YOGA
Implementasi
Ajaran Yoga dalam Kehidupan Sehari-Hari
Dosen Pengampu:
I Made Wirawan, S.Ag., M.Fil.H
Oleh:
Eni
Kusti Rahayu
1509.10.0033
Penerangan
Agama Hindu
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA NUSANTARA
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Om swastyastu
Puji syukur kami haturkan kehadapan Ida Sang Hyang
Widi Wasa atas Asungkerta
Waranugraha-Nya, tugas makalah mata
kuliah Yoga dengan judul Implementasi Ajaran
Yoga dalam Kehidupan Sehari-hari ini bisa terselesaikan. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan makalah ini, diantaranya, Bapak I Made
Wirawan, S.Ag., M.Fil.H sebagai dosen pengampu mata Yoga, teman-teman dikelas
yang telah memberikan kami dukungan, dan semua pihak yang tidak bisa kami
sebutkan satu per satu yang terkait dalam menyediakan sarana dan prasarana guna
mempermudah pencarian literatur untuk makalah ini.
Makalah yang kami buat ini sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga
kritik dan saran bagi pembaca sangat diharapkan guna dijadikan pembelajaran
pada pembuatan makalah yang akan datang. Terima kasih atas partisipasi dan
perhatian para pembaca, semoga semua isi yang ada dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi bembaca.
Om santi, santi, santi Om.
Jakarta, Januari 2019
Penulis
i
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah..................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Yoga......................................................................... 2
2.2 Implementasi Ajaran Yoga dalam Kehidupan
Sehari-Hari........ 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA
ii
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pada dasarnya yoga
menanamkan nilai spiritual dalam sebuah latihan fisik dimana dikenal penyatuan
diri dengan keadaan alam. Dengan seiring berkembangnya zaman yoga telah dikenal
oleh sebagian besar besar penduduk dunia yang terus menaruh minatnya kepada
yoga dan meyakini bahwa yoga adalah olahraga terbaik yang bisa memberikan
penyembuhan kepada mereka melalui latihan tertentu. Dengan adanya riset yang
dilakukan para ilmuwan, kini yoga semakin digemari karena terbukti memiliki
banyak manfaat yang sangat menguntungkan bagi para penggunanya.
Banyak manfaat yang kita dapatkan dari yoga yang tentunya sangat cocok untuk
diterapkan dalam ssetiap langkah kita, mulai dari pengendalian diri, ajaran
tentang etika, kebijaksanaan, kedamaian, dan ketenangan yang semua itu jika
dilaksanakan dengan baik maka akan menciptakan suatu keharmonisan di dalam alam
semesta. Sedangkan yang kita tahu bahwa sekarang ini banyak sekali kekacauan
yang terjadi, banyak konflik, pertikaian, dan juga bencana. Dengan selalu
menerapkan ajaran yoga maka itu semua dapat diminimalisir. Oleh karena itu,
dalam makalah ini, penulis akan mencoba untuk membahas tentang implementasi
ajaran yoga dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta keharmonisan di alam
semesta.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Yoga?
2. Bagaimanakah implementasi ajaran yoga dalam
kehidupan sehari-hari?
1.3 Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui arti dari Yoga
2. Untuk mengetahui implementasi ajaran yoga
dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Yoga
Kata yoga berasal dari bahasa
Sanskerta “yuj”, yaitu menghubungkan atau hubungan, yakni hubungan yang harmoni
dengan objek yoga. Maharsi Patanjali dalam kitabnya, Yogasutra (I:2)
mendefinisikan yoga: “yogas citta vrtti nirodhah”, yang artinya, mengendalikan
gerak-gerik pikiran, atau cara untuk mengendalikan tingkah-polah pikiran yang
cendrung liar, bias, dan lekat terpesona oleh aneka ragam objek (yang
dikhayalkan) memberi nikmat. Oleh karena itu, kini kita mulai menyadari bahwa
mengendalikan pikiran adalah hal yang terpenting. Mengendalikan dalam konteks
yoga lebih berarti “amuter tutur pinahayu” membalik kesadaran secara benar
(Kanwa X:1). Artinya kesadaran yang sebelumnya cenderung mengarah keluar dan
suka berada diluar diri adalah kesadaran yang lebih cenderung terjebak, karena
seringkali didasari oleh pengetahuan yang keliru. Maksudnya pikiran hendaknya
diusahakan berdasar atas pengetahuan yang benar. Supaya seimbang dan tidak cenderung
lupa diri, sewaktu-waktu dalam waktu yang tepat kita perlu meluangkan waktu
untuk membalik pikiran, yakni diarahkan kedalam diri dengan cara:
1. Duduk mantap dalam diam terpejam,
2. Dengan nafas halus alami,
3. Lalu secara rileks menarik pikiran (indra)
agar lepas sebentar dari aneka ragam objek nikmatnya diluar,
4. Terus diarahkan kembali pulang
kanda, kedalam diri,
5. Terus dibiasakan terkonsentrasi
menembus lapis-lapis diri menuju pada satu titik pusat meditasi (misal pada
salah satu cakra, simpul batin),
6. Disitu lalu ditenangkan, dimurnikan,
dan dikontemplasikan dalam renungan mendalam,
7. Dan bila berhasil mencapai puncak
permenungan mendalam itu, maka terseraplah dalam kelenyapan dalam itu,
kebahagiaan sejati.
Kata
Sang Rsi, ia yang “ulah apageh” tekun berusaha dan mantap, seperti itulah yang
disebut-sebut sebagai orang yang berhasil dalam yoga, mendapat pencerahan yang
membahagiakan. Cirinya ia punya siddhi dan taksu daya bathin dan karisma. Laras
dengan itu Mpu Kanwa melukiskan pengalaman yoga Arjuna setelah ia berhasil
dalam perjuangan bathinnya memurnikan indra dan emosinya menjadi daya budi dan
daya rasa. Disitu Mpu Kanwa mengisyaratkan kepada kita bahwa, yoga adalah jalan
kesucian untuk menemukan,memahami,dan mengalami kemanunggalan dengan Yang Suci.
Mpu Kanwa tegas dan dengan berulang-ulang mengatakan caranya, mareka mendekati
itu, mendekati berarti berusaha menjadi (sahrdaya) sehati. Jika itu Suci, maka
kita haruslah berusaha menjadikan diri suci. Jika itu Kebahagiaan, maka kita
haruslah berusaha membahagiakan diri. Jika itu Pengetahuan, maka kita haruslah
berpengetahuan. Jika itu Kebajikan, maka kita haruslah berbuat bajik.
Demikian disarankan, jadi kita harus
tapa-bratha berusaha keras dan disiplin mendekatkan diri kepada Tuhan. Mendekat
sampai mampu mengidentifikasikan diri seidentik mungkin dengan itu “Tuhan Sang
Pujaan Hati”. Adapun yang dimaksud ‘Itu tampak nyata’ adalah hasil yoga, yakni
Siddha ‘berhasil’:
1. Menemui itu,
2. Memikirkan itu, demikian selalu,
3. Maka bila tiba waktunya, sang yogin
berhak dan mendapat manunggal dengan itu.
Itu adalah Siva, Sang Hakekat
Semesta, Sang Sumber Pengetahuan-Kebajikan-Kebahagiaan Sejati. Simpul kata,
yoga adalah jalan untuk mulat sarira ‘merefleksi diri, intropeksi diri’ yang
menyebabkan orang tahu diri. Disebut juga sebagai jalan panyupatan ‘ruwatan’
yang dapat menjadikan orang suci lahir dan bathin. Suci berarti sahrdaya, yakni
sehati dalam Tuhan Yang Mahasuci.
2.1.1
Tujuan Yoga
Tujuan riil (jangka pendek) orang belajar yoga
adalah agar menjadi manusia rahayu, sehat dan bahagia lahir bathin, tidak
sakit-sakitan, terhindar dari penderitaan. Agar menjadi manusia sadar, dapat
melaksanakan tugas hidup sebagaimana mestinya. Sedangkan tujuan ideal (jangka
panjang), seperti telah disebutkan diatas adalah agar mendapat pengalaman
religius, yakni mengetahui-memahami-dan mengalami kemanunggalan dengan Sang
Jati Diri, manunggalnya atman ‘roh individu’ dengan Atman atau Brahman ‘Roh
Semesta, Tuhan’. Akan tetapi bagi, pengagum daya magis, siddhi ‘kekuatan
supranatural’ itulah dijadikan tujuan utamanya, maka ia melaksanakan yoga yang
khas.
2.1.2
Etika Yoga (Yama - Nyama Brata)
Untuk
dapat ekagra lalu mencapai nirudha, orang pertama-tama dianjurkan untuk
mentaati brata yoga, yang disebut yama dan niyama brata. Yama adalah
pengekangan diri yang mesti senantiasa dilaksanakan. Sedangkan niyama brata
adalah janji diri yang dapat dipandang sebagai pengokoh yama. Niyama dapat
dilaksanakan secara tidak tetap tergantung situasi dan kondisi.
a. Yama Brata, adalah lima jenis
disiplin utama yang terdiri dari :
1. Ahimsa, yaitu tidak bersikap atau
berlaku kasar kepada sesama pun kepada makhluk lain, baik melalui pikiran,
ucapan, maupun tindakan.
2. Satya, yaitu bersikap dan berprilaku
bajik, benar pada pikiran, setia pada ucapan, dan jujur pada perbuatan.
3. Asteya, yaitu tidak mencuri.
4. Brahmacarya, yaitu bersikap dan
berlaku terkendali, mengendalikan nafsu asmara.
5. Aparigraha, yaitu hidup sederhana
atau tidak serakah.
b. Niyama Brata, adalah lima disiplin
penunjang untuk mengukuhkan yama brata; yang terdiri dari:
1. Sauca, yaitu berusaha menjaga
kebersihan dan kesucian diri, baik lahir maupun batin.
2. Santosa, yaitu berusaha menjaga
kestabilan emosi, agar selalu tenang, arif, dan damai dalam menghadapi suatu
masalah.
3. Tapa, yaitu berusaha untuk tahan
uji, melenyapkan ketidak sempurnaan diri dengan melakukan tapa, yang berpegang
teguh pada dharma.
4. Swadhyaya, yaitu berusaha belajar
mandiri dan tekun mempelajari kitab suci.
5. Isvarapranidhana, yaitu berusaha
selalu memusatkan pikiran dan bhakti kepada Isvara ‘Tuhan’.
2.1.3
Astangga Yoga
Astangga
Yoga adalah delapan tahapan yoga. Kedelapan tahapan yoga ini satu dengan yang
lainnya saling terkait. Mengabaikan salah satu komponen penting tahapan ini
berarti menghancurkan sistem yoga dan itu berarti gagal. Dalam lontar adalah
delapan tahapan yoga. Kedelapan tahapan yoga ini satu dengan yang lainnya
saling terkait. Mengabaikan salah satu komponen penting tahapan ini berarti
menghancurkan sistem yoga dan itu berarti gagal. Dalam lontar Tattwa Jnana
disebut prayogasandhi. Delapan tahapan yoga itu adalah:
1. Yama, dasar moral yoga yang telah
dijelaskan tadi didepan.
2. Nyama, dasar moral yoga yang
sudah dijelaskan juga tadi didepan.
3. Asana, sikap duduk benar dan
sempurna menurut sistem yoga.
4. Pranayama, latihan pernafasan (Zoetmulder,
1995:847), tujuan utamanya adalah agar tidak ada gangguan pernafasan dan dapat
bernafas dengan lega dan alami melalui hidung yang diselaraskan dengan asana.
Pranayama dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: (1) puraka (menarik nafas), (2)
khumbaka (menahan nafas), (3) recaka (mengeluarkan nafas).
5. Prathahara, penarikan
(Zoetmulder, 1995:856). Menarik indra dari objek kesukaannya,karena setiap
indra mempunyai kesenangan sendiri-sendiri yang kemudian diarahkan kedalam
diri.
6. Dharana, tindakan memegang,
membawa, menguasai, dan memiliki (Zoetmulder, 1995:196). Maharsi Patanjali
mengajarkan 3 cara dharana, yaitu: (1) menguasai indra-indra agar tetap
terkonsentrasi pada satu objek saja, tetap dibawah pengawasan manah (pikiran),
(2) menentramkan gerak-gerik pikiran dengan watak lemah lembut, ceria, penuh
kasih sayang dan tenang baik dalam keadaan duka maupun suka, (3)
mengkonsentrasikan indra tersebut pada nafas yang keluar masuk tubuh
(Yogasutra, I:32-25).
7. Dhyana, berarti meditasi, refleksi,
atau pemusatan pikiran (Zoetmulder, 1995:245), disebut juga kontemplasi atau
renungan mendalam. Patanjali menjelaskan “tatra pratyaikatanata dhyanam”
artinya, “arus pikiran terkonsentrasi tak putus-putusnya pada objek renungan”.
8. Samadhi, kata ini berasal dari
urat kata sam dan dhi. Sam artinya kumpulan persamaan, gundukan, timbunan,
sedangkan Dhi artinya pikiran, ide-ide, atau budi. Secara etimologis Samadhi
berarti pemusatan atau kumpulan pemikiran yang ditujukan kepada satu objek
tertentu, dalam konteks yoga objek sasarannya adalah Tuhan Yang Maha Esa
(Jendra, 1994:14). Renungan mendalam itu sesungguhnya adalah Samadhi.
Orang yang merenung (pemikir), aktivitas merenungnya (pemikirannya), dan yang
direnungkan (objek yang dipikirkan). Maharsi Patanjali (yogasutra, I:17-18)
menyatakan ada 2 jenis Samadhi, yaitu:
1). Samprajnata Samadhi, disebut juga sabija
atau savikalpa samadhi, yakni keadaan supra sadar yang lebih rendah, karena
masih ada benih kesadaran atau sisa kesan yang dirasakan.
2). Asamprajnata Samadhi atau nirbija atau
nirvikalpa samadhi, adalah keadaan supra sadar yang transenden, yakni tidak
menyadari lagi keadaan puncak yang dicapainya, ia mencapai kelepasan total, ia
mencapai Sunya.
2.2
Implementasi Ajaran Yoga Dalam Kehidupan Sehari – hari
Ada
banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu
tampakanya memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara
Atman dengan Brahman. Kita lahir berulang kali untuk meningkatakan perkembangan
evolusi jiwa. Dan masing-masing dari kita berada pada tingkat pemahaman yang
berbeda-beda. Karena itu tiap orang disiapkan untuk tingkat pengetahuan
spiritual yanag berbeda pula. Semua jalan rohani yang ada di dunia ini penting
karena ada orang-orang yang membutuhkan ajarannya. Penganut suatu jalan rohani
dapat saja tidak memiliki pemahaman lengkap tentang sabda Tuhan dan tidak akan
pernah selama masih berada dalam jalan rohani tersebut.
Jalan
rohani itu merupakan sebuah batu loncatan untuk pengetahuan yang lebih lanjut.
Setiap jalan rohani memenuhi kebutuhan rohani yang mungkin tidak dapat dipenuhi
oleh jalan rohani yang lain. Tidak satupun jalan rohani yang memenuhi kebutuhan
semua orang di segala tingkat. Saat satu individu masih tingkat pemahamannya
tentang Tuhan dan perkembangan dalam dirinya, dia mungkin merasa tidak
terpenuhi oleh pengajaran jalan rohani sebelumnya dan mencari jalan rohani yang
lain untuk mengisi kekosongannya. Bila hal itu terjadi, maka orang tersebut
telah meraih tingkat pemahaman yang lain dan akan merindukan kebenaran serta
pengetahuan yang lebih luas, dan kemungkinan lain untuk tumbuh.
Dengan
demikian kita tidak berhak untuk mencerca jalan rohani yang lain. Semua
berharga dan penting di mata-Nya. Ada pemenuhan sabda Tuhan, akan tetapi
kebanyakan oaring tidak meperolehnya di sini untuk bisa meraih kebenaran, kita
perlu mendengarkan roh dan melepas ego kita. Dan Yoga sebagai salah satu jalan
yang bersifat universal adalah salah satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan
yang disesuaikan dengan kemapuan spiritual seseorang.
Berikut aplikasi yoga dalam
kehidupan sehari – hari :
2.2.1
Melakukan Persembahyangan
Sembahyang merupakan ajaran Bhakti –
Yoga, dimana Bhakti Yoga adalah jalan bagi pengabdian diri, pemujaan, dan
penyerahan diri kepada Tuhan. Para pemuja dalam jalan ini memuja Tuhan dalam
berbagai bentuk yang ia punyai. Jalan ini adalah penyadaran yang sesuai dengan
orang-orang yang terberkahi dengan pikiran yang emosional. Para pemuja dalam
jalan ini secara inisial memilih salah satu Dewa (Ista-Dewa), yang sesuai
temperamen dirinya, untuk mewujudkan tujuan spiritual. Tujuan dari jalan
spiritual adalah melebur ego dari seorang individu melalui pengabdian dan
penyerahan diri pada keinginan Tuhan (Pandit, 2005:73).
Bhakti
merupakan kasih sayang yang mendalam kepada Tuhan. Mereka yang mencintai Tuhan
tak memiliki keinginan ataupun kesedihan, ia tak pernah membenci mahluk atau
benda apapun dan tak pernah tertarik dengan objek-objek duniawi, ia merangkul
semuanya dalam dekapan hangat kasih sayangnya (Sivanandha, 2003:135). Sembahyang
dapat memelihara kesehatan seseorang. Dengan melakukan Asana atau sikap duduk
Padmasana, dimana tulang punggung, leher dan kepala harus tegak lurus (tidak
membungkuk), kemudian dengan Pranayama (pengaturan nafas) dengan sikap batin
yang hening, tenang dan suci, akan menjadikan tubuh seseorang semakin sehat.
(Suhardana, 2004:3-4).
2.2.2
Konsentrasi Dalam Setiap Kegiatan
Tindakan memegang, membawa,
menguasai, dan memiliki (Zoetmulder, 1995:196). Maharsi Patanjali mengajarkan 3
cara dharana, yaitu: (1) menguasai indra-indra agar tetap terkonsentrasi pada
satu objek saja, tetap dibawah pengawasan manah (pikiran), (2) menentramkan
gerak-gerik pikiran dengan watak lemah lembut, ceria, penuh kasih sayang dan
tenang baik dalam keadaan duka maupun suka, (3) mengkonsentrasikan indra
tersebut pada nafas yang keluar masuk tubuh (Yogasutra, I:32-25).
Dharana yang merupakan
pengkonsentrasian pikiran terhadap suatu objek. Tanpa kosentrasi, kita tidak
dapat memiliki suatu keberhasilan dalam jalan kehidupan. Pada seorang manusia
duniawi, pancaran pikiran berpencar kesegala arah, melompat-lompat seperti
seekor kera. Sekali saja Pratyahara telah dapat dilakukan, pikiran kemudian
diarahkan kepada objek konsentrasi. Objek tersebut dapat berupa gambaran dari
Dewa, sebuah mantra, nafas seseorang atau bagian tubuh, atau hal yang lain.
(Pandit, 2005:82).
2.2.3
Bekerja Tanpa Mengharap Imbalan dan Selalu
Membantu Sesama
Menurut buku Hinduisme sebuah
pengantar dalam buku tersebut dijelaskan mengenai Bhakti. Bhakti dalam artian
adalah berbhakti kepada orang tua dengan membantu kedua orang tua disaat
kesulitan dengan tidak mempersulit keadaaan. Dengan jalan Bhakti seseorang akan
mudah mencapai kehidupannya.
Kegiatan di atas termasuk kedalam ajaran Karma
Yoga. Karma Yoga adalah jalan kegiatan yaitu jalan pelayanan tanpa pamrih, yang
membawa pencapaian Tuhan melalui kerja tanpa pamrih. Yoga ini merupakan penolakan
akan buah dari perbuatan.
Karma Yoga mengajarkan ke pada kita
bagaimana bekerja demi untuk kerja itu sendiri yaitu tak terikat. Dan bagaimana
mempergunakan sebagian besar tenaga kita untuk keuntungan yang terbaik. Motto
dari seorang Karma-Yogin adalah “Kewajiban demi untuk kewajiban itu sendiri”.
Bagi seorang Karma-Yogin, kerja adalah pemujaan. Setiap orang hendaknya
melakukan kewajiban sesuai dengan Warna dan asramanya masing-masing golongan
sosial serta tahapan dalam kehidupannya. Tak ada manfaatnya meninggalkan
pekerjaannya sendiri dan condong melakukan pekerjaan orang lain. (Sivanandha,
2003:133-134).
2.2.4
Ahimsa / Tidak Menyakiti
Dalam buku yang berjudul
Disiplin dan Sadhaana Spiritual. Kegiatan tersebut merupakan ajaran yoga
dimana tidak membunuh merupakan ajaran daripada Ahimsa. Ahimsa merupakan bagian
dari pada astangga yoga, Ahimsa merupakan tahap awal untuk mengendalikan diri.
Jika tahap awal ini gagal dicapai maka sulit atau tidak bisa untuk mencapai
tahap yang lebih tinggi yaitu Samadhi.
“Engkau tidak boleh menggunakan tubuh yang
diberikan Tuhan untuk membunuh makhluk Tuhan, apakah mereka manusia, binatang
atau apapun.” (Yajur Veda Samhita 12.32)
Yang
di maksud tidak menyakiti makhluk lain yaitu tidak membunuh binatang
sembarangan, kita harus mengasihi makhluk tersebut. Ini termasuk kedalam Ahimsa
salah satu ajaran yoga. Walaupun ahimsa secara umum berarti sebagai kebajikan
dari pendeta Budha dan jainisme, akarnya tumbuh dalam Veda dan Upanisad yang
subur yang merupakan kitab Hindu yang utama. Ahimsa mengajarkan bahwa seseorang
harus menganggap semua makhluk hidup adalah perlambang dari Tuhan dan sehingga
seseorang itu tidak boleh melukai pikiran, dengan kata-kata atau perbuatan
mahluk lainnya.
2.2.5
Pemusatan Pikiran
Ini termasuk kedalam ajaran Dhyana, berarti
meditasi, refleksi, atau pemusatan pikiran (Zoetmulder, 1995:245), disebut juga
kontemplasi atau renungan mendalam. Patanjali menjelaskan “tatra
pratyaikatanata dhyanam” artinya, “arus pikiran terkonsentrasi tak
putus-putusnya pada objek renungan” (Yogasutra, III:2). Seperti halnya air
sungai yang menuju laut, demikian pulalah hendaknya renungan itu terpusat pada
Isvara “Tuhan” (Sukayasa dkk, 2006:27-28)
Renungan mendalam itu
sesungguhnya adalah Samadhi. Orang yang merenung (pemikir), aktivitas
merenungnya (pemikirannya), dan yang direnungkan (objek yang dipikirkan).
Maharsi Patanjali (yogasutra, I:17-18) menyatakan ada 2 jenis Samadhi, yaitu:
1). Samprajnata Samadhi, disebut juga sabija
atau savikalpa samadhi, yakni keadaan supra sadar yang lebih rendah, karena
masih ada benih kesadaran atau sisa kesan yang dirasakan.
2). Asamprajnata Samadhi atau nirbija atau
nirvikalpa samadhi, adalah keadaan supra sadar yang transenden, yakni tidak
menyadari lagi keadaan puncak yang dicapainya, ia mencapai kelepasan total, ia
mencapai Sunya.
2.2.6
Menghormati Orang Tua / Guru
Paramahamsa Yogananda (dlm
Autobiography of a yogi) menguraikan bahwa jika dalam sehari saja kita dapat
membahagiakan, mematuhi dan menghormati Orang Tua dan Guru hanya dengan
menghormati dan menyayangi orang tua, kita sudah dianggap berlatih yoga selama
delapan jam secara intensif di bawah bimbingan Guru sejati serta dianggap telah
melakukan perjalanan evolusi yang seharusnya ditempuh secara alami
selama seribu tahun. Melalui Bhakti Sang Yogi memperoleh kedekatan
hubungan dengan Tuhan sebagai pribadi kosmik tertinggi (Para Brahman) Yoga
belumlah sempurna tanpa Bhakti, sehingga sering dikatakan bahwa Bhakti
merupakan puncak dari segala yoga.
2.2.7
Berjapa Yoga dan Gayatri Sadhana
Japa Yoga dijelaskan tentang mantra
dapat mengubah sifat kita menjadikan lebih halus, lembut dan lebih tenang. Japa
adalah pelafalan mental atau diam mengingat sebuah mantra yang perlahan-lahan
membangkitkan getaran energi dalam ruang atau medan pikiran. Selain itu didalam
Gayatri Sadhana dijelaskan pelaksanaan meditasi Gayatri dapat menghancurkan
segala karma dan dosa dan dengan pemurnian hati serta pikiran, ia membukakan
penglihatan ketiga guna pencerahan; dengan mantramu manusia dapat hidup lama
atau berumur panjang dengan kesehatan yang prima, bersinar laksana cahaya dan
membantu umat manusia dalam mempercepat evolusinya.hal tersebut disebutkan
dalam buku yang berjudul Japa Yoga dan Gayatri Sadhana.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah Yoga berasal dari bahasa
Sanskerta “yuj”, yaitu menghubungkan atau hubungan, yakni hubungan yang harmoni
dengan objek yoga. Maharsi Patanjali mendefinisikan yoga: “yogas citta vrtti
nirodhah”, yang artinya, mengendalikan gerak-gerik pikiran, atau cara untuk
mengendalikan tingkah-polah pikiran yang cendrung liar, bias, dan lekat
terpesona oleh aneka ragam objek (yang dikhayalkan) memberi nikmat. Tujuan riil
(jangka pendek) orang belajar yoga adalah agar menjadi manusia rahayu, sehat
dan bahagia lahir bathin, tidak sakit-sakitan, terhindar dari penderitaan. Agar
menjadi manusia sadar, dapat melaksanakan tugas hidup sebagaimana mestinya. Sedangkan
tujuan ideal (jangka panjang), manunggalnya atman ‘roh individu’ dengan Atman
atau Brahman ‘Roh Semesta, Tuhan’.
Sebelum melakukan Yoga, orang
pertama-tama dianjurkan untuk mentaati brata yoga, yang disebut yama dan niyama
brata. Yama adalah pengekangan diri yang mesti senantiasa dilaksanakan.
Sedangkan niyama brata adalah janji diri yang dapat dipandang sebagai pengokoh
yama. Niyama dapat dilaksanakan secara tidak tetap tergantung situasi dan
kondisi. Dalam yoga juga dikenal dengan Astangga Yoga, yang artinya delapan
tahapan yoga. Kedelapan tahapan yoga ini satu dengan yang lainnya saling
terkait. Mengabaikan salah satu komponen penting tahapan ini berarti
menghancurkan sistem yoga dan itu berarti gagal.
Ajaran-ajaran yoga ini tentunya
sangat bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah melakukan
persembahyangan yang merupakan ajaran Bhakti – Yoga, dimana Bhakti Yoga adalah
jalan bagi pengabdian diri, pemujaan, dan penyerahan diri kepada Tuhan. selain
itu dengan ajaran-ajaran yoga kita juga bisa konsentrasi dalam setiap kegiatan,
bekerja tanpa mengharap imbalan dan selalu membantu sesama, tidak menyakiti,
melakukan pemusatan pikiran, selalu menghormati orang tua / guru, dan juga bisa
berjapa yoga dan gayatri sadhana.
DAFTAR PUSTAKA
Kamajaya, Gede.
2000. Yoga Kundalini. Surabaya.
Paramita Surabaya
Siwanandha, Swami. 1998. Japa Yoga.
Surabaya: Paramita.
Pendit S Nyoman.2001. Kebangkitan Toleransi dan Kerukunan. PT
Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Jagannathan
Shakunthala.2012. Hinduisme Sebuah
Pengantar. PT Offset BP: Denpasar
http://suartawanindra.blogspot.com/2014/01/ajaran-yoga-dalam-kehidupan-sehari-hari.html
http://lenteradharma.blogspot.com/2016/01/manfaat-yoga-dalam-kehidupan-sehari-hari.html
http://bloganaksma17.blogspot.com/2016/05/contoh-makalah-agama-hindu-tentang-yoga.html
http://indahadipuspita.blogspot.com/2015/09/yoga.html
http://putuyulisupriandana.blogspot.com/2014/01/yoga-dalam-persepektif-kehidupan-sehari.html
https://putriastini.wordpress.com/2012/04/12/makalah-yoga/