara lain
kewajiban untuk melakukan upacara korban atau yadnya. Setiap Kitab Suci Weda
memilki kitab Brahmananya sendiri-sendiri. Kitab Reg Weda memiliki dua buah
kitab Brahmana yaitu: Aetareya Brahmana dan Kausitaki Brahmana yang juga
disebut Sankhyana Brahmana. Kitab yang pertama terbagi atas 40 bab, sedangkan
kitab yang kedua terdiri dari 30 bab. Kitab Sama Weda memiliki beberapa kitab
brahmana yaitu: Tandya Brahmana (Panca Wirusa), Sadwirusa Brahmana, Adbhuta
Brahmana. Kitab Yajur Weda memiliki dua kitab brahmana yaitu: Taittiriya
Brahmana (milik Sukla Yajur Weda). Kitab Atharwa Weda memiliki kitab Gopatha
Brahmana.
3. Bagian Upanisad/Aranyaka (Jnana
Kanda)
Kata Upanisad berarti duduk dibawah dekat
seorang guru untuk menerima ajaran-ajaran yang bersifat rahasia. Pokok ajaran
Upanisad berkisar pada dua asas yaitu Brahman dan Atman.Brahman
adalah asas alam semesta, dan Atma adalah asas manusia.
Upanisad-upanisad yang dipandang paling penting, yaitu: Isa Upanisad, Kena
Upanisad, Katha upanisad, Aetareya Upanisad, Taiitiriya Upanisad, Kausitaki
Upanisad dan Swetaswatara Upanisad.
Kitab Aranyaka merupakan kelanjutan dari kitab Brahmana.
Kitab ini merupakan pedoman bagi orang yang sudah melaksanakan Wanasprasta.
Kitab ini isinya interpretasi upacara-upacara keagamaan. Kitab ini
disebut rahasya Jnana karena isinya bersifat rahasia.
Kitab-kitab Aranyaka yaitu: Aetareya Aranyaka (milik Reg Weda). Tandra
Aranyaka (Milik Sama Weda), Satapatha Aranyaka (milik Atharwa Weda). Menurut
DR.G Sriniwasa Murti bahwa tiap-tiap sakha yaitu cabang ilmu dari kitab suci
Weda merupakan satu Upanisad. Dalam penelitian beliau dinyatakan bahwa kitab
Catur Weda Samhita memiki 1.180 sakha yang perinciannya sebagai berikut: Reg
Weda memiliki 21 sakha, Sama Weda memiliki 1.000 sakha, yajur Weda memilki 109
sakha dan Atarwa Weda memiliki 50 sakha. Jadi semestinya ada 1.180
sakha, namun berdasarkan catatan Muktikopanisad jumlah upanisad yang ada
sebanyak 108 buah buku, setiap Weda dari Catur Weda memilki kitab Upanisad
sebagai berikut:
a. Upanisad yang termasuk
Reg Weda berjumlah 10 Upanisad yaitu: Aetareya, Kausitaki, Nada-Bindu,
Atmaprabedha, Nirwana, Mudgala, Aksamalika, Tripura, Saubhaya, dan Brahwrca
Upanisad.
b. Upanisad yang termasuk Sama
Weda berjumlah 16 Upanisad yaitu: Kena, Chandogya, Aruni, Maitrayani, Maitreyi,
Wajrasucika, Yogacudamani, Wasudewa, Mahat, Sanyasa, Awyakta, Kondika, Sawitri,
Rudraksajabala, Darsana dan Jabali Upanisad.
c. Upanisad yang termasuk
Yajur Weda:
- Yajur
Weda Hitam berjumlah 32 Upanisad: Kanthawali, Taittiriyaka, brahma, Kaiwalya,
Swetaswatara, Garbha, Narayana, Amrtabindu, Asartanada, Katagnirudra, Kausika,
Sukharahasya, Tejebindu, Dyanabindu, Brahmawidya, Yogatattwa,
Daksinamurti, Skanda, Sariraka, Yoga Sikha, Ekasara, Aksi, Awadhuta, Katha,
Rudrahredaya, Yogakundalini, Pancabrahma, Pranagnihotra, Wahara, Kalisandraha,
Ratnakhata dan Saraswatirasya Upanisad.
- Yajur
Weda Putih berjumlah 19 Upanisad: Isawasya, Brhadaranyaka, Jabala,
Hamsa, Paramahamsa, Subata, Mantrika, Niralambha, Trisikhibrahmana,
Turiyatitah, Adwanyataraka, Pinggala, Bhiksu, Adhyatma, Tarasara, Yadnyawalkya,
Satyayani, Muktika dan Mandala brahmanaa Upanisad.
d. Upanisad yang
termasuk Atharwa Weda Berjumlah 31 Upanisad: Prasna, Mundaka, Mandhuka,
Atharwasria, Atharwasikha, Brhaajjabala, Nrsimhatapini, Naradapariwrrjaka,
Sita, Mahanarayana, Ramarahasya, Ramatapini, Sandilya, Paramahamsa, Annapurna,
Surya, Atma, Pasupata, Parabrahma, Tripuratapini, Dewi, bhawana, Brahma,
Ganapati, Mahawakaya, Gopalatapini, Krsna, Hayagriwa, Dattatreya, Garuda,
Sarabha.
2). Weda Smrti
Kitab Weda Smrti adalah kitab yang ditulis
berdasarkan ingatan yang bersumber kepada Weda Sruti. Kitab ini
dianggap sebagai kitab Hukum Hindu yang didalamnya memuat tentang sariat Hindu yang
disebut Dharma. Kerena itu Kitab Smrti ini dinyatakan sebagai Kitab
Dharmasastra. Dharma berarti hukum dan Sastra berarti ilmu.
Kitab Smrti artinya mengingat, sehingga istilah Smrti
adalah untuk menyebutkan jenis kelompok Weda yang disusun kembali berdasarkan
ingatan. Smrti dapat digolongkan kedalam dua
kelompok,
yaitu:
1. Kelompok Wedangga
Dilihat dari arti kata, Wedangga terdiri dari dua kata
yaitu Weda adalah Kitab Suci dan Angga artinya badan (batang tubuh). Jadi,
Wedangga artinya batang tubuh (badan) Weda. Kitab Wedangga tidak terpisah dari
weda, karena isi dan idenya lahir dari Weda. Kitab ini akan memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang ada dalam Weda (badan Weda). Kelompok Wedangga
terdiri dari 6 bagian yang disebut Sad Wedangga, yang terdiri dari:
a. Siksa
(Phonetika)
Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang tata cara yang
tepat dalam pengucapan mantra serta tinggi rendahnya tekanan suara. Buku-buku
siksa ini disebut Pratisakhya yang dihubungkan dengan berbagai resensi Weda
Sruti.
b. Wyakarana
(Tata Bahasa)
Wyakarana sebagai suplemen batang tubuh Weda dianggap
sangat penting dan menentukan karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti,
tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar. Asal mula teori
pengajaran Wyakarana, bersumber pada kitab Pratisakhya.
c. Chanda
(Lagu)
Chanda adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek
ikatan bahasa yang disebut lagu. Peranan Chanda di dalam sejarah penulisan Weda
karena dengan Chanda semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti
nyanyian yang mudah diingat. Diantara berbagai jenis kitab Chanda, yang masih
terdapat dewasa ini adalah dua buah buku, antara lain Nidana sutra dan Chandra
sutra. Kitab terakhir itu dihimpun oleh Bhagawan Pinggala.
d. Nirukta
(Sinonim dan Antonym)
Kelompok jenis kitab Nirukta isinya terutama memuat
berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.
Kitab tertua dari jenis ini dihimpun oleh Begawan Yaska bernama Nirukta,
ditulis pada tahun 800 SM. Kitab ini membahas tiga masalah yaitu:
1. Naighantukakanda, memuat
kata-kata yang sama artinya.
2. Naidhamakanda (Aikapadika),
memuat kata-kata yang berarti ganda.
3. Daiwatakanda menghimpun nama
Dewa-Dewa yang ada di angkasa, bumi dan surga.
e. Jyotisa
(Astronomi)
Kelompok Jyostisa merupakan pelengkap Weda yang isinya
memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam
melakukan Yadnya. Isinya yang penting membahas peredaran tata surya, bulan dan
benda angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh dalam pelaksanaan
Yadnya. Satu-satunya buku Jyotisa yang masih kita jumpai ialah Jyostisa
Wedangga yang penulisanyan sendiri tidak dikenal.
f. Kalpa
(Ritual)
Kelompok kalpa ini merupakan kelompok Wedangga yang
terbesar dan yang terpenting. Kitab kalpa adalah jenis kitab Smrti (Wedangga)
yang isinya berhubungan dengan kitab Brahmanda dan kitab-kitab mantra. Kalpa
terdiri empat kitab yang kebanyakan isinya berhubungan dengan kitab-kitab
Brahmana. Dan hanya sebagian kecil yang berhubungan dengan kitab-kitab mantra.
Kitab Kalpa terdiri dari beberapa kitab, antara lain :
a. Kitab
Srauta
Kitab Srauta atau disebut juga Srauta Sutra, isinya
memuat berbagai macam ajaran mengenai tata cara melakukan yadnya. Tata cara
melakukan yadnya yang dimaksud antara lain tata cara upacara yadnya, penebusan
dosa, dan lain-lain serta tata cara upacara yadnya yang berhubungan dengan
upacara keagamaan, baik dalam tingkatan upacara besar, upacara kecil, dan
upacara harian (tiap-tiap hari).
b. Kitab
Grhya
Kitab Grhya disebut juga dengan nama Grhya Sutra. Kitab
Grhya Sutra isinya menguraikan tentang berbagai aturan pelaksanaan yadnya yang
harus dilaksanakan oleh masyarakat (umat hindu) yang telah hidup berumah
tangga. Berhubungan dengan kitab Srauta dan Grhya Sutra terdapat kitab sradha
kalpa dan pitri medha sutra. Kedua kitab tersebut isinya menguraikan tentang
pokok-pokok ajaran yang berhubungan dengan tata cara upacara untuk roh
orang-orang yang telah meninggal dunia. Disamping itu pula terdapat kitab Prayas
Cita Sutra sebagai pendukung dari Kitab Waitana Sutra (Atharwa Weda).
c. Kitab
Dharma Sutra
Kitab Dharma Sutra isinya menguraikan tentang berbagai
macam aspek mengenai peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Kitab Dharma
Sutra disebut juga Dharma Sastra. Kitab Dharma Sutra dipandang sebagai kitab
yang sangat penting diantara kitab-kitab jenis kalpa. Karena dipandang sangat
penting maka terdapat kesan bahwa Weda Smrti itu adalah Dharma Sastra. Diantara
orang suci yang disebutkan sebagai penulis kitab Dharma Sastra adalah Bhagawan
Manu, Bhagawan Apastamba, Bhagawan Bhaudayana, Bhagawan Harita, Bhagawan Wisnu,
Bhagawan Wasistha, Bhagawan Waikanasa, Bhagawan Sanskha Likhita, Bhagawan
Yajnawalkya, dan Bhagawan Parasara.
Dari nama-nama para orang suci penulis Dharma Sastra
tersebut diatas yang paling terkenal adalah Bhagawan Manu. Karya sastra beliau
di bidang Manawa Dharmasastra ditulis oleh Bhagawan Bhrgu. Ajaran yang termuat
dalam kitab Menawa Dharmasastra yang ditulis oleh Bhagawan Bhrgu menyebar diseluruh
pelosok dunia, seperti di India, Campa, Kamboja, Thailand, dan Indonesia.
Agama hindu mengajarkan kepada umatnya, bahwa dalam hidup
dan kehidupan kita ini, dilalui oleh empat zaman atau disebut jugaCatur Yuga.
Bhagawan Sankhalikhita menjangkau bahwa masing-masing dari Catur Yuga mempunyai
Dharma Sastranya tersendiri, seperti berikut :
a. Pada zaman Satya/Krtha Yuga
berlaku kitab Manawa Dharma Sastra karya sastra dari Bhagawan Manu.
b. Pada zaman Treta Yuga berlaku kitab
Dharma Sastra yang ditulis oleh Bhagawan Yajnawalkhya.
c. Pada masa Dwapara Yuga berlaku
kitab Dharma Sastra buah karya Bhagawan Sankha Likhita.
d. Pada masa Kali Yuga dipergunakanlah
Dharma Sastra yang ditulis oleh Bhagawan Parasara.
Diantara keempat kitab Dharma Sastra tersebut, yang
diterapkan untuk masing-masing Catur Yuga memiliki sifat saling mengisi atau
melengkapi diantara satu dengan yang lainnya.
d. Kitab
Sulwa Sutra
Kitab Sulwa Sutra merupakan bagian terakhir dari
kitab-kitab Kalpa. Kitab Sulwa Sutra ini, isinya memuat tentang petunjuk dan
peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat dan mendirikan tempat suci untuk
beribadat (Pura, Candi), bangunan-bangunan lainnya yang berhubungan dengan
arsitektur. Kitab Sulwa Sutra memiliki beberapa bentuk buku, antara lain Kitab
Silpa Sastra, Kitab Kautuma, Kitab Mayatama, Kitab Wastu Widya, Kitab Manasara,
dan Kitab Wisnu Dharmotara Purana.
2. Kelompok Upa Weda
Kitab-kitab Upa Weda merupakan kitab kelompok kedua dari
Weda Smrti, setelah kitab-kitab Wedangga. Upa berarti dekat/sekitar dan Weda
dapat diartikan pengetahuan suci/kitab suci. Upa Weda juga diartikan sebagai
weda yang lebih kecil. Kitab Upa Weda memiliki fungsi sama pentingnya dengan
kitab-kitab Smrti yang lainnya. Kitab Upa Weda terdiri dari bebrapa cabang ilmu,
antara lain sebagai berikut :
a. Itihasa
Kitab Itihasa dikelompokkan dalam kitab-kitab Upa Weda.
Nama Itihasa pada mulanya diberikan oleh penulis kitab Mahabharata pada bagian
Adi Parwa, yaitu Bhagawan Wyasa. Itihasa terdiri atas tiga kata yaitu Iti-ha-sa,
yang artinya sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya. Didalam kitab Adi
Parwa terdapat kata "Jayo nametihaso yam srotatawyo
wujigisuna". Menurut para ahli kata "Jaya" itulah yang
kemudian dinamakan itihasa. Jaya adalah nama episode karangan Bhagawan wyasa
yang menceritakan sejarah pandawa dan korawa. Itihasa adalah sebuah epos yang
menceritakan sejarah perkembangan raja-raja dan kerajaan Hindu di masa lampau.
Itihasa adalah karya sastra yang bersifat spiritual, dimana ceritanya penuh
filsafat, roman, kewiraan, dan mitologi sehingga memberi sifat kekhasan sebagai
sastra spiritual. Idealisme yang ada dalam kitab itihasa itu berpegang teguh
kepada Dharma, sifat-sifat kepemimpinan dengan asas Astabrata. Kitab Itihasa
secara tradisional terdiri dari kitab Ramayana (terdiri dari 7 kanda) dan
Mahabharata (terdiri dari 18 parwa). Kedua kitab ini sangat terkenal di dunia
dan digubah kedalam sastra jawa kuno yang sangat indah. Ceritanya banyak
diambil dalam bentuk drama, pewayangan,seni pahat, seni lukis dan sebagainya.
- Ramayana ditulis
oleh Mpu Walmiki. Menurut tradisi, kejadian yang dilukiskan didalam Ramayana
menggambarkan kehidupan pada zaman Tretayuga, tetapi menurut para ahli lainnya,
Ramayana telah selesai ditulis sebelum tahun 500SM. Diduga ceritanya telah
populer sejak 3100SM. Ramayana merupakan epos yang ditulis dalam bentuk stansa
meliputi 24.000 buah stansa. Seluruh isi dikelompokkan kedalam tujuh kanda
yaitu Bala Kanda, Ayodnya Kanda, Aranya Kanda, Kiskindha Kanda, Sundara Kanda, Yudha
Kanda dan Uttara Kanda. Tiap-tiap kanda merupakan satu kejadian yang
menggambarkan cerita yang menarik. Kitab ini dikenal sebagai adikawya,
sedangkan dalam berbagai bentuk versi baru, seperti Ramayana Tatwa Padika
ditulis oleh Maheswaratirtha, Amrtakataka oleh Sri Rama, dan Kekawin Ramayana
oleh Mpu Yogiswara.
- Mahabharata yang
sering disebut dengan istilah "wiracarita" terdiri atas 100.000 ribu
sloka dan dibagi menjadi 18 parwa, sehingga disebut asta dasa parwa. Menurut
tradisi, kejadian Bharatayudha diperkirakan pada permulaan zaman Kaliyuga.
Kitab Mahabharata menceritakan kehidupan keluarga bharata dan isinya
menggambarkan pecahnya perang saudara antara pandawa dengan korawa. Kitab ini
meliputi 18 buah parwa, yaitu Adi Parwa, Sabha Parwa, Wana Parwa, Wirata Parwa,
Udyoga Parwa, Bhisma Parwa, Drona Parwa, Karna Parwa, Satya Parwa, Sampti
kaparwa, Stri Parwa, Santri Parwa, Amsasana Parwa, Aswamedhi Kaparwa,
Asramawasi Kaparwa, Mausala Parwa, Mohaprasthani Kaparwa, Swargarohana Parwa.
Parwa ke-12 merupakan parwa terpanjang yang meliputi 14.000 stana. Mahabharata
ditulis oleh Bhagawan Wyasa, Mahabharata banyak menggambarkan kehidupan
beragama, sosial, dan politik menurut ajaran agama Hindu, yang mirip dengan
dharma sastra dan wisnu smrti.
b. Purana
Kitab Purana adalah bagian dari kitab-kitab Upaweda.
Kitab Purana memuat ajaran suci dalam cerita-cerita kuno dan perumpamaan untuk
memudahkan penerapan dan pengertian yang terkandung dalam kehidupan sehari-hari
serta bagi mereka yang tingkat pikirannya belum tinggi. Juga menceritakan
tentang "Case Low" pembuktian hukum yang pernah dijalankan. Sejarah
penulisan Purana dimulai pada tahun 500 SM. Dan mencapai kesempurnaan pada
tahun 600 SM, ketika Maharaja Harsa Wardana yang memerintah Negara Aryawarta.
Adapun jenis-jenis purana adalah yaitu Brahmanda Purana, Brahmawaiwarta Purana,
Markandya Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana,
Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Warana Purana,
Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni
Purana. Diantara Purana-purana tersebut, yang paling terkenal adalah Wisnu
Purana dan Bhagawata Purana. Berdasarkan sifatnya, kedepan belas purana itu
dibagi atas tiga bagian yaitu :
a. Satwika Purana, terdiri atas
Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, dan Waraha
purana.
b. Rajasika Purana, terdiri atas
Bhrahmanda Purana, Bhrahmawaiwarta Purana, Markandya Purana, Bhawisya Purana,
Waruna Purana dan Brahma Purana.
c. Tamasika Purana, terdiri atas
Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana, dan
Agni Purana.
Kitab-kitab purana sangat penting karena bermanfaat untuk
memahami garis-garis besar isi Weda. Menurut Wisnu Purana III.6.24, suatu
purana yang lengkap dan baik memuat lima macam pokok isi, meliputi hal-hal
sebagai berikut :
a. cerita tentang penciptaan
dunia.
b. cerita tentang bagaimana tanda
dan terjadinya pralaya.
c. cerita yang menjelaskan
silsilah dewa-dewa dan bhatara.
d. cerita mengenai zaman manu atau
manwantara.
e. cerita mengenai silsilah
keturunan dan perkembangan dinasti surya wangsa dan candra wangsa.
Isi kitab-kitab purana lainnya memuat pokok-pokok
pemikiran yang menguraikan tentang kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra
untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tata cara upacara keagamaan dan
petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra ke tempat-tempat suci. Adapun
peranan penting dari purana ialah karena kitab-kitab ini memuat pokok-pokok
ajaran mengenai ketuhanan.
c. Artha
Sastra
Kitab Artha Sastra berisikan tentang pokok-pokok
pemikiran bidang ilmu politik atau ilmu pemerintahaan negara. Artha Sastra
sebagai bagian dari kitab Upa Weda, ditulis oleh Bhagawan Brhaspati. Jejak
beliau didalam tulis menulis kitab-kitab artha sastra diikuti oleh Maharsi
Kautilya (Canakya). Disamping Maharsi Kautilya yang mengikuti Bhagawan
Brhaspati dalam menulis kitab-kitab Artha Sastra, ada juga Bahgawan lainnya
seperti Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara, Danding, Wisnugupta, Bharadwaja, dan
Wisalaksa.
Kitab-kitab yang tergolong kitab Artha Sastra adalah Niti
Sastra atau Rajadharma (Dandaniti). Jenis kitab Artha Sastra yang digubah di
Indonesia adalah jenis Usana, Nitisastra, dan Sukraniti. Umumnya naskah-naskah
itu tidak lengkap lagi sehingga bila ingin mengadakan rekontruksi diperlukan
data-data dan bahan-bahan lain untuk penulisannnya kembali.
d. Ayur
Weda
Kitab Ayur Weda adalah kelompok kitab Upa Weda yang
isinya menguraikan tentang bidang ilmu kedokteran atau kesehatan baik rohani
maupun jasmani. Adapun nama kitab yang termasuk kelompok kitab ayur weda adalah
kitab Caraka Samhita, Susruta Samhita, Kasyapa Samhita, Astanggahrdaya,
Yogasara, dan Kama Sutra.
Pada umumnya kitab Ayur Weda erat sekali hubungannya
dengan kitab-kitab Dharma Sastra dan Purana Ajaran umum yang menjadi hakikat
isi seluruh kitab ini menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan
berbagai sistem sifatnya. Jadi ayur weda adalah filsafat kehidupan, baik etis
maupun medis. Oleh karena itu, luas lingkup bidang isi ajaran yang
dikodifikasikan didalam Ajur Weda ini meliputi bidang yang sangat luas dan
merupakan hal-hal yang hidup. Berdasarkan materi yang terdapat dalam kitab Ayur
Weda maka isi kitab Ayur Weda meliputi delapan bidang ajaran umum, yaitu sebagai
berikut :
1. Salya adalah ajaran mengenai
ilmu bedah.
2. Salkya adalah ajaran mengenai
ilmu penyakit.
3. Kayakitsa adalah ajaran
mengenai ilmu obat-obatan.
4. Bhuta Widya adalah ajaran
mengenai ilmu psikoterapi.
5. Kaumara Bhrtya adalah ajaran
mengenai ilmu pendidikan anak-anak dan merupakan dasar bagi ilmu jiwa
anak-anak.
6. Agada Tantra adalah ajaran
mengenai ilmu toksikologi.
7. Rasayamatantra adalah ajaran
mengenai ilmu muhjizat.
8. Wajikarana Tantra adalah ajaran
mengenai ilmu jiwa remaja.
Kitab Caraka Smhita merupakan bagian dari kitab Ayur
Weda. Kitab tersebut memuat delapan bidang ajaran, antara lain sebagai berikut
:
1. Sutrathana, isinya
menguraikan tentang ilmu pengobatan.
2. Nidanasthana,
isinya memuat tentang berbagai penyakit yang bersifat umum.
3. Wimanasthana,
isinya menguraikan tentang ilmu pathologi.
4. Sarithana, isinya
menguraikan tentang ilmu anatomi dan embriologi.
5. Indiyasthana,
isinya menguraikan tentang materi diagnosa dan prognosa.
6. Cikitasasthana,
isinya menguraikan tentang ajaran khusus mengenai pokok-pokok ilmu terapi.
7. Kalpasthana, isinya
menguraikan tentang ajaran di bidang terapi secara umum.
8. Siddistana, isinya
juga menguraikan tentang pokok-pokok di bidang terapi secara umum.
Berdasarkan catatan yang ada, kitab Kalpasthana dan kitab
Siddistana telah diterjemahkan kedalam bahasa Arab dan Persia pada tahun 800
Masehi. Kitab Susruta Samhita ditulis oleh Bhagawan Susanta. Kitab ini isinya
menguraikan tentang pentingnya ajaran umum dibidang ilmu bedah. Disamping itu,
kitab Susruta Samhita juga mencatat berbagai macam alat-alat yang dapat
dipergunakan dalam pembedahan. Kitab Yogasara dan Yogasastra ditulis oleh
Bhagawan Nagarjuna. Kedua kitab ini isinya menguraikan tentang pokok-pokok ilmu
yoga yang berhubungan dengan sistem anatomi dalam pembinaan kesehatan, baik
jasmani maupun rohani. Kitab kama Sutra ditulis oleh Bhagawan Watsyayana pada
abad ke-10 masehi. Kitab Kama Sutra berhubungan dengan kitab Wajikarana Tantra.
Isinya menguraikan tentang ajaran ilmu jiwa remaja.
e. Gandharwa
Weda
Kitab Gandharwa Weda merupakan bagian dari kitab-kitab
Upa Weda. Gandharwa Weda sebagai kitab Smrti, juga memiliki beberapa bagian
kitab, seperti: Natya Sastra, Natya Wedagama, Dewa Dasa Sahasri, Rasarnawa, dan
Rasaratnasamucaya. Kitab Gandharwa Weda isinya menguraikan tentang berbagai
aspek cabang ilmu seni.
f. Kama
Sastra
Kitab Kama Sastra adalah termasuk kitab suci agama hindu
pada bagian Smrti (Upa Weda). Kama Sastra sebagai bagian dari jenis kitab Upa
Weda isinya menguraikan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan asmara,
seni atau rasa indah. Didalam upaya untuk mewujudkan salah satu tujuan hidup,
umat Hindu dipandang perlu untuk membangkitkan rasa indah tersebut. Kebangkitan
dari rasa indah manusia terbentuk untuk berbakti kepada Sang Hayng Widhi,
hendaknya dipedomani oleh Kama Sastra. Karena dengan demikian asmara dan rasa
indah yang muncul itu tentu terarah/bernilai positif adanya. Diantara kitab-kitab
Kama Sastra yang terkenal adalah karya dari Bhagawan Watsyayana.
g. Agama
Kitab agama itu baru ada setelah agama hindu ada dan
berkembang di dunia. menurut Weda, agama Hindu dapat dipelajari ole seluruh
umat manusia.
Kitab suci Weda dapat dipelajari oleh siapa saja, tidak
terkecuali. Namun menyadari akan kekurang sempurnanya kita sebagai umatnya,
maka tidak akan semuanya dapat mempelajarinya dengan sempurna. Disamping itu,
kita juga perlu menyadari bahwa Weda sebagai sumber ajaran agama Hindu mengandung
ajaran yang sangat tinggi. bagi mereka yang belum dapat mempelajari Weda dapat
belajar agama Hindu berdasarkan kitab-kitab agama. Kitab agama isinya memuat
ajaran tentang keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan petunjuk-petunjuk untuk
melaksanakan tata cara persembahyangan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa jumlah kitab-kitab Smrti yang dapat kita pergunakan sebagai petunjuk
untuk menata kehidupan dalan berhubungan dengan Sang Hyang Widhi / Tuhan Yang
Maha Esa, banyak jenisnya.
J. Isi
Kitab Suci Weda
Bila kita mempelajari secara keseluruhan mantra-mantra
Weda (Catur Weda) termasuk pula kitab-kitab Mantra, Brahmana,
Aranyaka/Upanisad, maka pada garis besarnya ajaran Weda dapat dikelompokkan
kedalam 4 kelompok isi, yang masing-masing dapat dikembangkan lagi sebagai
pengetahuan, yaitu sebagai berikut :
a.
Kelompok yang
membahas Vijnana,
yaitu kelompok mantra yang membahas bermacam aspek
pengetahuan, baik pengetahuan alam sebagai ciptaanNya, termasuk pula teologi,
kosmologi dan lain-lain yang bersifat metaphisik. Kata vidjnana berarti
kebijaksanaan tertinggi (realization of knowlegde). Intinya mungkit
sangat singkat atau pendek, kadangkala sangat sulit untuk memahami apa yang
terkandung di balik mantra atau sangat sulit untuk memahami apa yang terkandung
dibalik mantra atau ungkapan melalui mantra-mantra itu. Demikian pula
penggunaannya terlebih lagi digunakan dalam rangkaian doa atau stava, sehingga
hal itu kadang-kadang kita anggap hal yang biasa dan bukan merupakan
pengetahuan yang disebut vidjnana. Ini akan bertambah jelas setelah kita
membaca Yajur weda, bahwa weda berisikan berbagai pengetahuan yang diperlukan
oleh manusia guna meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan. Yang paling
menonjol dalam aspek vidjnana ini adalah aspek yang memberi keterangan dasar
pandangan filsafat dan methapisika berdasarkan weda.
b.
Kelompok yang membahas
aspek Karma,
yaitu kelompok mantra mengenai aspek atau jenis Karma
atau Yajna sebagai dasar atau cara dalam mencapai tujuan hidup manusia.
Pembahasan secara mendalam mengenai hal ini kemudian dikembangkan didalam
kitab-kitab Kalpasutra sebagai pengembangan lebih jauh kitab-kitab Brahmana.
c.
Kelompok yang
membahas Upasana,
yaitu kelompok mantra yang membahas segala aspek yang ada
kaitannya dengan petunjuk dan cara untuk mendekatkan diri dengan Tuhan Yang
Maha Esa. Kata Upasana berarti usaha mendekatkan diri dengan sthana Sang Hyang
Widhi. Kelompok mantra ini menjadi dasar berkembangnya sistem atau ajaran yoga.
d. Kelompok yang membahas aspek Jnana,
yaitu kelompok mantra yang membahas segala aspek
pengetahuan secara umum sebagai ilmu murni. Dalam hubungan ini perlu
dikemukakan bahwa kita tidak mendapatkan gambaran secara lengkap bagaimana ilmu
itu, kecuali hukum-hukum tertentu yang kemudian kalau kita kembangkan akan menjadi
ilmu yang berdiri sendiri, sebagai contoh Vaidikaganitam, Ayurweda dan
sebagainya. Ayurweda ini sudah lama dikembangkan dalam perguruan modern
(Ayurvedic collage) sebagai bidang yang berdiri sendiri, berdampingan dengan
sistem pengobatan modern. Ini berarti di dalam weda terdapat pengetahuan atau
ilmu murni yang bisa dikembangkan lagi.
Setelah diketahui bahwa isi Weda dapat
dikelompokkan menjadi 4 kelompok isi, dapat pula disederhakanan menjadi 2
aspek, yaitu ajaran yang mengandung aspek Karmakanda, yakni yang
menyangkut ajaran karma, yajna dan upanisad dapat dijumpai dalam kitab-kitab
Samhita, Brahmana, dan Aranyaka, sedang aspek lainnya adalah Jnanakanda,
yang dapat dijumpai dalam Samhita, Aranyaka da Upanisad. Selanjutnya tentang
isi Weda dapat pula dianalisis dengan menggunakan dasar-dasar pendekatan
sesuai kitab Bhagavadgita, yakni mengelompokkan isi Weda dalam 5 topik, sebagai
berikut :
a. Yang
mengandung ajaran Bhakti atau Bhaktiyoga
b. Yang mengandung
ajaran Karma atau Karmayoga
c. Yang
mengandung ajaran Jnana atau Jnanayoga
d. Yang mengandung
ajaran Rajayoga
e. Yang
mengandung ajaran Vibhutiyoga atau ajaran yang bersifat mistis.
Mengingat mantra-mantra weda sulit dipahami dan mungkin
kurang menarik minat bagi umat yang awam dibidang kerohanian, para Rsi menyusun
kitab-kitab sastra sebagai alat bantu memahami ajaran tersebut. Tentang hal
ini, Maharsi yang juga Adikawi Walmiki menyatakan dalam karya agung beliau
Ramayana, bahwa disusunnya cerita seperti Mahabharata dan Ramayana sebagai
sarana untuk lebih memudahkan umat memahami kitab suci Weda.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas dapat di tarik kesimpulan yaitu weda merupakan kumpulan
sastra kuno dari zaman india kuno yang jumlahnya sangat banyak dan luas. Dalam
ajaran hindu, weda termasuk dalam golongan sruti, karena umat hindu percaya
bahwa isi weda merupakan kumpulan wahyu dari Brahman (tuhan). Weda diyakini
sebagai sastra tertua dalam peradaban manusia yang masih ada hingga saat ini.
pada masa awal turunya wahyu, weda diturunkan dengan system lisan (pengajaran
mulut ke mulut), yang mana pada masa itu tulisan belum ditemukan, dari gur ke
siswa. Setelah itu tulisan ditemukan, para rsi menuangkan ajaran-ajaran weda
dalam bentuk tulisan. Weda bersifat apaurusheya, karena berasal dari wahyu,
tidak dikarang oleh manusia dan abadi. Maharsi byasa, kembali menyusun kembali
weda dan membagi weda menjadi dalam empat bagian utama yaitu, Rgweda,
Yajurweda, Samaweda, dan atharwaweda. Semua itu senua itu di tulis pada masa
awal kaliyuga.
2. Saran
Kami sebagai pembuat makalah ini mengharapkan kepada pembaca agar makalah ini
di diskusikan guna untuk penyempurnaan dari makalah yang kami susun ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bantas, I Ketut dan I Nengah Dana. 1986. Pendidikan
Agama Hindu. Jakarta: Karunika Jakarta.
Bantas, I Ketut. 2002. Agama Hindu. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Midastra, I Wayan,dkk. 2007.Savitri Pendidikan Agama
Hindu untuk SMP Kelas VIII. Denpasar: Tri Agung.
Sudirga, Ida bagus,dkk. 2010. Widya Dharma Agama
Hindu untuk SMA Kelas XI. Denpasar: Ganeca Exact.
Tim
Penyusun. 1994. Buku Pelajaran Agama Hindu until Perguruan Tinggi.
Jakarta: hanuman Sakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar